Seberkas cahaya itu memasuki retina matanya. Beberapa kali mengerjap, berusaha membiasakan netra coklat itu menerima cahaya. Mata indah dengan bulu mata lentik itu akhirnya terbuka sempurna.
Putih. Tunggu, apakah ia menuju surga setelah mengakhiri nyawa sepihak. Tidak! Tuhan tak akan berlaku sebaik itu kepadanya. Melangkahi takdir sesuka hati pasti ia tak diterima di kehidupan yang sesaat ini apalagi kehidupan kekal abadi.
Ia kembali mengedarkan pandangannya. Sesuatu yang hangat menyentuh tangannya. Netra coklat itu kini benar-benar hanya fokus pada satu titik. Ya, pria yang kini tengah tertidur pulas sembari memegang tangannya hangat.
"Luc?".
Tampak sedikit pergerakan yang terjadi. Pria itu mendongak, menatap siapa gerangan yang memanggilnya.
"Sha kamu udah sadar". Ia menangis, namun bibir itu tak henti menciptakan lengkungan indah kebahagiaan.
Tanpa pikir panjang, Alucard langsung melangkah keluar, memanggil Dokter, suster, serta para teman-temannya serta teman Marsha yang memang sudah beberapa hari ini menginap di rumah sakit.
~oOo~
Lara menatap layar handpone- nya sendu. Pesan yang sedari minggu kemaren belum juga terbalas.
Sakit ya
Mencintai orang yang nggak mencintai kita. Batin Lara.Jangan hakimi Lara, kalian tentu saja juga pernah merasa. Menaruh harapan yang terlalu tinggi juga bisa menjatuhkan hingga ke dasar bumi.
Lara menatap langit dengan senyum devil- nya. Satu kebahagiaan Marsha mungkin bisa lepas dari genggamannya. Namun, kebahagiaan yang satu ini akan berusaha ia hancurkan berkeping-keping tidak ralat, akan ia hancurkan sampai menjadi abu.
Ayolah, apa kalian belum paham? Apa lagi memangnya yang lebih penting selain Alucard dihidup Marsha. Jawabannya tentu saja persahabatan.
Permainan apa yang cocok buat mereka yah. Batin Lara dengan seringai-nya.
~oOo~
Menyesal. Ya, kata itu adalah kata yang terlintas begitu saja di otak Marsha. Bagaimana bisa, ia meninggalkan orang-orang ini. Orang-orang yang begitu peduli kepadanya, orang-orang yang mengajarkan apa itu persahabatan, cinta, kasih sayang yang selama ini seakan tak terlihat sedikit pun di mata Marsha.
"Sha kalo lo ada apa-apa ya ceritain". Ucap Kyna lembut.
Marsha hanya menunduk, matanya terarah menatap goresan luka di pergelangan tangannya. Bahunya bergetar, mengingat kembali memori yang tersalur melalui luka itu.
"Kita semua bakalan jadi pendengar yang baik buat lo, jadi lo nggak usah ragu buat cerita ke kita". Kini Chika yang bersuara sembari memegang bahu Marsha.
Rara tak bersuara, sedari tadi ia tak berhenti menggigit bibir bawahnya berusaha menahan tangis dan isakan air mata.
"Lo nggak mau ceramahin gue panjang lebar Ra?". Tanya Marsha sembari tersenyum simpul.
Tanpa aba-aba Rara langsung memeluk Marsha dengan eratnya. Berusaha menenangkan dirinya yang begitu khawatir akan kondisi sahabatnya itu.
"Sha aku pengen ngomong". Lirih Alucard.
Kyna, Chika, dan Rara sepakat memberi mereka sedikit privasi membicarakan hal yang tentunya sudah dapat ditebak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Or Me
Novela Juvenil"Pilih aku atau Game?!". Alden Alucard Hudson. Pria yang kini dihadapkan pada pilihan sulit. Ia harus memutuskan memilih pacarnya sendiri atau game yang merupakan separuh nyawanya itu. "Tapi...". "Nggak ada tapi-tapian!". Sekiranya itulah kemurkaa...