Tok.... Tok...
"Ciana, buka pintunya. Ayo sarapan dulu." Ivan mengetuk pintu kamar yang berwarna cokelat tua tersebut dengan sabar. Ia menghela nafasnya.
"Ciana, belum bangun?" Panggilnya berusaha membuka kenop pintu. Ia berdecih pelan.
"Ciana, susu hangatmu nanti dingin. Kamu mau?" Tegur Ivan membenturkan keningnya dengan pelan beberapa kali ke pintu.
Ciana, gadis manis itu mengerucutkan bibirnya di balik selimut. Bergeming tanpa memerdulikan Ivan yang sedang uring-uringan di depan pintu kamar untuk menunggunya keluar.
"Ciana, daddy tinggal keluar kota ya? Ciana sen—"
Ceklek...
"Kenapa, daddy?" tanya Ciana berpura-pura untuk menguap dan mengucek matanya perlahan.
"Akhirnya. Kamu kenapa? Sakit? Atau lagi datang bulan? Coba jawab daddy." Tanya Ivan dengan beberapa pertanyaan yang tak henti-hentinya keluar dari mulutnya. Ia memegang kedua pundak Ciana dan mengguncangkan badan Ciana pelan.
"Aku.... Ngantuk, daddy." Jawab Ciana singkat dan kembali masuk ke kamarnya. Ivan mengernyitkan keningnya.
"Kamu kenapa?" Tanya Ivan mengulurkan jari telunjuknya ke punggung Ciana. Membuat gadis itu berteriak geli.
"Nggapapa, dad!" Jawab Ciana menepis tangan Ivan dengan kasar. Ivan kembali menghela nafas.
"Oke, terserah kamu, sayang." Dengusnya berjalan keluar sembari menutup pintu kamar. Ciana menggerutu kesal. Bahkan step-dad nya ini tidak peduli saat ia sedang marah.
Ia menghentak-hentakkan kakinya pelan ke lantai. Melirik sekilas ke arah pintu berharap agar Ivan kembali untuk merayunya supaya makan bersamanya. Benar saja, Ivan kembali membawa mangkuk sup juga susu hangat untuknya.
Ciana tersenyum tipis, namun ia menahan senyumnya tersebut mengingat kejadian kemarin. Oh god, Ciana sangat benci saat melihat Ivan bersama Lyla kemarin.
"Hey, princess. Morn sick, huh?" tanya Ivan menyuapi Ciana perlahan. Ciana tidak menjawab, hanya menatap Ivan dengan datar.
"Sweetie. Attitude, please? If someone raise a question to youㅡ"
"You must respond that question." potong Ciana dengan santainya. Ivan kembali menghela nafasnya. Kenapa dengan gadis cantiknya ini.
"Ciana."
"Daddy."
"Kamu kenapa hm? Ayo cerita ke daddy." Ujar Ivan meletakkan mangkuk sup diatas meja tidur Ciana dan memeluk Ciana sembari memangkunya.
"Kenapa sama anak daddy yang cantik ini hm?" Senyum Ivan mengecupi pipi Ciana dan menggelitik pinggangnya. Membuat Ciana tertawa lepas. Sejenak ia melupakan kekesalannya karena jari-jari Ivan yang terus menggelitikinya.
"Dad. Do you love me?" tanya Ciana masih dengan senyum yang mengembang di wajahnya akibat masih merasa geli dipinggangnya.
"Sure, baby. Why you ask me that question?" Tanya Ivan mengerutkan keningnya lalu mengecup hidung Ciana.
"Em, nothing, dad." jawab Ciana menggelengkan kepalanya. Sedikit muncul rasa senang di hatinya karena melihat perlakuan Ivan kepadanya.
"Dad."
"Huh?"
Ciana menggumam pelan. Merasa ragu untuk menanyakan perihal kemarin kepada Ivan. Ia menggeleng pelan lalu bangkit berlari ke kamar mandi untuk membasuh badannya.
Ivan menghembuskan pelan nafas lalu tersenyum tipis. "Dia kenapa?" gumamnya mengusak pelan rambutnya.
☆★☆★
Ciana menghela nafasnya di bawah aliran air yang membasahi badannya. Rasanya sakit melihat ayah yang ia cintai bermesraan dengan orang lain. Tetesan air dingin yang membuat tubuhnya menggigil itu membuatnya tersadar dan menggelengkan kepalanya pelan.
Ua menyudahi kegiatan mandi-nya dan segera bersiap keluar kamar. tali Bathrobe putih yang ia gunakan diikatkan di pinggangnya agar tidak terlepas dari tubuhnya.
Ia membuka kenop pintu kamar mandi dan terkejut melihat Uvan yang masih bergeming di dalam kamarnya.
"DADDY KELUAR!" teriaknya kaget sembari melempari Ivan dengan sandal kamarnya. Membuat Ivan yang sedang melamun tersadar dan menatap Ciana kaget.
"KENAPA KAMU CUMA PAKAI BATHROBE?" tanya Ivan terkejut dan menatap sandal yang dilemparkan oleh Ciana.
"DADDY KENAPA? AKU HABIS MANDI NGGA MUNGKIN AKU LANGSUNG PAKAI GAUN! AYO KELUAR DADDY!" pekik Ciana kembali melemparkan sandalnya yang tersisa sebelah kanan itu kearah Ivan.
Ivan menggelengkan kepalanya cepat dan buru-buru keluar dari kamar. Lamunannya akan sifat Ciana hari ini membuatnya tidak fokus.
Ciana menghela nafas dan mengunci pintu kamarnya. Ia menatap langit-langit kamarnya dan membuka pintu lemari besar tempat pakaian-pakaian bagusnya diletakkan.
"Ciana, kamu lihat daddy kemarin diluar universitas?" tanya Ivan dari luar kamar. Ciana menghela nafasnya pelan dan memakai pakaiannya secara perlahan.
"Iya, daddy." jawabnya datar dan mengeringkan rambytnya menggunakan hairdryer.
"Dimana?" tanya Ivan turun dari lantau dua menuju kearah ruang tengah di rumah besar tersebut. Ciana membuka kunci pintu kamar dan menatap Ivan dari ambang pintu kamarnya.
"Sini, daddy rapihin rambut kamu." Ujar Ivan duduk di sofa mewah tersebut dan menghidupkan tv dengan layar yang besar tersebut dengan menjentikkan jarinya.
Ciana meremat pelan sisir yang ia pegang dan turun kearah Ivan berada. Ia berdiri dengan canggung disamping sofa yang di duduki Ivan dan mengerucutkan bibirnya.
Merasa gemas,Ivan langsung mengangkat tubug Ciana untuk duduk di pangkuannya dan ia segera menyisir rambut halus nan tebal yang Ciana miliki.
"Dia siapa, dad?" tanya Ciana memainkan jari jemarinya perlahan.
"Siapa?"
"Itu... Yang sama daddy di toko kue.." jawab Ciana merunduk dan sedikit menggigit bibirnya.
Ah, Ivan tau sekaeang mengapa sikap Ciana begitu aneh hari ini. Ivan tersenyum dan kembali menyisir rambut Ciana. "Dia pacar daddy." jawab Ivan dan membuat Ciana terbelalak kaget.
Ciana menoleh dan menatap kecewa Ivan dengan pipinya yang sedikit menggembung itu.
"Kamu cemburu, sayang?" rmtanya Ivan menatap Ciana dalam dan mengecup pipi gadis mungil kesayangannya itu.
"Iya." jawab Ciana lagi-lagi dengan nada datar.
"Daddy minta maaf ya. Jangan marah lagi." Ujar Ivan. Lelaki tampan itu mengusap kepala Ciana dan mengecup lembut pucuk kepalanya.
"Daddy sayang kamu. Kamu jangan cemburu-cemburu gitu ya? Daddy cuma sayang kamu." Bisik Ivan mengecup daun telinga Ciana,membuat Ciana menahan geli dan menganggukkan kepalanya pelan.
"Daddy... Janji Daddy cuma sayang sama Ciana?" tanya Ciana menggumam oelan dan menatap Ivan penuh harap.
"Janji."
"Uh, pinky promise!" rengek Ciana mengulurkan jari kelingking mungilnya kearah Ivan yang ia punggungi tersebut sembari tersenyum kecil.
"Pinky promise, my little one."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Girl
Teen Fiction"Kamu itu, gemesin. Daddy ngga bisa gini terus, daddy bisa gila kalau kamu gemesin begini. Kamu harus janji, jangan pernah berhubungan sama laki-laki brengsek. Paham?" - Alexander Ivan Rowland. "Daddy, k...