Chapter 16

6.8K 437 7
                                    

Prilly menatap pantulan dirinya di dalam cermin besar di hadapan dirinya. Ia mengusap bekas luka di dahi serta wajahnya.

"Awsss..."

Luka ini masih sedikit basah, membuat Prilly harus menahan nyeri.

Dirinya baru saja pulang dari rumah sakit setelah 5 hari berada di sana, Prilly menangis sambil melihat wajahnya.

"Aku hiks. jelek!"

Kini, dirinya tak secantik dulu. Prilly yang dulu sudah hilang, hanya Prilly yang buruk rupa sekarang.

"Dek, Kakak masuk ya?"

Prilly mengambil tisu kemudian menghapus air matanya dengan tisu, ia tak mau membuat Kakaknya ini khawatir.

"I-iya,"

Zeera datang dengan segelas susu coklat untuk Adek tersayang nya ini, ia meletakan susu itu di atas nakas.

"Udah jangan di pandangin terus!" Tegur Zeera.

"Allah SWT tak pernah memandang umat nya secara fisik namun, dia hanya melihat dari sisi segi hati." Nasehat Zeera.

Prilly merasa tertegur seketika, ia baru ingat. Allah SWT tak pernah memandang umat manusia dari segi fisik namun segi hati.

Segi fisik hanya tampilan yang akan memudar seketika terbawa oleh usia.

Namun, hati tak akan pernah berubah. Sifatnya menyerap, hanya orang orang bodoh yang kerap plin plan dalam soal hati.

"Terima kasih, Kak. Udah ingetin aku," balas Prilly.

Zeera tersenyum dan ia berpamitan untuk rapat di sekolah nya tempat nya ngajar.

Prilly melihat ke arah jam, ini sudah jam 8 malam. Waktu nya tidur Prilly tidur.

Keesokan pagi nya, Zeera membantu Umi menata makanan di atas meja makan. Ini masih terbilang pagi memang, Abi nya pun belum keluar dari kamar.

"Kak, panggilin Abi sama Prilly ya?"

"Na'am, Mi."

"Assalamualaikum.."

Belum sempat melangkah, Zeera di kagetkan dengan Prilly yang memakai cadar yang menutupi sebagian wajahnya. Hanya menyisakan mata.

"MasyaAllah, nduuk. Alhamdulilah kamu sudah hijrah."

Umi memeluk tubuh putri kesayangan nya, bersyukur beliau telah mendidik anak anak nya dengan sangat baik.

"Apa putri Umi yang ayu tenan ini, istiqomah karena Allah SWT. Atau karna luka di wajah?" Tanya Umi.

Prilly menggelengkan kepalanya.

"Setelah Prilly berpikir pikir Mi, seharusnya di usia ku yang sudah segini harus mantap memperdalam agama dan memperbaiki diri sendiri Mi. Bukan karena luka Mi, tetapi aku istiqomah karena Allah SWT." Tutur Prilly.

".... Tapi, Kak Zeera dan Umi. Tolong jangan sampai tau ini aku, aku ndak mau semua orang menuduh ku yang tidak tidak. Anggap saja aku ini Humaira, okey?"

Umi serta Zeera mengangguk kikuk, bagaimana bisa mereka menolak Putri dan Adik mereka yang di sayangi nya.

"Ada apa ini ribut ribut?"

Suara bariton penuh ketegasan datang dengan sorban yang lengkap, Abi menatap pesona ke arah Prilly. Anaknya.

"Ini Putri Abi?" Ujar Abi memastikan.

"Na'am."

"Alhamdulilah."

Kini bagian Abi memeluk anak tersayang nya, akhirnya ajaran nya di dengarkan oleh kedua anak gadis nya.

Tidak seperti masalalu!

Setelah lama bercakap cakap, Prilly memutuskan untuk pergi kuliah. Setelah lama tak kuliah, namun dirinya tetap menyembunyikan identitas.

Dan akan mengenalkan dirinya sebagai Humaira.

"Na..?"

Prilly melambaikan tangannya di depan wajah Reina yang melongo.

"Ini Prilly 'kan?"

"Iyalah,"balas Prilly.

Prilly sebenarnya tersenyum di balik cadar nya, ia tak menyangka dapat membuat orang orang melongo. Sampai sampai ada yang menganggapnya teroris.

Kan jahat banget tuh orang!

"Panggil aku Humaira," bisik Prilly.

"Why?"

"Aku gak mau jadi bahan gosip receh lagi Na, aku juga gak mau jodoh aku cuman mandang aku cuman karena fisik aja. Aku mau dia mandang aku dari hati bukan fisik." Tutur Prilly.

"Sok puitis!"

"Terserah."

Prilly bersama Reina berjalan beriringan menuju kelas mereka, tiba tiba saja di tengah koridor mereka di cegat oleh Keira and the gengs.

"Well, nambah lagi nih yang sok suci. So si sok suci mana lagi tuhh?"

"Nama ku Humaira bukan sok suci!"

"Terserah gue donggg, ya girl?"

"YOI.."

Reina berusaha sabar untuk tidak menjambak rambut Keira yang panjang, untung saja Prilly bisa mengecilkan suaranya.

Jadi, tak mungkin ada yang mengenalnya.

"Yok Ra, jangan dengerin syaiton syaiton ini." Ketus Reina.

Di dalam cadar, Prilly terkekeh. Ucapan Reina barusan sangatlah lucu, menyebut Keira dengan syaiton yang selalu menggoda kaum islam.

Padahal itu tak boleh.

"Assalamualaikum .."

Deg

Suara Mas Ali. Prilly merasa jantung nya berdetak kencang, semoga saja Ali tak mengenal dirinya.

"Waalaikumsalam.." balas Prilly serta Reina.

"Dia Dek Prilly, 'kan?"

Prilly menggeleng keras tak menyangka Ali akan menebak nya secara benar.

"B-bukan, aku Humaira."

Suara Prilly sedikit serak agar tidak menyamakan suara dirinya yang sebenarnya yang lembut.

"Tapi, kok-"

"Aku Humaira, bukan Prilly. Aku siswa baru disini, Prilly itu sepupu ku." Potong Prilly.

"Bagus juga aktingnya." Batin Reina.

Prilly menyeret lengan Reina menjauh pada Ali, mengapa Ali tak yakin itu Humaira? Dia seperti Prilly.

Aneh sungguh aneh.

Mengapa perasaan nya begitu tak yakin itu Humaira, sepupu Prilly. Postur nya sangat sama.

Hanya saja memakai cadar.

Ahh.. sudahlah hanya Allah SWT yang tau.

Selama dalam pelajaran, Prilly berusaha menjadi bukan dirinya sendiri. Menjadi Humaira ternyata sedikit sulit.

Harus inilah, itulah.

Prilly sejak tadi di introgasi tentang keadaan dirinya sendiri, tentunya dengan peran Humaira.

"Okey, jangan ngeluh!" Gumam Prilly.

"May, sekarang keadaan Prilly gimana?"

"Dia udah sembuh belum!"

"Masih cantik, 'kan."

"Moga aja dia sembuh ya, rindu dia kultum lagi."

Begitulah pertanyaan saat mata pelajaran sudah selesai, di meja nya mereka mengerumuni.

"Dia baik baik aja, maaf aku gak bisa ikut nimbrung sama kalian. Udah di tungguin Reina soalnya."

"Ayok, Pri--"

"Prill-"

Tbc ..

IMAMKU | Proses Revisi |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang