enam

13 0 0
                                    


Bel pulang sudah berbunyi. Gavin menyuruh semua anggota basket untuk berkumpul terlebih dahulu. Ia tidak peduli dirinya sudah tidak menjabat sebagai ketua lagi atau tidak. Ia hanya ingin menyempaikan pesan dari pak Ginting.

"Kemana aja pak, baru dateng?." canda Roni anggota eskul basket yang seangkatan dengan Gavin dkk.

"Sorry, gue baru gabung lagi. Gue juga nggak tau ketua basket udah dialihkan atau belum. Disini gue mau nyampein pesan dari Pak Ginting." Gavin menghembuskan napas pelan. "Bulan depan ada turnamen antar sekolah. Dan mulai besok kita sudah mulai latihan." disaat seperti ini lah Gavin akan berbicara panjang lebar. Selebihnya ia hanya berbicara seperlunya saja.

Semua anggota tim basket mendengarkan dengan seksama.

Dafa maju kedepan tepat di samping Gavin. "Lo masih jadi ketua tim basket. Lagi pula lo yang paling jago disini, iya nggak bro."

"Yoi." sahut yang lain.

"Oh ya, berarti latihannya setiap hari atau, gimana vin?" tanya Gilang.

"Kita latihan seminggu 3 kali, hari selasa, kamis sama sabtu."

Mereka mengangguk.

"Kalau gitu, kalian boleh bubar." ucap Gavin. Mereka semua bubar kecuali Gavin dkk.

"Vin, lo mau kemana buru-buru banget." ucap Aldo melihat Gavin hendak pergi.

Gavin menoleh. "Mau jemput orang." ucapnya datar.

"Gue juga tahu orang, masa setan." ucap Aldo kesal.

Setelah mengabari seseorang, Gavin pun segera pergi. "Gue duluan." pamitnya.

"Jemput siapa sih?" tanya Aldo kepada dua sahabatnya.

Gilang tengah memainkann ponselnya. "Mana gue tahu."

"Pacarnya kali." sahut Dafa.

Aldo semakin penasaran. "Lah sejak kapan si Gavin punya pacar. Dia kan jomblo."

"Kayak lo ya?" ledek Gilang. Dafa tertawa pelan.

"Enak aja, gini-gini gue banyak yang suka tahu."

"Bi Wiwi maksud lo." Gilang dan Dafa tertawa. Bu Wiwi adalah penjual gorengan yang ada dibelakang sekolah. Aldo memang sering menggodanya, namun itu hanya candaan saja. Lagi pula Bi Wiwi itu sudah punya suami dan anak. Masa ia mau embat juga. Kan nggak lucu.

***

Clarisa masih saja menunggu jemputannya. Bahkan sudah hampir satu jam ia menunggu halte. Ia terus saja menghubungi supir pribadinya. Namun tak ada jawaban dari sana.

"Lama banget. Mana nggak ada angkot lagi." keluhnya melihat kearah kanan dan kiri.

Sekolah juga sudah hampir sepi, hanya ada beberapa anak saja yang ada disana. Khususnya yang sedang eskul.

Clarisa mendengar suara motor dari arah gerbang. Motor itu keluar. Dari pada ia menunggu lama, ia minta bantuan orang itu saja. Lagi pula itu teman sekolahnya, ya walaupun ia belum tahu dia siapa.

Saat motor itu hendak menunju halte dimana Clarisa tengah menunggu. Tanpa pikir panjang ia lanhsung menghadangnya, untung saja orang itu langsung mengerem. Jika tidak. Clarisa tidak tahu akan terjadi apa dirinya. Bahkan ia meruntuki kebodohannya yang terbilang nekat.

"Stop...Stop." ucap Clarisa menghentikan si pengendara motor itu.

Gavin mengerutkan dahi dari balik helmnya.

"Gue boleh minta tolong nggak, anterin gue ya pleass." mohon Clarisa.

Gavin membuka helmnya.

Clarisa terkejut. Ia tidak tahu orang itu Gavin. "Eh sorry. Gue nggak tau itu lo, Tapi gue minta tolong dong anterin gue, pleass." mohonnya lagi, karna ia belum terlalu tempat-tempat disini.

DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang