Tak sabarr..

140 7 0
                                    

Pagi yang terasa suram. Mentari seakan enggan bersinar di sekitar bangunan empat lantai yang megah dan elit itu. Tak ada burung beterbangan di langit atau hembusan angin sejuk yang menerpa kulit meski pepohonan besar berjejer di halaman. Hanya ada awan pekat seakan sebentar lagi turun hujan badai yang mengerikan. Terlalu pekat hingga auranya membuat bulu-bulu halus berdiri.

Namun gadis dengan tubuh indah bak biola dan wajah cantik bak barbie, menganggap itu hal biasa. Bukan fenomena aneh, karena saat musim hujan hal seperti ini pun sering terjadi. mungkin sebentar lagi turun hujan lebat. Begitu pikirnya.

Gadis itu berjalan sembari mengangkat dagu angkuh. Bola matanya berbinar ceria, berbanding terbalik dengan gesture tubuhnya yang jelas meremehkan setiap pasang mata yang melihatnya dengan tatapan terpesona. Hari ini gadis itu merasa bahagia karena akan memberi pelajaran pada para pembulinya.

Langkahnya terayun lebar, berderap terburu-buru tak sabar, ingin segera sampai di hadapan orang yang sudah membuatnya patah hati. Melihatnya menyesal sudah menolak perempuan secantik dirinya.

Namun langkahnya tiba-tiba terpaku saat melewati tiga orang perempuan di depan taman. Mereka terlihat serius membicarakan seseorang sampai-sampai tidak menyadari bahwa ia mendengarkan obrolan mereka.

"Followersku bertambah sejak aku memposting si gendut itu. Aku mengeditnya seakan dia menghina Leon. Semua followersku menghinanya. Aku keren, kan?"

"Kamu keren..."

Deg deg deg..

Jantung Nina berpacu dengan cepat. Jadi, mereka mengerjainya. Pikirnya marah. Seketika bola matanya berubah dengan cepat. Yang tadinya berwarna kecoklatan berubah menjadi hitam. Ia segera memasuki lorong yang tersembunyi.

"Jinnie, keluarlah kau!" desisnya marah.

Tak lama sosok Jinnie muncul begitu saja di hadapannya. Wajahnya begitu pucat seperti vampir. Namun gadis itu melupakan rasa takutnya. ia senang karena ternyata tidak perlu ritual khusus untuk memamnggil Jinnie. Cukup menyebut namanya saja, maka ia akan muncul.

"Ada gerangan apa kau memanggilku?"

"Hilangkan videoku di media sosial mereka dan beri mereka pelajaran. Kau tahu, kan, siapa yang kumaksud?"

"Aku bisa membaca pikiranmu. Tenang saja, mereka akan segera mendapat balasannya."

Tak lama Jinnie menghilang. Nina tersenyum buas. Kepalan tangannya semakin kencang menonjolkan tulang-tulang di balik tangan itu.

"Itu akibat kalian berani mengusikku."

Nina menghela nafas berusaha menenangkan diri, hingga bola matanya berubah menjadi coklat kembali. Kemudian ia melanjutkan perjalanan menuju kelasnya, melewati tiga orang perempuan tadi.

"Videonya menghilang? Siapa yang berani menghapusnya? Loh, ini aku?" Teriak wanita yang sedari tadi cekikikan puas.

"Coba sini, lihat!"

"Loh, itukan emang kamu?"

"Mey, ternyata kau sering menjelekkanku di belakang. Kukira kamu teman yang tulus."

"Ini fitnah. Seseorang pasti mengeditnya. Kalian harus percaya padaku."

"Aku kecewa padamu." Terdengar langkah kaki cepat melewatinya. Dua orang perempuan terlihat marah. Disusul seorang perempuan yang mengejarnya di belakangnya dengan panik.

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang