Mimpi buruk lagi

226 9 0
                                    

"Tidaaakkk."

"Ninaaa! Kamu kenapa?"

Sesuatu itu mengguncang tubuhnya  dengan cepat. Dunianya berputar seketika. Bergegas ia membuka matanya. Ia berjengit kaget saat wajah mamahnya berada tepat depan wajahnya. Buru-buru ia menggeser kepala ke sandaran kasur lalu mengedarkan pandangan ke sekitarnya.

'Begitu besarkah keinginannya untuk diet, sampai terbawa mimpi. Tapi kenapa mimpinya terasa mengerikan?' keluhnya dalam hati.

Ruangan serba putih dengan bau obat-obatan khas rumah sakit. Ia berada di ruang perawatan rumah sakit. Mamahnya pasti membawanya ke sini karena ia pingsan. Nina mengeluh dalam hati. Ia yakin sebentar lagi mamahnya akan memarahinya.

Wanita cantik yang duduk di samping ranjangnya, menatapnya dengan sorot mata dingin seperti es membuat Nina menelan ludahnya yang terasa mengganjal.

"K-kenapa N-Nina di s-sini?"

"Jangan pura-pura. Kamu pasti tahu kenapa kamu pingsan. Kamu mengkonsumsi obat diet, kan?"

Nina tak berani menjawab. Ia ketakutan.

"Kamu diet, kan? Bukannya Mamah sudah melarang kamu diet? Kamu gak dengerin Mamah? Belajar bandel, kamu?" Mina mulai emosi.

Isakan kecilnya mulai terdengar. Namun Mamahnya tak mempedulikannya.

"Jawab? Dasar anak tak tahu diri, kenapa kamu ingin diet? Mau menggoda laki-laki, ha? Mau jadi jalang kamu?"

"N-Nina gak diet, Mah!" Jawabnya terbata-bata. Batinnya terluka saat Mamahnya selalu menuduhnya anak tak tahu diri. Tak cukupkah berpuluh tahun ia menuruti keinginan Mamahnya?

Seorang perawat berpakaian serba putih masuk menghentikan adu mulut diantara mereka. Setidaknya Nina bersyukur bisa lepas sejenak dari kemarahan Mamahnya.

Perawat itu memeriksa gadis bertubuh subur yang terbaring di sebelahnya. Dia memang berada di kamar dua yang berisi dua pasien. Sepertinya besar tubuh mereka sama. Bedanya, ia seorang diri sedang dirinya ditemani mamahnya.

"Sudah berani berbohong kamu, ya? Mau jadi anak durhaka kamu? Mau seperti malung kundang yabg dikutuk jadi batu karena durhaka pada ibunya?" desis Mamahnya pelan setelah perawat itu pergi.

Nina yakin kalau ia sedang berada di rumah, mamahnya akan mencubit pinggangnya seperti kebiasaannya selama ini. Mamahnya memang kerap mencubit pinggangnya setiap kali keinginannya tidak dituruti. Untunglah, mereka sedang berada di rumah sakit swasta yang ramai sehingga ia tak berani berbuat macam-macam.

"G-gak, Mah. N-Nina gak mau." Jawabnya gugup dan panik.

"Ini terakhir kalinya kamu diet. Awas saja kamu ketahuan diet. Mamah kurung kamu di kamar."

Nina mengangguk takut. Ia tidak mau berada di kamar terus. Sejak kecil Mamahnya selalu mengurungnya di kamar setiap ia pulang sekolah. Katanya di luar itu banyak orang jahat. Nina kecil percaya saja. Tapi sepuluh tahun lebih selalu berada di dalam kamar, ia bosan! Ia ingin menghirup udara bebas seperti sekarang.

Raut kejam Mamahnya berubah ketika melihatnya ketakutan. Ia meraih jemari Nina yang diinfus dan mengelusnya pelan. Suaranya pun berubah lembut.

"Kamu tahu, kan, alasan Mamah melarangmu keluar. Itu karena banyak orang jahat yang bisa saja mencelakakanmu. Jadi, Mamah beri pilihan. Tidak diet namun kamu bisa tetap kuliah seperti biasa atau diet tapi kamu kembali terkurung di dalam rumah?"

Nina menggeleng ketakutan. Ia tidak mau dikurung dalam sangkar emas lagi. Ia ingin hidup bebas seperti orang lain.

"N-Nina janji tidak akan diet lagi."

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang