Seorang gadis berpakaian putih abu berjalan lurus menaiki tangga. Tak mempedulikan sapaan Kiki, teman dekatnya.
"Nit! Kamu mau ke mana?"
Namun perempuan yang dipanggil Nita tak menggubris perkataannya. Ia terus berjalan sampai akhirnya ia menghilang di lorong.
Kiki yang masih ada urusan di ruang tata usaha merasa heran. Tak biasanya Nita mengabaikannya seperti ini. Selain itu ia curiga karena tatapan Nita terlihat kosong. Terpaksa ia mengabari Juno, kekasih Nita.
'Juno, kamu temenin Nita deh. Sikapnya aneh.'
'Oke.'
"Kiki, ini pembayaran yang harus kamu lunasi bulan ini." Suara seseorang membuyarkan pikirannya.
"Iya, Pak."
Kemudian Kiki menyelesaikan urusannya yang terhenti. Ia lupa memberitahu Juno bahwa Nita menaiki tangga menuju atap gedung.
Hingga beberapa menit kemudian, ia menjerit histeris saat mendengar kabar yang dengan cepatnya merebak. Nita bunuh diri dari atap gedung.
"Pasti ada yang mendorongnya."
Suara bisik-bisik terdengar. Halaman kampus ramai seketika. Meski ngeri melihat jasad yang hancur depan mata, tapi tak membuat mereka mundur. Justru semakin penasaran. Untunglah garis kuning polisi sudah melintang, hingga tak ada yang terlalu dekat dengan mayat yang masih dalam proses penyelidikan polisi.
Nina, Tika dan yang lainnya tiba di tempat kejadian. Nina berusaha menerobos kerumunan yang berjubel. Seketika Aira yang berada di belakangnya berteriak histeris. Sedang Lidya muntah-muntah melihat isi tubuh Nita yang berceceran ke mana-mana. Keadaannya di sekitar mereka kacau.
Tubuh Nina bergetar, menahan desakan yang merongrong hendak keluar dari perutnya. Ia tak tahan melihat darah uang berceceran di tembok. Ia nyaris jatuh, ketika sebuah angin aneh menahan tubuhnya untuk tetap berdiri. Sorot kecoklatannya berubah hitam.
'Itu pembalasan yang pantas untuk pembuli.'
Tak ada yang memperhatikan kalau dari arah bersebrangan, seorang lelaki menatapnya marah.
"Semuanya bubaar! Masuk ke kelas masing-masing." Teriak laki-laki berperawakan tinggi dengan suaranya yang berwibawa.
Seketika kerumunan membubarkan diri. Para dosen dan keamanan segera mengamankan tempat kejadian setelah semua mahasiswa memasuki kelasnya masing-masing. Suasana tegang menyelimuti kampus ini. Setelah lima belas tahun berdiri, baru kali ini ada mahasiswi bunuh diri di kampus.
Nina sedang melangkah menuju kelasnya ketika ada yang menarik tangannya ke samping gedung.
"Lepaskan! Hei..." Teriaknya marah.
Lelaki itu melepasnya. Sorot matanya menatap Nina marah.
"Aku melihatmu."
"Melihat apa?"
"Aku melihat warna matamu berubah. Iris matamu berwarna coklat kemudian berubah hitam pekat."
Nina kebingungan." Aku tidak memakai lensa kotak."
Laki-laki itu mencibir, tak percaya." Kau tidak bisa mengelak. Lihat saja, akan kubongkar kejahatanmu secepatnya."
"Kejahatan apa?"
"Kalau kau pembunuh kekasihku, Nita." Juno menyerahkan kertas di tangannya ke tangan Nita.
"Kertas ini dia tulis sesaat sebelum dia bunuh diri."
Juno pergi. Nina terkejut. Kertas apa? Buru-buru ia membuka kertas itu.
Gadis itu, aku melihat netra matanya berubah. Netra coklatnya berubah hitam seperti iblis. Siapa pun kau, aku takut padamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Kedua
HorrorBerawal dari perundungan yang dialaminya, membuatnya bertekad akan melakukan segala cara untuk membalas mereka. Nina si gadis satu kwintal, yang dibully karena tubuh suburnya. Tapi nekad menembak cowok populer di kelasnya. Sayangnya, ia ditolak dan...