Terdengar suara tepuk tangan yang mengisi satu auditorium tepat setelah nama wisudawan terbaik tahun ini disebut. Laki-laki berbadan tinggi sekitar seratus delapan puluh lima sentimeter terlihat berjalan menuju panggung. Ia melangkahkan kakinya untuk naik dan berdiri di tengah sana untuk memberikan pidatonya. Hampir seluruh mata yang berada dalam ruangan tersebut tertuju pada dirinya yang berdiri dengan tegap dan terlihat sangat gagah.
"Selamat siang untuk teman-teman wisudawan, para dosen, dan Prof. Makmur Kencoro, S.E., M.A., Ph.D selaku rektor universitas beserta jajarannya. Terima kasih atas kesempatan dan waktu yang diberikan untuk saya. Tidak banyak yang dapat saya sampaikan, mengingat teman-teman wisudawan juga pasti lebih menanti saat untuk berfoto di luar auditorium ini."
Ia memberikan jeda terhadap ucapannya yang mengundang tawa oleh wisudawan yang lain. Gasendra Nagata Aksa yang tengah berdiri di atas panggung terlihat mengembangkan senyumnya dan kembali melanjutkan pidatonya.
"Pada kesempatan kali ini, saya hanya akan menyampaikan sedikit hal sebagai seorang individu yang baru saja mendapat gelar sarjananya. Selepas ini, saya dan teman-teman akan kembali melanjutkan perjalanan. Saya hanya ingin mengucapkan, selamat dan semangat untuk berproses. Sebagai manusia, saya rasa kami sebagai wisudawan masih memiliki perjalanan panjang. Bukan hanya untuk mengejar karir atau pendidikan selanjutnya, tapi juga untuk menjadi pribadi yang lebih baik."
Regina Paramitha, Ibu dari Aksa tersenyum dengan bangga memandang putranya. Perempuan berusia hampir 50 tahun itu sangat mengenal anaknya. Sejak kecil, Aksa sangat ambisius hampir di segala aspek kehidupannya, tidak terkecuali pendidikan. Sifatnya ini terus berlanjut hingga memasuki bangku perkuliahan. Putranya berhasil menjadi Ketua BEM tingkat universitas, mengikuti berbagai perlombaan, hingga menjadi perwakilan mahasiswa berprestasi dari fakultasnya.
"Bunda, this is for you. I love you and thank you for loving me. I'm so proud to be your son. Terima kasih banyak atas segala bimbingan dan kasih sayang dari Bunda. And last but not least, teruntuk perempuan selanjutnya yang juga saya cintai...."
Ucapan Aksa kini membuat banyak mata tertuju pada seorang perempuan yang juga duduk di tengah wisudawan yang lain. Rambutnya disanggul dengan rapi dan sederhana membuat lengkuk lehernya terlihat dengan sempurna. Kedua ujung bibirnya kini membentuk sebuah senyuman. Matanya tertuju pada laki-laki yang masih berdiri di atas punggung. Meskipun jarak keduanya berjauhan, ia dapat meyakini bahwa netra laki-laki itu juga tertuju padanya.
"In a short time you taught me how to love and feel loved. Melalui cara paling sederhana, nyaman, dan tentunya sesuai dengan porsi yang aku butuhkan. I'm looking forward for another journey and achievement with you."
Perempuan yang dimaksudkan Aksa dalam pidatonya kembali tersenyum. Pipinya terlihat merah merona. Ia menyukai bagaimana Aksa selalu berhasil membuatnya merasa begitu dicintai. Melalui sikapnya yang selalu hangat dan setiap ucapannya yang begitu nyaman untuk didengar, serta diterimanya. Setidaknya, Aksa membuatnya merasa hidup.
"Thank you. I love you, my one and only. Hopefully you will be my last destination, Denallie Tarani Kaisha." Aksa menutup pidatonya.