Terhitung sudah empat hari sejak Kaisha kembali menginjakan kakinya di Singapura. Hari setelah ia bertikai dengan ayahnya, Kaisha sama sekali tidak meninggalkan rumah sakit lagi. Perempuan itu memilih untuk menjaga ibunya, tanpa pernah bersedia untuk pulang ke rumah bersama ayahnya. Pagi ini, setelah memastikan kondisi ibunya membaik atas penjelasan dokter yang berkunjung Kaisha memutuskan untuk pergi ke taman rumah sakit. Dirinya terlihat mengenakan dress panjang bewarna putih, tanpa lengan dilengkapi dengan sneakers bewarna senada. Kaisha duduk dengan segelas kopi di sampingnya yang ia beli sebelum pergi ke taman dan terlihat tengah membaca sebuah buku. Sudah hampir dua jam netranya hanya terfokus pada bacaan yang ada di pangkuannya, sampai seseorang datang dan duduk di sebelahnya.
Kaisha menolehkan kepalanya dan menutup bukunya. Menatap perempuan yang mengenakan setelan pakaian kantor bewarna navy dilengkapi dengan heels tinggi. Perempuan yang sebenarnya sangat dikagumi oleh Kaisha, tentunya setelah ibunya sendiri. Kaisha kemudian bertanya, "Tante, baru sampai?"
"Sudah dari satu jam yang lalu. Kamu di sini dari tadi?"
"Iya," jawab Kaisha seadanya. Eva yang tengah duduk di samping Kaisha melempar pandangannya lurus ke depan. Membuat Kaisha yang mulanya menatap dirinya kemudian memilih untuk melakukan hal sama dengan perempuan di sampingnya. Selama ini, Eva yang paling banyak membantu dirinya dan ibunya. Meskipun Eva sebetulnya adalah adik kandung dari ayahnya. Namun, itu sama sekali tidak membuat Eva kemudian membenarkan tindakan yang dilakukan kakaknya terhadap istri dan juga anaknya. "Kamu berencana buat balik ke Jakarta kapan, Key?"
"Mungkin lusa, Tante. Supaya hari Minggu aku bisa istirahat karena Senin masih ada kelas."
Jawaban dari keponakan perempuannya membuat Eva memangutkan kepalanya. Ia kemudian menyesap kopi panas yang dibawanya sejak tadi, sebelum kembali berkata, "Key, I'm sorry for what happened to you."
"Maksudnya, Tante?" Kaisha sama sekali tidak mengerti dengan permintaan maaf yang baru saja dilontarkan oleh tantenya. Membuat perempuan itu kembali menatap Eva yang masih duduk di sampingnya, "Minta maaf untuk apa?"
"Karena Kak Alex sudah menampar kamu," kini Eva memalingkan pandangannya untuk membalas tatapan Kaisha.
"Tante, you don't have to be sorry about it. It's not your fault at all. Lagian, bukan pertama kalinya Papa kayak gitu sama aku. Jangan minta maaf, ya?"
Eva meletakan kopi yang dibawanya, sedikit memutar tubuhnya untuk bisa meraih tangan Kaisha. Ia menggenggam tangan keponakannya yang sudah tidak lagi mungil seperti dulu, Kaisha sudah tumbuh menjadi perempuan dewasa. Perempuan itu kemudian menatap hangat Kaisha dan berkata, "Sebisa mungkin Tante akan jagain Mama kamu di sini. Kalau ada di Jakarta bisa membuat kamu merasa lebih baik, it's okay. Just stay there. Tapi, kalau nyatanya Jakarta mengingatkan kamu atas luka yang lain, kamu juga bisa pergi ke tempat lain."
"Tante, I'm okay. Mau Key pindah sampai ke ujung dunia, segala masa lalu juga gak bakalan hilang gitu aja. Jangan khawatir, aku sekarang sudah jauh lebih baik." Kaisha mencoba menenangkan Eva dengan memberikan senyuman padanya.
"Can you promise me one thing?"
"What is it?"
"Don't blame yourself for everything. Dan jangan pernah berpikir kalau kamu akan menjadi beban untuk orang lain."
Tenggorokan Kaisha terasa mencekat dan kering seketika karena ucapan dari tantenya. Tidak tahu sudah berapa kali ia menyalahkan dirinya sendiri akan berbagai hal. Berapa malam ia berpikir bahwa dirinya hanya menjadi beban untuk orang sekitarnya. Kaisha dengan berat hati menganggukan kepalanya, "Iya. Tante juga jangan khawatir berlebih sama aku."