Ciana, ia membersihkan seluruh bagian rumah besar tersebut. Ia tersenyum dan kembali membersihkan pojok kamar tamu. Ia keluar dan menutup pintu kamar tamu rapat-rapat.
Ia nerjalan di koridor lantai atas dan menatap bingkai foto diatas meja. Ia mengerutkan dahi.
"Siapa dia?" gumamnya mengangkat bingkai foto itu. Ia menatap gambar diri Ivan dengan seorang wanita muda yang sedang berpelukan. Lyla.
Ia mengusap kaca bingkai tersebut lalu meletakkannya kembali diatas meja. Ia berjalan turun kearah dapur untuk mencuci beberapa piring kotor yang ditinggalkan Ivan karena terburu-buru tadi pagi.
Ia mencucinya sampai bersih dan tersenyum tipis. Ia tak pernah hidup sedamai ini. Ia memejamkan matanya dan mengusap piring dan gelas dengan penuh kehati-hatian.
❏°༉⸙͎
Lelaki bertubuh tinggi itu memukul punggung gadis mungil itu dengan gesper. Netranya berkilat, menandakan amarahnya yang memuncak.
"Kamu." geramnya kembali memukulkan gesper itu di punggung si gadis hingga ia mengerang. Gadis mungil itu menangis. Ia merintih, meminta pertolongan.
"Kamu hanya diminta untuk melukis, apa tidak bisa?!" bentak lelaki tua itu sembari menghisap rokoknya yang tinggal sedikit. Ia berdecak. Menggulung gespernya, lalu keluar. Membanting pintu dengan kasar.
Ciana hanya bisa menangis. Ia bangun, berjalan tertatih-tatih keluar ruangan kerja ayahnya dan berjalan kearah kamarnya. Berharap ia akan dapat tidur dengan tenang.
"Ciana, cuci pakaiannya!" bentak seorang wanita tua yang sedang bertengkar dengan suaminya. Ciana menarik rambutnya dengan frustasi.
Ia menahan tangisnya dengan menggigit bibir bawahnya kuat dan berjalan dengan terhuyung turun ke lantai bawah.
Ia menyeret kakinya yang terasa perih untuk pergi ke dapur. Ia menatap wastafel yang penuh dengan tumpukan piring juga gelas kotor. Ia menghela nafas dan mulai mencucinya satu-persatu.
Tanpa ia sadari, seorang anak lelaki mendekatinya dari belakang dan menggoreskan ujung cutter yang tajam ke kulit kakinya yang terluka. Membuatnya menjerit dan menangis.
"Diam, brengsek!" bentak sang lelaki mulai terpancing emosi mendengar tangis Ciana. Ciana duduk dilantai dengan tubuh mungilnya yang bergetar hebat.
"M-maaf ayah... Maaf... Hng..."
❏°༉⸙͎
Ia menghela nafas. Menandakan dirinya yang mulai kelelahan. Ia merenggangkan otot-ototnya dan tersenyum lebar. Membuka pintu kulkas dan mencari makanan yang bisa ia makan.
Begitu banyak makanan yang bisa ia makan, membuatnya tersenyum dan mengambil satu snack dan memeluknya. Ia berjalan kearah sofa di depan ruang tengah dan duduk diatas sofa.
Tak pernah ia merasakan hidup se-merdeka ini.
Ia membuka bungkus snack tersebut dan mulai memakannya satu persatu. Ia menatap layar tv yang menampilkan acara komedi dan membuatnya beberapa kali tertawa.
Gadis manis itu merasa badannya mulai terasa lengket karena keringat. Membuatnya resah dan bangkit. Ia mematikan tv dan meletakkan bungkus snack diatas meja.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Girl
Teen Fiction"Kamu itu, gemesin. Daddy ngga bisa gini terus, daddy bisa gila kalau kamu gemesin begini. Kamu harus janji, jangan pernah berhubungan sama laki-laki brengsek. Paham?" - Alexander Ivan Rowland. "Daddy, k...