Marsha tengah mencak-mencak sembari menendang batu kerikil ke sembarang arah. Amarahnya sudah mencapai level waspada saat ini, ditambah terik matahari yang menyengat membuatnya ingin memangsa seseorang bak singa di tengah gurun.
Sayup-sayup terdengar suara deru motor ninja yang suaranya mampu membangunkan anak kucing tetangga. Nampak pria tampan dengan rambut acak-acakan datang menuju ke arah Marsha.
"Maaf lama Sha". Ucap Alucard sembari memasangkan helm kepada Marsha.
"Game lagi pasti". Tebak Marsha.
"Tuh tau". Jawab Alucard. "Yuk naik, katanya kamu pengen cepetan pulang". Sambungnya.
"Kamu sadar nggak sih kalau aku lagi marah sama kamu, kamu tau nggak udah sejam lebih aku nunggu kamu disini pa---". Ucapan Marsha pun seketika terhenti berkat perlakuan Alucard.
Alucard kini tengah menarik lengan Marsha dan menenggelamkan wajah cantik pacarnya itu ke dada bidang miliknya.
~oOo~
Marsha tengah rajin-rajinnya mengerjakan pr sekolahnya. Biasanya ia memilih mengerjakan di sekolah dengan alasan solidaritas antar teman yang harus dipupuk sejak dini.
Nanti malam aku jemput.
Mybunny😻 15.55 pm.Tampak kerutan di kening Marsha ketika mendapati pesan dari Alucard.
"Tumben si Luc nge-chat duluan". Bingung Marsha.
Kemana?.
Bego+sayang 15.58 pm.Alucard tampak berpikir sejenak. Jujur, ia tak tahu alasan mengapa ia mengirim pesan seperti itu. Ia hanya rindu, cukup itu saja inginnya.
Nggak mau?.
Mybunny😻 16.00 pm.Sungguh Marsha tak mengerti jalan pikir pacarnya itu, terkadang Alucard bisa sangat romantis kepadanya, terkadang juga sangat dingin bak berjuta ton balok es di kutub utara.
Mau.
Bego+sayang 16.04 pm.
~oOo~Lagi, lagi dan lagi. Sungguh Alucard tak henti-hentinya membuat Marsha kesal akan dirinya.
"Jadi kamu cuman ngajak aku buat beli obat nyamuk?". Tanya Marsha.
"Iya, emangnya kamu pikir kita mau kemana?".
Marsha rasanya ingin mengumpat menggunakan berbagai macam bahasa dari belahan dunia manapun kepada Alucard, tapi hal itu rasanya percuma, Alucard pasti selalu punya cara agar Marsha tidak marah kepadanya.
"Padahal aku udah dandan cantik-cantik gini, tapi malah beli obat nyamuk doang". Ucap Marsha pelan namun masih dapat terdengar oleh Alucard. "Kan sayang---". Sambung Marsha tapi dipotong oleh Alucard.
"Kamu".
Hanya wajah cengo yang dapat ditampilkan Marsha.
"Kan sayang kamu". Ucap Alucard yang tampak menjelaskan maksudnya.
Semburat merah tampak sangat kentara di kedua pipi Marsha. Ia tak bisa menahan senyumnya berkat perlakuan manis seorang Alucard.
~oOo~
Sabtu, pukul 19.19, didepan pintu gerbang rumah seorang Marsha Stephanie, ditemani saksi bisu sang bintang serta bulan, yang dimana tempat terjadinya kejadian manis tak terkira yang mungkin, ah ralat yang pasti tak terlupa.
"Nih". Ucap Alucard sembari menyodorkan obat nyamuk yang ia beli tadi.
"Bukannya ini buat kamu". Heran Marsha.
"Nggak aku beli buat kamu".
"Buat apa?". Tanya Marsha lagi.
"Biar nggak ada nyamuk yang nyium kamu".
Bisa-bisa gue diabetes nih. Batin Marsha.
"Makasih". Ucap Marsha.
"Kalimatnya belum lengkap". Ujar Alucard sembari menahan kantong plastik yang berisi obat nyamuk tersebut.
Tampak kedua alis Marsha terpaut menyatu keheranan menciptakan gelombang kerutan di keningnya.
"Sayangnya mana". Tampak sebelah alis Alucard terangkat.
"Pftt...". Seketika tawa Marsha langsung pecah berkat Alucard, aneh tapi manis.
"Aku nggak nyuruh kamu ketawa".
"Iya-iya makasih Alucard sayang".
Senyum kedua anak manusia itu pun merekah. Sebuah hal kecil yang mengesankan mampu menciptakan kenangan yang tak terlupakan bagi mereka berdua.
~oOo~
"Yes, rank gue naik lagi". Teriak Alucard.
Alucard kini tengah asyik bermain game yang tengah booming saat ini, dengan menggunakan handsfree, cahaya kamar yang remang- remang ditambah Alucard yang tak sadar bahwa jarum jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari.
Tampak derap kaki tengah melangkah menuju kamar Alucard. Sontak hal itu membuat Alucard bergidik ngeri sendiri karna hawa dingin yang berhembus lembut menelisik telinganya, karna sungguh tampang makhluk itu sangat menakutkan baginya.
"ALDEN!". Sembari menarik telinga anak bungsunya itu.
Alucard hanya bisa mengaduh kesakitan akan hal itu. Ya, makhluk mengerikan itu adalah ibunya. Bukan bermaksud durhaka tapi, mamanya kini tengah menggunakan masker wajah berwarna putih senada dengan piyama tidur panjangnya.
"Sini hp kamu!".
"Ini ibunda". Ucap Alucard sembari memberikannya ala-ala sinetron kerajaan.
Kate Hudson, wanita yang telah melahirkan pria tampan bernama Alden Alucard Hudson itu hanya bisa menggeleng-geleng melihat tingkah anak bungsunya itu. Ya, Alden adalah panggilan tersendiri dari keluarganya sementara Alucard adalah panggilan ia dengan non-keluarganya.
"Tidur gih sana!". Suruh Kate.
~oOo~
Marsha kini tengah mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kantin, namun nihil objek yang ia cari tak terdeteksi.
"Yo, lo liat Alucard nggak?". Tanya Marsha kepada salah satu teman Alucard yang tengah duduk santai sembari menyeruput minuman dingin miliknya.
"Tadi sih gue liat, dia pergi ke gudang olahraga".
"Gudang olahraga?". Tanya Marsha memastikan.
"Iya, biasanya si Luc tiduran disana pake matras".
Pasti begadang lagi. Batin Marsha.
Tanpa aba-aba Marsha langsung beranjak pergi guna menemui Alucard. Sungguh, entah sudah keberapa kalinya Alucard sering bolos sekolah, hal itu pun berdampak dengan semakin parahnya sejarah absen seorang Alucard padahal ia kini sudah menginjak kelas 3 SMA, entah apa yang dipikirkan olehnya.
~oOo~
Alucard kini tengah berbaring di atas matras berwarna gelap persis sama dengan ruangan yang ia huni saat ini, hanya seberkas cahaya matahari yang menyinari ruangan nan gelap itu.
Sementara di suasana lain, Marsha tengah menatap tajam Alucard. Ingin sekali ia berteriak tepat di telinga Alucard guna membangunkan pria yang berstatus pacarnya tersebut.
Marsha yang awalnya ingin meluapkan amarahnya itu, kini lebih memilih bungkam karna tampang Alucard yang tengah tertidur dengan damainya.
Kok bisa ya, pacar gue gantengnya subhanallah banget. Batin Marsha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Or Me
Novela Juvenil"Pilih aku atau Game?!". Alden Alucard Hudson. Pria yang kini dihadapkan pada pilihan sulit. Ia harus memutuskan memilih pacarnya sendiri atau game yang merupakan separuh nyawanya itu. "Tapi...". "Nggak ada tapi-tapian!". Sekiranya itulah kemurkaa...