RE-WRITE - Bab 3

2.9K 226 0
                                    

"Mas, kamu pulang hari ini? Rapat BEM-nya belum selesai?"

Gian berjalan keluar dan menutup pintu kamar Kaisha dengan hati-hati, memastikan bahwa dirinya tidak menimbulkan suara. Selagi berjalan menuju sofa, Gian menjawab pertanyaan ibunya yang melalui panggilan telpon, "Nggak, Bun. Aku tidur di tempat Key."

"Dia kambuh lagi?" tanya ibunya yang sedikit tahu mengenai kondisi teman perempuan Gian.

"Iya, Bun. Tapi, sekarang udah membaik kok. Bunda tidur lagi aja, besok aku pulang kok."

"Iya, Mas. Tidur sana dulu juga gak masalah, ditemenin Key sampai dia membaik. Salam ya dari Bunda."

"Nanti aku bilang ke Key, anaknya udah tidur," ujar Gian.

"Ya sudah. Hati-hati ya, Mas." Gian bergumam sebagai tanda ia mengerti dan mengiyakan ucapan ibunya sebelum panggilan keduanya berakhir. Laki-laki itu meletakan ponselnya pada meja yang ada di hadapannya. Ia kemudian memposisikan dirinya untuk dapat berbaring di sofa, menjadikan satu lengannya sebagai bantalan kepalanya. Pandangannya melayang bebas ke langit-langit ruang apartemen yang hanya terdapat sebuah lampu kristal gantung yang tidak menyala. Ruang tengah apartemen Kaisha sudah gelap, Gian memilih untuk tidak menyalakan lampu apa pun. Dirinya mendapat pencahayaan hanya dari cahaya dari bulan yang malam ini cukup terang. Menembus tirai panjang yang menutupi jendela apartemen milik Kaisha.

Ia setengah terbangun untuk kembali meraih ponselnya, membuka sebuah folder yang disimpannya di Google Drive. Matanya fokus memperhatikan setiap foto yang tertera melalui layar ponselnya. Sesekali ia setengah tersenyum setiap pikirannya membawanya kembali pada masa tersebut. Bohong jika Gian tidak merindukannya, terlebih ketika kondisi Kaisha tidak seburuk saat ini. Laki-laki itu menghela napasnya kembali, menutup matanya hingga terlelap.

Gian terlelap dalam waktu yang cukup singkat, sampai ponselnya kembali berdering. Tanpa benar-benar membuka matanya, tangannya meraba area meja hingga ia mendapatkan ponsel miliknya. Diangkatnya panggilan itu dengan suara parau, "Halo."

"Halo, Gi. Lo di mana?"

"Oh Aksa. Kenapa, Sa?"

"Dompet lo ketinggalan di ruang , mau gue anterin gak? Sekalian gue mau cabut cari sarapan."

"Boleh. Nanti gue share location, Sa."

"Oke, gue tunggu." Gian memejamkan matanya kembali, selagi memijat kedua pelipisnya. Kepalanya terasa sedikit pusing karena waktu tidurnya yang begitu singkat. Ia bangun dari posisinya dan menunduk untuk beberapa saat, selagi mengumpulkan kesadarannya secara penuh. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arah kamar Kaisha, tidak ada tanda-tanda bahwa perempuan itu terbangun.

Gian dengan berhati-hati kemudian kembali membuka pintu kamarnya yang masih begitu gelap karena tirai hitam yang masih tertutup. Ia berjalan ke arah ranjang, mengalihkan surai Kaisha yang menutupi wajahnya perlahan dan membenarkan letak selimut yang dikenakan. Laki-laki itu kemudian menarik laci yang berada di samping ranjang Kaisha dan menghela napasnya pelan. Kaisha kehabisan obat-obatannya. Laci itu kembali ditutup ketika ia mendengar ponselnya kembali berdering di luar kamar. "Udah di lobby ya lo?"

"Iya."

"Bentar, gue turun dulu."

Tidak butuh waktu terlalu lama untuk Gian kembali ke dalam ruang apartemen Kaisha bersama dengan temannya, Aksa. Netra Aksa memperhatikan sekeliling, baginya apartemen yang didatanginya ini terlalu kosong dan sepi. Gian berjalan untuk membuka tirai dan membiarkan cahaya matahari menyinari seisi ruangan dengan lebih mudah. Aksa berjalan mengikuti Gian yang melangkahkan kakinya menuju meja makan, meletakan plastik yang dibawanya. Melihat ada tiga kotak di dalam sana membuat Gian bertanya, "Satunya buat siapa, Sa?"

Can You Love Me Naked?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang