"Lo apain temen gue!".
Bahkan kekuatan Rara yang sebatas cewek mampu mendorong Alucard yang sedikit bergeser ke belakang.
"Jawab brengsek!".
Kyna dan Chika hanya diam, membiarkan Rara meluapkan emosinya. Rara adalah salah seorang yang paling marah jika sahabatnya diusik. Contohnya kini, Rara sudah tak tahan lagi ingin memaki Alucard dengan berbagai umpatan.
"Emangnya temen lo kenapa?". Tanya Alucard.
"Bangsat! Lo seharusnya---".
"Udah Ra biar gue jelasin ke dia". Potong Kyna, memaki bukan pilihan baik saat ini.
"Marsha nggak ada kabar selama beberapa hari ini, kita semua udah berusaha datengin rumahnya tapi nggak ada satupun orang di sana". Jelas Kyna.
"Lo udah coba nelfon bokap atau nyokap-nya dia?".
"Nggak ada jawaban dari mereka, Marsha kayak ilang begitu aja".
Kamu kemana Sha?. Batin Alucard.
"Kita semua pengen ngomong kala---". Ucapan Chika seketika terpotong karna sebuah dering telfon Alucard.
"..."
"Lo dimana?".
"..."
"Ok gue kesana".
Kyna, Rara, serta Chika masih terpaku disana menatap kepergian cowok yang menyandang status mantan Marsha tersebut. Entahlah, orang penting mana yang menelfon Alucard sehingga ia langsung pergi tanpa berucap apapun.
~oOo~
"Makasih ya kak".
"Hmm".
Raganya disini tapi hati dan pikirannya entah kemana. Ya, siapa lagi jika bukan Alucard. Ia kini tengah berpikir keras berusaha mengingat tempat mana saja yang akan disinggahi Marsha.
Buntu! Ia tak menemukan apapun. Mungkin ini azab karna ia terlalu peduli pada gadget-nya sehingga tak tahu menahu dimana saja tempat tongkrongan Marsha.
"Gue pergi". Ucap Alucard.
Lara menelan salivanya kasar. Ia tak bisa berbuat apapun agar Alucard tetap berada di sisinya saat ini. Ia hanya mengangguk, karna benar berusaha mengisi hati yang penuh itu sangat sulit. Mereka putus. Kata putus hanya sekedar kata. Namun, hati bisa berkata lain.
~oOo~
Sepi. Kata itu cocok mendefinisikan bagaimana kondisi hati Marsha saat ini. Gelap. Kata itu mungkin cocok dengan ruang yang kini tengah ditempati. Tunggu, bukannya kata itu lebih cocok mendefinisikan hidup Marsha saat ini.
Marsha menatap pecahan cermin itu pilu. Ia mengambilnya, berusaha melihat bayangan dirinya dari sepotong cermin kecil itu.
"Cuman lo yang ikut nangis kalo gue lagi nangis". Ucap Marsha kepada pantulan dirinya.
"Dan gue nggak suka itu". Lanjutnya.
"Gue nggak suka orang-orang kasihanin gue".
"Bukannya tersenyum adalah pilihan terbaik saat terluka, karna orang nggak bakalan tau betapa mirisnya hidup gue".
Apakah gue pengecut kalo bunuh diri sekarang. Batin Marsha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Or Me
أدب المراهقين"Pilih aku atau Game?!". Alden Alucard Hudson. Pria yang kini dihadapkan pada pilihan sulit. Ia harus memutuskan memilih pacarnya sendiri atau game yang merupakan separuh nyawanya itu. "Tapi...". "Nggak ada tapi-tapian!". Sekiranya itulah kemurkaa...