"Potek hatimu, nduk. Pujaan mu ternyata sudah menikah dengan bidadarinya."
Prilly maklumi perkataan Kyai Imran barusan, suaminya ini tipe laki laki yang tampan.
Pantas saja Huma suka.
"Ih, Abi. Jangan dengerin Mas ucapan Abi barusan." Gerutu Huma.
Lama bercengkrama, Prilly diajak oleh Huma umtuk berkeliling pesantren besar ini.
"Mbak sama Mas Ali udah kenal lama?"
"Ndak lama, kita sama sama dijodohin."
Huma mengangguk mengerti.
Huma ingin tau, secantik apa sosok Prilly sampai sampai Mas Ali nya menerima perjodohan jadul itu."Kamu suka Mas Ali?"
Huma menengok kekiri, sebenarnya perasaan ini sudah lama memendam. Huma hanya bisa menahan sampai rasa itu sia sia saja.
"Jawab aja, gpp kok. Suka itu kan boleh, tapi ada batas nya. Misalnya kamu suka pada suami orang, itu haram hukumnya. Jika suka pada lawan jenis yang belum menikah, boleh saja. Asal suka halal."
Entah kenapa, omongan Prilly barusan seperti menyindir Huma secara halus.
Huma tersenyum kemudian menjawab.
"Maksudnya dengan suka halal apa itu, Mbak?"
"Suka pada lawan jenis yang artinya belum menikah serta tak melewati batas muhrim."
Huma mengangguk mengerti, ternyata berbicara dengan Prilly yang pembawaannya santai serta berwibawa sangat nyaman.
"Eh, Afifah. Kenapa lari lari?"
Afifah, salah satu santri wati dipesantren ini berlari mendekati Huma dengan wajah panik.
"Fitri, Teh. Fitri pingsan."
"Astagfirloh. Dimana?"
"Disana, Teh."
Huma ikut mengikuti langkah Afifah, karena penasaran Prilly mengikuti langkah Huma.
Tampak 5 orang mengelilingi orang yang bernama Fitri, Huma meminta pada Afifah untuk mengambil air.
Prilly menyentuh tangan Fitri kemudian menekan nadinya, masih terasa. Prilly melihat bibir Fitri memucat.
"Ada apa ini?"
Karena mendengar keributan, Ali serta Kyai Imran datang.
"Dek, apa yang terjadi?"
"Dia pingsan, Mas."
Ali merangkul tubuh Prilly ketika Fitri sudah dibopong oleh sekumpulan santriwati.
"Maaf, Kyai, Huma. Tampaknya kita harus segera pulang? Karena hari juga sudah menjelang Ashar."
"Kenapa cepat cepat toh yo, mending sholat Ashar dulu disini? Kan lebih enak gitu."
Ali menoleh pada Prilly dan tak lepas dari mata Huma yang memandang sedih pada mereka.
Prilly mengangguk daripada mengundur ngundur waktu sholat yang waktu nya hanya sedikit.
Setelah melaksanakan sholat, Ali berpamitan untuk pulang bersama Prilly takut kemalaman.
Selama dalam perjalanan pulang, hanya ada ocehan ocehan Prilly yang terus memuji pesantren tadi.
"Mas, santri santri disana sopan sopan lho. Aku aja segan liatnya."
"Adem lagi tempatnya, nanti kalo ada waktu senggang. Pengen main lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAMKU | Proses Revisi |
Fiksi PenggemarMengkhayalkan seorang imam adalah hobi seorang Prilly Humaira Az-zahra. Mau itu sedang tidur, melihat ke langit sambil merentangkan tangannya, Prilly selalu mengkhayalkan calon Imamnya yang menuntunnya ke jalan yang benar dan menuju Jannah bersama-n...