Lingkaran kecil akan tetap menyenangkan jika dengan seseorang yang diinginkan. Tanpa harapan besar, tanpa menuntut dilebarkan. Tak perlu berlebihan, ia tak pernah menjamin nyaman.
Lala.
•• • • •
Bumi belum berhenti mengelilingi matahari. Itu menjadi alasan kenapa aku masih harus terbangun pagi ini. Kondisiku sedikit membaik, walaupun belum sepenuhnya pulih. Setidaknya, tidak pusing saat berdiri.
Aku bergegas menuju kamar mandi, menyalakan water heater-ku. Tubuhku ingin sedikit dimanjakan hari ini, walaupun hanya dengan mandi air hangat. Kondisiku akan lebih baik dengannya.
Banyak orang yang mengeluh ketika hari Senin tiba, sampai-sampai Bon Jovie meliris lagu "I dont like Monday" mungkin karena mereka harus memulai aktivitasnya kembali setelah bersantai di akhir pekan, memang itu adalah hal yang cukup menyebalkan. Tetapi aku mencoba mengubah mindset-ku tentang hari mengerikan ini. Hari Senin adalah hari untuk menutup dan memperbaiki luka di minggu lalu. Aku menjadikan hari Senin sebagai hari untukku memulai segala kebaikan. Setidaknya untuk satu minggu kedepan.
Seragam dan atributku harus lengkap, tentu saja, hari Senin kan upacara. Aku memeriksa ulang jadwal pelajaran untuk hari ini, merapikan dan memasukkannya kedalam tas sekolahku. Ku timpa sedikit liptint dibibirku hari ini, agar tidak terlalu pucat, harapku.
Aku memakai outer rajutku hari ini. Untuk menambah hangat pagiku, menambah baik kondisi juga penampilanku.
"Pagi Ibu, Mas Abiiii" sapaku saat menuruni tangga menuju dapur.
"Udah baikkan?"
"Mendingan Mas Abi"
"Sini sarapan dulu" ajak Mas Abi.
"Mau roti coklat" pintaku.
"Iya ini udah Ibu bikinin"
"Mas Abi mau kemana hari ini?" tanyaku.
"Ga kemana-mana, Mas Abi masih mau istirahat"
"Oh" jawabku santai.
"Kenapa?"
"Engga, biasanya kan pagi-pagi Mas Abi nyari udara seger Bandung"
"Paling jogging ke depan bentar"
"Nih, Mas Abi bikinin susu kacang ijo"
"Ah makasih Mas Abiiii, sayang deh"
"Vitaminnya, jangan lupa diminum" ujar Mas Abi mengingatkan.
Ibu tersenyum melihat tingkah manjaku pada Mas Abi, Ibu pasti tahu bagaimana senangnya aku bertemu Mas Abi. Karena Ibu yang mungkin selama ini bosan mendengar pertanyaan yang seribu satu kali ku lontarkan padanya "Mas Abi kapan pulang, Bu?".
"Kok Ammar belum turun ya?" tanya Ibu.
"Lagi siap-siap kali, Bu" jawabku.
"Ammar, buruan turun! Sarapan dulu" teriak Mas Abi di tepi tangga.
"Bentaaaar!" teriakkan dari lantai atas tak mau kalah lantang.
Bang Ammar yang sudah lengkap dengan ransel dan hoodie-nya yang juga berwarna abu muda, berlari kecil menuruni tangga, bergabung bersama kami di meja makan.
"Pagi" sapa Bang Ammar.
"Lama banget, luluran lu ya?" ledekku.
"Enak aja"
"Ini gara-gara lu" lanjutnya.
"Kok jadi Lala yang disalahin?" tanyaku heran.
"Emang" ketusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canderasa
Teen FictionIni cande bukan canda. Buat kamu, semua rasa gak pernah bercanda. Katanya. Perihal manusia baik yang mempunyai seribu pertanyaan dengan sejuta jawabannya. Gema ilusiku selalu bersamanya. Manusia yang hidup dengan segala diskusi sakralnya. Saat ia m...