Trauma

364 12 0
                                    

Setibanya di rumah, Nina mendapati sebuah mobil asing sedang parkir. Ia sudah tal kaget lagi. Bukankah hampir tiap bulan mamahnya selalu berganti pacar? Ini pasti pacarnya yang lain.

Tak ingin mamahnya semakin marah melihat penampilannya yang kacau, segera ia lari ke kamarnya, bertepatan dengan mamahnya keluar kamarnya dengan laki-laki yang terlihat masih muda itu.

Ia segera membersihkan dirinya yang bau amis telur. Setelah setengah jam berkutat di kamar mandi, Nina akhirnya keluar kamar mandi juga.

Suasana hatinya sedang buruk. Hanya duduk di balkon kamarnya yang sering membuat perasaannya kembali membaik.

Sayangnya, kali ini keputusannya membuatnya semakin putus asa. Di halaman, ia melihat pacar tampan mamahnya sedang menggandeng lengan mamahnya mesra dengan pandangan memuja.

Yeah, mamahnya memang masih cantik di usia menjelang awal empat puluhan. Tak ada yang mengira bila ia sudah mempunyai anak remaja yang sedang beranjak dewasa. Mamahnya selalu menyembunyikannya dari siapa pun. Mungkin mamahnya malu mempunyai anak segemuk dirinya.

Setetes mutiara bening menetes di pipinya yang mulus saat menyaksikan mamahnya pergi. Ia merindukan mamahnya yang dulu, yang selalu memperhatikannya dan selalu ada untuknya. Tidak seperti sekarang. Bahkan di saat ia putus asa karena masalah di kampusnya, mamahnya pun tak ada menemaninya.

Karena terlalu sedih, tak terasa ia tertidur di balkon. Semilir angin sepoi-sepoi membuat tidurnya semakin pulas. Hingga kabut tipis memasuki kamarnya dan melingkupi tubuhnya. Kemudian kabut itu menghilang bersamaan dengan tidur Nina yang terlihat gelisah.

Dasar cacingan..

Penyakitann...

Gimana mau makan? Utang mamahnya saja di mana-mana

Iyyy... Jangan dekat-dekat. Nanti ketularan penyakitnya...

Sekumpulan ibu-ibu itu menyerangnya dengan kalimat menyakitkan. Lalu adegan itu berganti dengan adegan saat ia memergoki ayahnya berselingkuh dengan wanita lain di depan matanya.

"Ayah, kenapa ayah sama wanita itu? Trus, Mamah sama aku, gimana?"

"Minggir!"

"Jangan pergi, jangan tinggalin aku sama Mamah!"

"Diam kau bocah ingusan. Kehadiranmu tak pernah diharapkan sejak dulu. Bagiku, kau tidak ada."

"Ayah jangan tinggalkan aku. Ini hari ulang tahunku. Jadilah kadoku!!'

'Maka ini adalah kado terakhirku untukmu.'

'Tidakkk... Ayah, jangan pergiii...!!!'

Hosh.. hosh...

Gadis berpiyama hello pooh itu terbangun dengan nafas terengah-engah. Bola matanya yang sipit membelalak lebar. Mimpi itu lagi!

Mimpi masa kecilnya yang tertindas. Saat dulu mereka hidup dalam kesulitan. Bahkan untuk makan sehari-hari saja susah. Hingga semua merundungnya. Tubuhnya yang kerempeng menjadi bulan-bulanan mereka. Itulah sebabnya ia bertekad untuk gemuk, agar mereka tidak bisa merundungnya lagi.

Lalu, mimpi tentang ayahnya yang meninggalkan mereka demi perempuan lain, yang membuatnya kehilangan minat berbicara. Dan berujung menjadi gagap bicara. Kepergian ayahnya juga telah merubah sikap mamahnya menjadi jalang seperti sekarang.

Tak ada yang tersisa dalam hidupnya selain kehancuran. Lalu untuk apa ia hidup lagi? Ia merasa putus asa. Orangtuanya tak mempedulikannya, teman yang selalu mengatakan hal-hal buruk tentangnya? Bahkan tak ada satu pun laki-laki yang mau jadi pacarnya. Lalu, untuk apa ia hidup?

Tanpa Nina sadari, asap tipis masih menyelimutinya. Asap yang membuat dirinya putus asa berkepanjangan hingga ingin mati saja.

Gadis itu berdiri di depan pagar pembatas balkonnya. meremas pakaiannya yang kebesaran, panik. Peluh kembali membanjiri pelipisnya. Bibir tebalnya bergetar. Ia harus bagaimana. Ia tak sanggup hidup seperti itu lagi.

Tapi tak lama remasan di pakaiannya berhenti, berganti sorot mata yang berkabut mendung.

'Atau aku bunuh diri saja? Toh, tak ada yang mengharapkan kehadiranku."

****

Mentari pagi bersinar cerah. Kesibukan terlihat di mana-mana. Ada yang berangkat ke kantor, ke sekolah bahkan ke kampus. Begitu juga dengan kesibukan di sebuah rumah berlantai dua.

Terlihat seorang gadis dengan rambut dikuncir kuda itu keluar dari rumahnya pelan. Gaun flowery dress yang dikenakannya membuat tubuhnya terlihat lebih besar dua kali lipat.

Diam-diam ia mengeluarkan skuter matic merah kesayangannya lalu melajukannya sekencang mungkin menjauhi rumahnya dan bergabung dengan puluhan pengendara lainnya di jalanan. Ia harap mamahnya tidak menyadari bahwa ia bolos kuliah hari ini. Kalau sampai ia tahu, habislah dia! Mamahnya selalu memarahinya untuk apa pun. Dan dia tidak tahan!

Seharusnya, hari ini ia memang pergi ke kampus. Tapi ia masih ketakutan semua orang akan merundungnya. Jadi, daripada mengalami itu, lebih baik ia membolos. Ia berencana pergi ke toko herbal untuk membeli jati cina, obat pelancar diet. Menurut informasi yang dia baca di internet, jati cina itu berguna untuk melancarkan buang air besar.

'Kalau sehari dia buang air besar tiga atau empat kali, ia yakin lemak di tubuhnya akan segera luruh. Dan Leon,kamu akan menyesal udah nolak aku.'

Nina memutuskan untuk bertahan hidup di tengah keputus asaan yang menderanya. Entahlah, ia masih ingin merasakan makanan enak atau melakukan hal menyenangkan lainnya. Karena bila sudah meninggal, konon katanya kita tidak akan pernah merasakan itu lagi.

Selesai dengan urusan obat dietnya, ia sengaja hang out ke mal, semata-mata supaya mamanya tidak menyadari bahwa ia membolos.

Gadis itu memasuki kedai pizza yang menjadi makanan favoritnya sejak dulu. Lalu memanggil pelayan untuk memesan pizza favoritnya.

"Pesan pizza mozzarella dengan toping keju 3 box."

"Siap. Ada lagi?"

Mendadak ia teringat harus berdiet."Ah, tunggu. Aku pesan du.. eh satu saja pizza mozarellanya. Minumnya jus lemon."

"Baik, Mba. Tunggu sebentar ya!"

"Ya."

Pelayan itu pergi. Namun tak lama kembali datang membawa pesanannya. Nina menikmati makanannya dalam diam. Ia memang menyukai keheningan. Itu sebabnya ia tak pernah keluar rumah kecuali sekolah. Menurutnya, di luar itu ramai dan bising. Dan ia tidak suka.

Tiba-tiba Nina merasa aneh. Seakan-akan ada yang mengawasi. Secepat itu ia membalikkan badannya. Namun tak terlihat siapa pun di belakangnya. Hanya ada dirinya dan beberapa pegawai yang terlihat sibuk dengan urusannya sendiri.

"Perasaanku saja mungkin." Batinnya menenangkan diri.

Kemudian ia membalikkan tubuhnya. Seketika jantungnya nyaris loncat dari tempatnya. Sosok mahluk berwajah pucat, duduk di hadapannya

"K-kau siapa?" Tanyanya ketakutan.

"Buka botolnya!" Kata mahluk itu.

"Botol apa?"

"Botol berbentuk ular itu. Botol itu bisa mewujudkan semua keinginanmu." Suara itu berubah serak. Bola matanya berubah gelap membuat Nina mundur ketakutan.

"Tidaaakk... pergiii..." teriaknya sambil memejamkan matanya.

"Mbak... Mbak...!"

"Pergi...!"


"Mba, bangun, Mba. Kalau ngantuk tidur di rumah aja." Kata seorang lelaki berpakaian biru kuning khas pelayan pizza. Tangannya tak berhenti mengguncang pundak wanita di hadapannya.

Nina tersentak. Ia membuka matanya ketakutan. Seketika alisnya bertaut, seakan bingung dengan sekelilingnya.

"A-aku kenapa?" tanyanya bingung.

"Tadi si mba tidur trus ngigau teriak-teriak sendiri. Kalau mengantuk mending lanjutin di rumah aja tidurnya. Lebih nyaman daripada tidur di atas meja." Kata pelayan itu lagi.

Nina kebingungan. Jadi, tadi itu dia bermimpi? Botol itu pun cuman mimpi. Tapi kenapa terasa nyata?

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang