Empat belas

8 0 0
                                    

"Awas aja mereka. Bakalan gue kasih perhitungan, udah gue teraktir makan, bukannya ngebantuin gue, mereka pada minggat." Aldo terus saja mendumel sambil menyapu halaman belakang dengan ogah-ogahan. "Ini juga, kenapa banyak sampah sih?" Keluhnya lagi. Aldo cepat-cepat menyelesaikan tugasnya itu dan segera pergi dari tempat ini. Aldo merasa sedikit merinding dengan suasana yang agak sunyi.

"Kak."

Aldo sempat terdiam sejenak, ia melihat kearah belakang. Namun tak ada orang disana, ia melihat kesekeliling pun tak ada orang selain dirinya. Aldo mencoba tidak takut, mungkin saja ia salah dengar. Ya mungkin.

"Kak, woy!"

Jantung Aldo bekerja 2 kali lebih cepat bahkan bulu kuduknya pun ikut berdiri, ia menelan ludah. Kakinya ikut gemeteran. Ia sudah mengambil ancang-ancang untuk siap berlari.

"Diatas sini kak!"

"Setannn!!" Belum sempat Aldo melihat, ia langsung berlari sekencang mungkin. Pikirannya sudah kalut.

"Gue mau nawarin buah, dibilang setan." Siswa itu pun turun dari atas pohon mangga. "Kalau nggak mau, yaudah." Ia pun berjalan pergi kearah kelasnya. Sebenarnya bukan tanpa alasan ia menawari kakak kelasnya itu, karena takut kakak kelasnya itu mengadu kepada guru, karena telah mengambil mangga tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Siswa siswi yang melihat Aldo berlari terbirit-birit hanya menatap aneh, ada juga yang bertanya-tanya heran dengan kelakuannya.

Aldo masuk kedalam kelas dengan napas ngos-ngosan. Teman- temannya itu menatap Aldo heran termasuk ketiga sahabatnya.

"Kenapa lo Do?" Tanya Gilang.

Aldo berjalan kearah tiga sahabatnya itu. "Anjir gue ketemu sama setan." Ucapnya dengan napas ngos-ngosan akibat berlari.

"Hah." Sahut Gilang dan Dafa berbarengan. Gavin mengerutkan dahinya.

"Iya gue denger suara, tapi nggak ada orangnya. Apa lagi coba kalau bukan setan." Curhat Aldo, dan tanpa permisi meneguk minuman Dafa hingga habis.

"Minuman gue tuh." Sinis Dafa.

"Minta." Ucapnya tanpa dosa, dan mengembalikan botol kosong itu ke pada Dafa. "Nih gue balikin."

Dafa mendengus kesal.

"Siang-siang gini mana ada setan, lo halu kali?" Ucap Gilang.

"Kalau lo nggak percaya, sono lho kehalaman belakang." Sahut Aldo.

"Ogah."

***

Caca sangat risih dengan Radit yang terus saja mengikutinya, mulai dari perpus hingga ke kantin.

"Radit, sana lo pergi. Ngapain sih ngikutin kita mulu." Untung saja Caca tak sendiri. "Caca itu udah punya pacar, jadi lo nggak usah ngarep mau jadi pacarnya Caca." Sahut Winka mulai jengah dengan Radit.

"Heh winki-winki, terserah gue dong, kaki kaki gue. Kenapa situ yang sewot."

"Nama gue Winka bukan winki-winki, enak aja lo mau ganti nama gue." Winka mulai emosi menghadapi Radit. "Gue sama Caca tuh risih liatnya." Ucap Winka blak-blakan.

"Dit, lo pergi ya. Gue nggak enak nih, lo ngikutin gue mulu. Lo juga pasti punya kegiatan lainkan?" Sahut Caca hati-hati.

"Yaudah deh gue pergi, dadah my love Caca" Radit pun pergi dari hadapan mereka.

"Bener-bener ya tuh orang, susah bangat dikasih tau-nya." Winka geleng-geleng kepala. "Lo bilang gih sama Gavin, buat dia kasih peringatan."

"Udah ya jangan emosi mulu. Mending kita kekantin, tadi katanya lo laper?"

DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang