TIGA BELAS

111 7 4
                                    

3 bulan berlalu.

Sastra masih tetap kuliah. Namun ditambah dengan bekerja. Dia lelah. Namun tak dihiraukannya demi istri dan anaknya. Ya, Sastra telah menikah. Sekarang mereka tinggal disebuah kontrakan kecil. Semakin hari Kamila semakin berulah. Mungkin hormon kehamilan yg membuatnya selalu marah jika keinginan "ngidamnya" tak terenuhi. Ada saja barang yg dia pecahkan. Sastra hanya berusaha sabar. Walaupun kadang dia kelepasan seperti sekarang.

"Sas aku nggak mau tahu, aku mau anting itu Sas! Anting yg kita lihat di mall. Belikan ya Sas? Ini mau anak kita."
"Mila, kamu tahu kan harga anting itu berapa? Bahkan gajiku sebagai freelance dan waiters nggak akan cukup membelinya. Katanya kamu mau melahirkan di rumah sakit yg bagus? Jadi tahan dulu ya?"
"Nggak! Pokoknya aku mau sekarang!"
"KAMILA! KENAPA KAMU NGGAK BISA MENGERTI HUH! AKU BUKAN SASTRA YG DULU, MAU MINTA APAPUN TINGGAL TUNJUK! AKU SEKARANG NGGAK PUNYA APAPUN! BERHENTI MEMINTA SESUATU YG TAK BISA AKU LAKUKAN!"
"INI BUKAN MAUKU SAS! ANAK KITA YG MAU! AKU BISA APA! LAGIPULA KENAPA KAMU TIDAK MEMOHON SAJA KEPADA ORANG TUAMU! MEREPOTKAN!"
"MENURUTMU SEMUA INI GARA-GARA SIAPA HUH!"
"Sastra?" Lirih Kamila.

DEG!

Sastra mengacak rambutnya frustasi. Sastra kelepasan. Dia menyesal tak bisa menahan emosinya. Dia melihat Kamila yg menunduk. Dia berjalan menghampiri Kamila. Sastra memeluknya. Membisikkan beribu kata maaf.

🌹🌹🌹

Ganis sedang berdiri diruang dekan. Dia tak tenang. Terlihat Ganis saat ini asyik menggigit kukunya. Tak lama seorang keluar dari ruangan itu. Ganis yg setengah melamun pun terkejut.

"Astaga Rengganis, bikin saya kaget saja? Ada apa?"
"Maaf pak, saya tidak bermaksud. Hmm Saya mau menanyakan soal beasiswa itu pak?"
"Ah itu. Baik silahkan masuk Rengganis."
"Terimakasih pak."
"Silahkan duduk."

Ganis pun duduk. Dia mencoba tenang.

"Sebelumnya saya mau tanya alasan kamu mengambil beasiswa itu Rengganis?"
"Saya hanya ingin mencari ilmu ditempat lain pak."

Sang dekan mengernyit bingung.

"Maksud saya, apakah saya salah untuk mencari ilmu ditempat lain? Apalagi disana juga terkenal dengan fakultas kedokteran terbaik nomor 2 di Indonesia. Bukan disini tidak bagus pak, disini bagus. Namun saya hanya ingin menimba ilmu ditempat itu." Ucapnya hati-hati.
"Saya senang ada mahasiswa seperti kamu ini Rengganis. Ibaratnya kamu nggak mau menyia-nyiakan kesempatan."
"Jadi bagaimana pak?"
"Saya sudah membaca hasilnya. Selamat, kamu lolos. Semester depan kamu bisa melanjutkan studi mu disana. Sekali lagi saya ucapkan selamat dan sukses ditempat baru. Ya walaupun saya sedikit keberatan. Bagaimana tidak, saya akan kehilangan mahasiswa favorit saya, primadona fakultas kedokteran." Ucapnya sambil terkekeh.
"Ah bapak, saya jadi malu. Sekali lagi terimakasih pak. Kalau begitu saya permisi pak."

Sang dekan juga ikut berdiri. Diambang pintu sekali lagi pak dekan menjabat tangan Ganis dan mengucapkan selamat. Sastra melihat itu semua.

"Ganis?"

Ganis menoleh. Sejak saat itu hubungan mereka tak seperti dulu, ada jarak tak kasat mata disana. Ditambah dengan berita jika Sastra telah menghamili seseorang dan telah menikah sudah menyebar seanteru kampus. Jelas Ganis, menjauh. Bukan karena apa yg dilakukan Sastra, namun karena hati Ganis yg sudah hancur tak bersisa. Maka Ganis memilih menjauh, jika tidak dia akan semakin sakit.

"Kamu apa kabar?"
"Aku baik Sas. Kamu? Oh iya, selamat atas pernikahanmu? Kenapa tidak mengundangku?"

Sastra bingung harus menjawab apa. Kenapa tak mengundang? Sastra tak ingin melukai Ganis.

JOGJA ITU... ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang