Mata indah nan tajam itu tampak mengerjap beberapa kali ketika sang pemilik tengah berusaha mengumpulkan nyawanya sehabis tidur panjang bak snow white tersebut.
Hal pertama yang ia lihat adalah sebuah telapak tangan seorang manusia, namun aneh ia mengenal siapa pemilik telapak tangan itu, telapak tangan yang kini tengah menutupi matanya dari terik matahari yang melewati dinding kaca yang sering kita sebut jendela itu. Telapak tangan yang selalu ia genggam dengan erat. Ya, telapak tangan gadis yang memperkenalkan apa itu perasaan berdesir tepat di jantung, memicu kegilaan sesaat yang membuat candu tak karuan.
"Marsha?". Kaget Alucard. "Udah berapa lama nunggu?". Sambungnya.
"Hmm... sekitar 3 jam". Jawab Marsha enteng.
Marsha memang tidak berbohong, bahkan SMA Rajawali tersebut hanya menyisakan mereka berdua dengan beberapa guru yang masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
"Maaf". Lirih Alucard.
"Buat?".
"Nggak suka kalau kamu selalu nunggu".
"Bagus dong kalau aku nunggu kamu, berarti aku orangnya setia". Ujar Marsha sembari menampilkan sederet gigi putihnya kepada Alucard.
"Lelah, aku nggak suka". Tutur Alucard.
"Kalo nggak pengen aku lelah, kamunya berhenti main game".
"Hubungannya?". Heran Alucard.
"Kamu main game sampai begadang kan". Tebak Marsha.
Alucard menghela nafas panjang, memang benar ia salah, ia selalu lupa waktu karna game yang membuat ia lupa akan segala urusan duniawi. Tapi, entah mengapa ia berat untuk berhenti melakukan hobinya itu. Fyi, Ayah Alucard adalah seorang perancang game yang namanya sudah terkenal hingga ke luar negri, game yang ia ciptakan pun selalu laris dipasaran domestik maupun nondomestik. Mungkin inilah sebabnya Alucard sangat sulit lepas dari dunia game.
"Aku nggak bisa Sha".
"Kenapa?". Ucap Marsha sembari mempautkan kedua alisnya heran.
"Boleh aku nanya balik?". Ujar Alucard. "Kamu bisa nggak berhenti melukis?". Sambungnya.
"Yah nggak lah".
"Alasannya?". Tanya Alucard.
"Ya karna aku suka melukis, melukis itu hobi aku dan nggak ada satu pun manusia di bumi ini yang berhak buat aku berhenti melukis". Ucap Marsha dengan nada yang sedikit meninggi.
"Jawaban aku juga sama".
Nampak Marsha tersentak kaget, jawabannya bak boomerang yang menyerang balik dirinya.
Entah apa gerangan Marsha tiba-tiba menangis membuat Alucard bingung sendiri harus berbuat apa. Percayalah, pria akan memilih diam ketika bertengkar dengan pasangannya karna pria tak ingin melihat wanitanya menangis yang berakibat otak seketika blank dan degup jantung bertambah cepat, lebih tepatnya degupan kegelisahan.
"Sha kenapa nangis?".
Tak ada jawaban dari Marsha, ia malah tambah menangis kencang di tengah keheningan gudang olahraga tersebut.
"Sha maaf kalo kata-kata aku ada yang nyakitin". Sungguh sangat terpampang jelas wajah khawatir seorang Alucard.
"A-aku egois, aku---".
"Shhhttt". Seketika Marsha terdiam.
Alucard kini tengah menyeka air mata Marsha yang sedari tadi terus mengalir tanpa hentinya. Wajah Marsha saat ini persis seperti bocah 5 tahun yang tak dibelikan mainan, benar-benar lucu dan polos. Dengan gemas Alucard pun mendekatkan wajahnya sehingga hidung mereka bertemu.
"Jangan pernah nangis, aku nggak mau mati".
Manik mata itu tampak penuh tanya ketika Alucard berkata begitu kepadanya.
"Karna tangisan kamu kayak beribu hantaman, aku nggak sanggup".
~oOo~
Mungkin ini adalah salah satu tes kesabaran bagi seorang Alucard. Bagaimana tidak, ia kini terpaksa mengikuti segala keinginan Marsha. Marsha memang bukan tipikal cewek ribet nan matre yang suka shooping ke mall menghabiskan seluruh isi dompet pasangannya, tetapi ia salah satu cewek yang memilih menyiksa Alucard dengan membawanya ke perpustakaan umum sembari membacakan beberapa buku menarik yang ia temukan. Ayolah, pria gamers mana yang tahan berada di perpustakaan selama lebih dari 2 jam, yang dimana mereka terbiasa memainkan gadget selama berjam-jam.
"Masih lama?". Tanya Alucard yang sedari tadi tanpa hentinya menghela nafas panjang.
"Lumayan".
"Dari tadi jawabnya lumayan mulu". Ujar Alucard kesal sembari menopang dagu.
Marsha mengigit bibir bawahnya gemas, sungguh pria yang tengah berada disampingnya itu membuat kadar glukosa di dalam tubuhnya melesat cepat.
"Bosen?". Tanya Marsha.
"Pasti". Jawab Alucard.
"Yaudah kalo gitu aku bakalan musnahin rasa bosan kamu".
Alucard hanya menatap malas gadisnya itu. Sudah dapat ia tebak jikalau Marsha lagi-lagi mengerjai dirinya seperti biasa.
Palingan disuruh baca buku legenda masyarakat, yang tebelnya setebel lemak si Bobby. Batin Alucard yang tiba-tiba teringat dengan teman sekelasnya yang sebesar rumah susun tersebut.
"Mau nggak?". Ujar Marsha.
"Hmm". Deham Alucard.
Cup!.
Sebuah kecupan singkat nan manis itu mendarat tepat di pipi kanan Alucard. Sang korban kecupan pun hanya bisa menyentuh pipinya yang menghangat berkat perlakuan gadisnya. Sementara Marsha tengah mengambil langkah seribu guna menyembunyikan semburat merah di pipinya, tentu saja dengan alibi meletakkan kembali buku-buku yang ia baca.
"Sha tunggu!". Teriak Alucard yang dihadiahi tatapan tajam para penghuni perpustakaan yang terusik suara gaduh Alucard.
Sementara Alucard hanya bisa tersenyum kikuk sembari meminta maaf kepada para pengunjung perpustakaan.
"Mau kemana?". Sergah Alucard sembari memegangi kedua bahu Marsha yang bersiap kabur untuk kedua kalinya itu.
Sungguh Marsha tak sanggup menatap balik netra coklat tersebut. Ia pun langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan kegugupan yang terpampang jelas.
"Siapa yang ngajarin nyerang duluan?". Tanya Alucard sembari menaikkan sebelah alisnya.
Marsha menelan salivanya kasar, pilihan yang buruk ia mengecup pipi Alucard dahulu.
Mampus gue, nih jantung udah dag dig dug ser lagi. Batin Marsha.
"Kok tiba-tiba bisu sih". Sembari mendekatkan wajahnya ke arah Marsha.
"Kamu mau ngapain!". Kaget Marsha.
"Mau balas dendam". Sembari menyeringai seram kepada Marsha.
Marsha menutup matanya rapat-rapat, ia tak kuasa menghadapi apa yang terjadi selanjutnya.
"Kalian ngapain?!".
Teriakan itu merusak segala momen ini. Momen yang dinanti para pembaca setia yang selalu nge-vote tanpa henti, bukannya silent readers yang tak bisa memberi apresiasi. Ah sudahlah, nanti dikirain curhat pula. Baiklah kembali ke momen itu, momen yang bisa kita beri judul...
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Or Me
Teen Fiction"Pilih aku atau Game?!". Alden Alucard Hudson. Pria yang kini dihadapkan pada pilihan sulit. Ia harus memutuskan memilih pacarnya sendiri atau game yang merupakan separuh nyawanya itu. "Tapi...". "Nggak ada tapi-tapian!". Sekiranya itulah kemurkaa...