Chapter 37

6.7K 404 8
                                    

Prilly bersenandung sambil menyiram bunga-bunganya yang tumbuh bermekaran, satu tangannya lagi mengelus punggung Adzra yang tertidur digendongannya.

"Prill, saya pamit."

Seketika Prilly meletakkan alat penyiram itu, kemudian beralih untuk menatap tak percaya pada Huma yang ingin pergi.

"Kamu mau pamit kemana? Huma,"

"Saya berpikir, tidak baik berlama-lama disini. Prill, terima kasih udah memberi saya tempat tinggal untuk sementara waktu. Kebaikan kamu tidak akan saya lupakan seumur hidup saya."

Tangan Huma bergetar, bibirnya terlalu kelu. Huma memeluk Prilly, walau pelukannya tidak erat karena ada penghalang diantara mereka berdua.

"Tapi, kamu mau tinggal dimana Huma? Bukannya katamu dijakarta kamu tidak mempunyai sanak keluarga lagi, selain dipesantren."

"Saya akan pergi ke Yogyakarta, disana ada sahabat saya. Mungkin, disana awal semua kehidupan saya."

Prilly memegang tangan Huma agar tidak mengambil keputusan yang gegabah, apa Huma tidak memikirkan nasib janinnya kelak ketika suatu saat akan menanyakan siapa ayahnya?

"Itu akan saya pikirkan lagi, dan saya menyerah pada kehidupan ini. Saya pamit, Assalamualaikum."

Tak ingin menahan keputusan Huma, Prilly membiarkan Huma pergi dengan keputusannya. Prilly hanya bisa berdoa agar Huma dan anaknya baik-baik saja.

"Bentar Huma?"

Dengan sedikit tergopoh-gopoh karena ada Adzra digendongannya, Prilly mengambil uang dan makanan ia masukan pada rantang. Kemudian Prilly menyerahkannya pada Huma.

"Dari Yogyakarta itu jauh, kamu pasti butuh makanan. Ini buat kamu, dan juga ada sedikit rezeki untuk mempermudah usaha kamu disana."

"Tak usah, Prill. Kamu terlalu banyak membantu saya,"

"Saya ikhlas."

Huma menerimanya dengan baik, Prilly memang wanita yang sangat mulia. Dia sangat baik sekali, pantas saja Ali sangat mencintainya.

"Jazakallahu khairan."

"Syukron, Fii amanillah."

Huma mengangguk, kemudian pergi dari halaman Prilly. Prilly tersenyum kemudian menatap Adzra yang masih tertidur.

Prilly dengan hati-hati meletakkan Adzra diboxnya, jika seperti ini. Prilly mencuri kesempatan untuk mencuci pakaian, Prilly melirik Adzra yang masih tertidur pulas.

Kemudian Prilly mulai mengangkut pakaian-pakaian kotor milik Ali, Adzra dan juga dirinya kedalam ranjang cucian. Sambil bersholawat, Prilly mencuci pakaiannya.

"Oeek.. oee.. oee.."

Beginilah nasib menjadi ibu rumah tangga, baru saja satu pakaian ia sikat. Adzra sudah menangis, namun Prilly mensyukuri nikmati ini.

"Aduh sayang, bentar yaa."

Prilly membersihkan tangannya, ia segera berjalan cepat kekamarnya. Sebelum Adzra semakin menangis.

"Dedek pengen nenen ya? Hmm.. tadi aja Umi dicuekin."

Prilly mengambil Adzra didalam box kemudian membaringkannya diranjang untuk memberi ASI pada Adzra. Prilly mengelus rambut Adzra yang tipis, minggu lalu. Ali sudah mencukur Adzra. Namun, bulu-bulu tipis ini mulai tumbuh kembali.

"Subhannallah walhamdulilah wa la illaha illallah wallahu akbar."

Tangisan Adzra mulai mereda, namun wajahnya tetap memerah. Prilly mengelus punggung Adzra agar tenang didalam dekapannya, Prilly tersenyum ketika Adzra mulai tidur kembali.

IMAMKU | Proses Revisi |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang