-', SEVEN

2.9K 191 2
                                    

Sesuatu yang berbunyi itu membuat wajah tampan Ivan menoleh dari layar laptopnya, mencari sumber suara.

Gadis manis-nya, Ciana, sedang dusuk diatas kasur dan menggambar dengan jari-jari kecilnya itu. Ivan menatap Ciana dan menyipitkan matanya.

"Ciana, kamu dengar bunyi?" tanya Ivan meluruskan kaki panjangnya yang pegal karena terlalu lama menekuknya.

"Ung, bunyi apa dad?" tanya Ciana menghentikan aktivitasnya sejenak dan menatap Ivan lekat. Ivan mengerutkan keningnya.

Ia berdiri dan duduk di dekat Ciana. Dokus mendengarkan suara-suara kecil yang ia tangkap.

"Daddy Ciana buat—"

"Stttt!" potong Ivan menutup mulut Ciana dengan tangan besarnya dan menoleh kesegala penjuru arah di kamar.

"Hmph!" protes Ciana tertahan dan seketika menggembungkan pipinya, kesal.

Ivan melepas tangannya dari mulut Ciana dan tertawa.

"Sebentar sayang. Kamu dengar ngga?" tanya Ivan menatap Ciana serius.

Gadis cantik dengan pipi menggembung itu mengerutkan dahinya. Bingung. Ia menggrleng pelan dan mengambil pensilnya kembali.

"Ngga ada suara apa-apa, dad—"

"Ada." jawab Ivan kembali memotong omongan Ciana dan membuat Ciana kesal. Ia lagi-lagi menggembungkan pipinya dan mengerucutkan bibirnya. Marah.

"S-sana daddy!" ucap Ciana kesal dan kembali menggambar diatas buku kecil yang Ivan berikan saat itu.

Ivan menatap Ciana dan mengusap punggungnya.

"Baby?"

"Apa, daddy?" tanya Ciana menoleh kearahnya dan masih menggembungkan pipinya. Ia menatap Ivan lama.

Mungkin pipinya pegal, ia tidak lagi menggembungkan pipinya dan hanya mengerucutkan bibir mungilnya.

"Kamu lapar?"

"Ngga lapar..." jawab Ciana menggeleng pelan dan tersenyum tipis. Ia menguncir rambutnya dengan karet berbulu berwarna pink itu.

"Tapi suaranya dari perut kamu."

Ciana menunduk. Wajahnya bersemu merah. Malu. Ia menggigit bibirnya sedikit dan menggembungkan pipinya untuk kesekian kalinya.

"Ca-cing jangan bersuara harusnya!" desisnya memukul-mukul pelan perutnya sendiri.

Ivan tertawa. Ia mengangkat Ciana dengan tangan besarnya itu kepelukannya. Ia mengecupi kepala gadis cantik itu dan mengusap perut Ciana.

"Cia mau makan apa?" ucapnya mencium pipi Ciana. Membuat Ciana tertawa geli. Ia menyayangi daddy-nya ini.

Ciana menggeleng kuat. Ia belum mau makan.

"Ayo makan, perutnya udah teriak." titah Ivan berdiri dan mengangkat Ciana ke gendongannya yang hangat. Ia mengusap punggung Ciana dan menciumi pipinya.

"Na-nanti!" jerit Ciana meronta. Ia menatap Ivan dengan penuh harap dan menggeleng pelan.

"Cia mau apa? Kasian perutnya." jawab Ivanemeluk Ciana erat dan membawanya keluar kamar.

Ia membuka pintu kamar dengan sikunya dan menarik gagang pintu berwarna emas itu. Ia berjalan dengan langkah tegap ke satu-persatu anak tangga.

"Ma-mau nonton tv..." jawab Ciana menunduk di pundak Ivan dan meremas kemeja biru tua mahal milik Ivan itu. Ivan tersenyum dan mengecup kening Ciana.

"Habis itu makan ya?"

❏°༉⸙͎

Ivan memangku Ciana yang sedari tadi gelisah menatap layar lebar tv di hadapannya tersebut. Ivan memainkan rambut halus Ciana dengan jari-jari panjang dan kokohnya itu.

The Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang