Tidak ada yang menyenangkan dari penerbangan karena kabar buruk. Mungkin untuk sebagian dari mereka yang melakukannya karena pekerjaan masih bisa menjadikan penerbangan sebagai waktu mereka untuk beristirahat. Meskipun setelah pesawat mendarat, mereka mungkin akan disambut dengan segudang ataupun tumpukan pekerjaan. Namun, setidaknya memang itu yang selama ini dikerjakan. Berbeda dengan penerbangan karena sebuah kabar buruk, rasanya untuk tidur pun akan sulit. Perasaan terus merasa tidak tenang, berharap pesawat untuk lekas mendarat. Itu yang sedang dirasakan oleh Kaisha.
Kedua telinganya telah terbungkam dari suara luar karena sebuah earphone yang sudah dikenakannya. Namun, Kaisha sama sekali tidak mendengarkan lagu yang sedang berputar melalui ponselnya. Matanya terpejam berpura-pura tidur, berupaya menghindari penumpang sebelah yang sejak kehadirannya terus mengajaknya berbicara. Dia bukan membenci orang asing, tapi saat ini ia hanya berusaha untuk membuat dirinya tetap tenang.
Entah sudah berapa kali Kaisha melihat jam yang dikenakan di pergelangan tangan kirinya sejak pesawat lepas landas. Hingga akhirnya terdengar suara yang memberikan informasi bahwa pesawat akan segera mendarat di Bandara Internasional Changi Singapura pukul sepuluh waktu Singapura. Kaisha meyakini bahwa ibunya masih berada dalam ruang operasi saat ini. Sepenuhnya juga dirinya sadar bahwa secepat apa pun upayanya untuk sampai di rumah sakit saat ini tidak akan membuatnya dapat langsung bertemu dengan ibunya. Namun, pikirannya berbanding terbalik dengan tindakan yang dilakukannya. Tepat ketika pesawat mendarat, bersama dengan beberapa penumpang lain Kaisha langsung berdiri dari kursinya seolah-olah tengah dikejar oleh waktu.
Ada hari di mana segala sesuatu seperti tidak berpihak pada kita. Mungkin kalimat itu yang dapat mendeskripsikan Kaisha hari ini. Tidak seperti biasanya, sulit baginya untuk mendapatkan taksi. Membuatnya merasa semakin resah. Namun, ada saat ketika semesta masih berupaya menyelipkan sebuah kebaikan dari segala kekacauan di suatu sudut. Saat itu, Aksa menyadari Kaisha yang terlihat sibuk dengan ponselnya dan bertanya, "Mau ke mana?"
"Gleneagles," balas Kaisha singkat setelah ia menatapnya sekilas.
"Kalau keburu-buru mau bareng sama gue? Rumah gue di sini searah sama Gleneagles. Sopir gue juga udah di sini."
Kaisha menggelengkan kepalanya, "No, thanks."
"Gue temennya Gian kalau penolakan lo karena baru tahu gue sekarang. Gyanindra Nayaka Putra, temen lo. Tanya aja dia kenal atau gak sama Aksa." Aksa menjelaskan pada Kaisha dan berhasil mendapat perhatian perempuan itu. Kaisha menatapnya, berpikir untuk beberapa saat dengan raut wajahnya yang terlihat ragu. Pada saat itu mobil Aksa yang dikendarai oleh sopirnya telah sampai di hadapannya, tidak lama seorang pria berumur lebih tua darinya turun dari sana. Aksa menganggukan kepalanya, membiarkan pria itu membawa koper beserta barang bawaannya yang lain. Laki-laki itu dengan sabar kembali bertanya, "Gimana?"
"Boleh?"
"Gue yang nawarin lo," jawab Aksa tenang. Kaisha kemudian menganggukan kepalanya yang berarti menerima penawaran dari laki-laki di hadapannya. Aksa tanpa berbicara kembali kemudian membantu Kaisha untuk membawa kopernya, sebelum ia membiarkan sopirnya untuk memasukan benda yang dibawanya ke bagasi mobil. Keduanya kemudian memasuki mobil, Kaisha masih tidak banyak berbicara dan hanya menatap keluar jendela. Aksa tahu perempuan di sampingnya tengah merasa khawatir. Ia berasumsi bukan karena tujuan Kaisha adalah rumah sakit, itu salah satunya, tapi sikapnya. Perempuan di sampingnya tidak berhenti memainkan kukunya, sampai ia terlihat sedikit tersentak karena jarinya yang berdarah.
"Ada pleseter buat luka gak?"
Pertanyaan Aksa membuat Kaisha memalingkan pandangannya pada laki-laki di sampingnya sesaat dan menggelengkan kepalanya. Sebelum netranya kembali fokus pada jalanan, selagi ia menghisap jarinya yang berdarah. Aksa sedikit menundukan tubuhnya untuk meraih sebuah kotak di bawah kursinya, mengeluarkan sebuah pleseter dari sana. Ia mengulurkan tangannya kembali membuat Kaisha menatap plester itu. Kaisha kemudian mengambilnya dan berkata, "Thank you."