Ciana menatap bukunya dengan tatapan hampa. Ia merasa bosan karena tidak melakukan apapun disaat guru sedang mengadakan rapat mendadak.
Ia menatap keluar jendela. Barharap ada sesuatu yang dapat menghilangkan kebosanannya.
"Ciana, udah minum obat?" sahut Darrel membawakan sekantung obat dan meletakkannya keatas meja Ciana.
"Ah, terimakasih, kak!" jawab Ciana terkejut lalu merundukkan kepalanya. Darrel tersenyum dan mengusap kepala Ciana.
"Iya sama-sama," ujar lelaki jangkung itu. "Mau ke kantin bareng?"
Ciana mengangguk. Yah, perutnya terasa keroncongan sekarang. Tidak ada salahnya dengan ikut Darrel ke kantin, bukan? Toh, semua guru sedang mengadakan rapat.
"Mau apa? Biar Jordan yang beliin." tanya Darrel mengusap punuk kepala Ciana. Jordan mendelik kearah Darrel dengan tajam. Apa-apaan anak itu?!, batin Jordan dengan emosi.
Ia tersenyum tipis tatkala Ciana menatapnya penuh harap. Yah, mau bagaimana lagi? Ia juga sudah terlanjur menganggap Cana seperti adik kandungnya sendiri.
"Tunggu sana sama Darrel, nanti aku bawain ya." ujar lelaki manis itu tersenyum.
Ciana mengangguk nurut dan menatap Darrel. "Kemana, kak?"
Gadis itu memanggil mereka kakak karena merasa seperti mendapat keluarga baru yang membuatnya nyaman. Miris.
Darrel tersenyum. "Kamu maunya kemana?" ujarnya merengkuh pundak Ciana dan membawanya ke area kantin.
"umn, kesana aja!" senyumnya mengembang melihat tempat duduk yang kosong diantara kerumunan orang yang mengantri di kantin.
Darrel hanya mengikuti kemauan gadis manis di sampingnya ini dan menatap langkah kecil Ciana. Ia tersenyum tipis.
Ciana menatap kearah luar dengan senyum yang masih terpampang jelas di wajahnya.
"Kenapa senyum-senyum begitu?" Perkataan Darrel membuat Ciana menoleh lalu tersenyum.
"Um, nggapapa kok!" Jawabnya dengan cengiran di wajah manisnya.
"Nah, ini dia. Satu untuk tuan putri, dan satu untuk pembantunya." Ejek Jordan menatap remeh Darrel. Membuat Darrel ingin menonjok wajah tampan Jordan sesegera mungkin.
Ciana tertawa geli menatap tingkah kedua temannya yang menggelikan itu.
"Hai." sapa Irina, seorang gadis dengan paras cantik juga hidup 6ang terkenal di sosial media. Minusnya dari ia adalah, ia anak yang angkuh.
"Oh haiii!" jawab Ciana melambaikan tangannya ceria, ia menatap Jordan yang terlihat seperti menyukai Irina. Ciana mengerutkan keningnya, bingung.
"Jordan, pipi kamu kenapa... kok merah... kamu suka ya sama dia?"
Ucapan Ciana sukses membuat lingjungan sekitarnya menoleh kearah Jordan juga Irina yang sama-sama shy shy cat.
Berbeda dengan Ciana, Ivan hanya berdecak kesal tatkala dosennya memberikan tugas makalah untuk mahasiswa-mahasiswinya.
"Cia belum pulang, ya?" gumam Ivan menatap jam tangannya. Ia berdiri lalu menghampiri Gerkas, teman masa kecilnya yang menunggu Ivan diambang pintu kelas.
"Cepat sedikit, sialan!" Umpat Gerkas yang membuat Ivan berlari mengejarnya lalu meninju pelan kepala Gerkas dari belakang sampai tertawa.
.....
"Oh, daddy lagi ada tugas ya sama teman-teman daddy?"
"Yaudah deh, aku pulang sendiri aja naik bus, daddy."
"Masih kok, masih ada uangnya!"
"Oke see ya, daddy! I love you!"
Ciana menutup telepon di ponselnya dan berjalan kearah halte sekolah. Ia menggoyangkan kepalanya pelan, bernyanyi kecil dengan senyumnya yang mengembang.
"Sendirian aja?"
"Pulang sama saya, yuk?"
Ah, perkataan lelaki-lelaki hidung belang itu membuatnya bergidik ngeri hingga saat bus tiba ia berlari langsung masuk tanpa peduli sekitar lagi.
Ia menatap jalanan yang cukup ramai. Ciana masih tersenyum lalu kembali bernyanyi kecil di tengah keadaan bus yang tidak terlalu berisik.
Matanya membulat saat melihat mobil yang sangat ia kenali itu berhenti di depan toko kue.
"L-loh... Siapa perempuan itu..."
.....
Ivan beranjak keluar dari mobilnya dan membuka-kan pintu untuk Lyla. Gadis itu terkekeh pelan lalu mengecup pipi Ivan dan berlari masuk ke toko kue langganannya.
Ivan mendelik kearah bus yang berjalan disamping mobilnya. Ia mersa seperti diperhatikan, namun ia menggelengkan kepalanya. Mungkin itu cuma perasaannya saja.
.....
Ciana berjalan dengan lesu ke dalam rumah. Wajahnya memerah, ia mengusap matanya beberapa kali.
"H-Hiks... Hiks..." isaknya membuka pintu kamar dan duduk diatas ranjang king size-nya. Ia menangis berteriak histeris karena kesal melihat Ivan berjalan dengan perempuan lain, Lyla.
Ia menggelengkan pelan kepalanya. Terkadang ia menepuk-nepuk kepalanya.
"Jangan kambuh, jangan kambuh!" isaknya kembali memukul kepalanya yang hanya akan membuatnya pusing.
Sekejap matanya terasa perih, ia mengusap matanya dan mencoba tenang.
"D-Daddy , Daddy dimana..." ucapnya setengah sadar dan memejamkan matanya diatas kasur.
.....
Ivan melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Ia melepaskan sepatu hitamnya juga melemparkan tas miliknya ke atas sofa.
"Cia? Ciana. Daddy's home, sweetie." panggil Ivan memanggil Ciana. Ia mengerutkan keningnya. Tidak mungkin Ciana belum pulang hingga waktu malam.
Lelaki tampan itu mengetuk pintu kamar mandi, menengok ke dapur, hingga melihat ke taman belakang. Namun, hasilnya nihil. Ciana tidak ada.
"Ciana, ini nggak lucu, sayang. Kamu dimana?" teriaknya panik dan membuka pintu kamar Ciana.
Matanya membulat sempurna saat melihat Ciana terkulai lemas diatas kasur dengan mata yang membengkak, juga hidung dan pipi yang memerah.
"Ciana? Ciana, are you okay? Baby, come on. It's not funny, sweetheart." Decak Ivan mengangkat badan Ciana hingga membuat badannya tidur dengan posisi yang benar.
Ivan meletakkan telapak tangannya ke kening Ciana. Panas. Ivan menghela nafas lega. "Demam, rupanya."
Lelaki itu mengerutkan keningnya saat melihat bungkusan obat di atas kasur Ciana. "Obat apa itu?" gumamnya menatap bungkusan obat yang tidak ada labelnya itu.
"Obat pereda nyeri tamu bulanan-nya kah?" pikirnya meletakkan obat berbentuk pil putih itu keatas meja tidur Ciana.
Ia bangkit dan menyelimuti gadis kecilnya itu, lalu mengecup keningnya. Tak lupa ia memberikan air hangat juga obat demam diatas meja tidur Ciana.
"Tidur nyenyak, sayang. Daddy loves you." senyum Ivan mengusap kepala Ciana dan bangkit, pergi meninggalkan Ciana dikamarnya.
"You are liar, daddy..."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Girl
Teen Fiction"Kamu itu, gemesin. Daddy ngga bisa gini terus, daddy bisa gila kalau kamu gemesin begini. Kamu harus janji, jangan pernah berhubungan sama laki-laki brengsek. Paham?" - Alexander Ivan Rowland. "Daddy, k...