ALONA 14

569 30 6
                                    

 vote dulu sebelum baca biar berkah🤗🐿




   "SERIUS AL!?"  Kayla dan Dinda lagi-lagi menatap tidak percaya ke arah Alona.

     Sekarang mereka berada di rumah Alona yang cukup terbilang mewah, tepatnya berada di kamar gadis itu. Alona menceritakan semua yang terjadi di kantin, dari awal sampai akhir. Tidak terlewat sedikitpun. Dan itu membuat Kayla juga Dinda yang mendengarnya ternganga sendiri.

     Alona sebenarnya juga masih tidak percaya kejadian di kantin ketika Thirta duduk di depanya. Yang Alona tahu Thirta orang yang selalu menyendiri di kantin, bahkan seluruh sekolah mengetahuin itu. Tapi hari ini secara tiba-tiba Thirta duduk di depanya, dengan santai menyantap makananya, tanpa risih karena di perhatikan hampir seluruh penghuni kantin.

     "Wah kemajuan yang sungguh hakiki." Dinda berucap sambil bertepuk tangan. Lantas Kayla juga mengangguk mengiyakan sambil ikut bertepuk tangan.

     "Tapi lo pada ngerasa aneh gak sih?" Kayla langsung menghentikan tepuk tanganya. Memperhatikan wajah Alona serta Dinda yang mengisaratkan tanda tidak mengerti dengan ucapanya barusan. "Maksud gue, aneh aja gak sih Thirta tiba-tiba kaya gitu."

     "Aduhh Kayla, itu artinya Thirta tuh mulai demen sama Alona. Lo gimana sih." Dinda berucap sewot. Dia menabok pelan pipi Kayla. Tidak terima karena Dinda menaboknya begitu saja, Kayla langsung membalasnya.

     "Ya biasa aja dong!" Ucap Kayla menoyor kepala dinda.

     Alona yang hanya menggelengkan kepela melihatnya. Alona duduk di meja berlajarnya, mulai membuka kembali novel yang belum habis di bacanya waktu itu. Baru saja membaca satu halaman, Alona teringat akan kulkas yang kosong. Tidak ada makanan sama sekali. Dengan terpaksa ia kembali menutup novelnya lalu beranjak dari tempatnya menuju pintu.

     "Gue mau ke alfamart depan, mau ikut gak?" Alona bertanya di ambang pintu.

     Seketika Kayla juga Dinda menghentikan aktifitasnya, lalu menatap ke arah Alona. "Gue nitip aja deh." Dinda terkekeh lebar. "Me too Al." di ikuti Kayla yang tersenyum lebar ke arah Alona.

     Alona memutar ke dua matanya malas. "Yaudah deh terserah. Kirim aja listnya."

     Alona membuka pintu, lalu mulai berjalan ke luar rumah. Ini baru pukul lima sore, banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Alona dengan santainya berjalan di pinggir trotoar sambil sesekali bersenandung ria.

     Setelah sampai tepat di Alfamart, Alona segera menuju rak mie instan, memasukan beberapa mie instan ke dalam keranjang yang berada di tanganya. Lalu beralih ke berbagai macam minuman, lalu memasukan dua buah minuman soda yang ukuran besar. Dan tak lupa ia membeli snack yang di pesan oleh mahluk kamarnya a.k.a Kayla juga Dinda.

     Kini di tanganya sudah terdapat satu keresek besar belanjaanya, tepatnya pesanan Kayla juga Dinda yang sangat banyak. Ketika ingin beranjak pergi terlintas di benaknya bagaimana dirinya bertemu dengan Devano di tempat ini. Alona memutar badanya, tepat menghadap di mana Devan berdiri waktu itu. Sayang sekali Devan sama sekali tidak melihatnya waktu itu, hanya dirinya yang melihat Devan. Alona memutar kembali tubuhnya menghadap depan, lalu mulai berjalan.

     "Astghfirullah."

     Tubuh Alona menegang. Dia langsung berlari ke arah motor yang terjatuh ke tanah, akibat pengendara lain yang sengaja mengsenggolnya sampai terjatuh.

     "A, perasaan tadi cuman jatuh dari motor doang, kok bisa mukanya babak belur gini sih?" Alona melepaskan belanjaanya lalu beralih menggandeng tangan Thirta, mengajaknya duduk di pinggir.

    "Jangan di pegang-pengan lukanya tangan lo tuh kotor yang ada ntar inveksi." Pergerakan tangan Thirta terhenti ketika akan memegang kembali luka yang ada di pipi serta sudut bibirnya. Alona tersenyum karena Thirta menurunkan kembali tanganya.

     "Ngapain coba pake berantem segala." Alona jadi kesal sendiri melihat Thirta yang terus meringis menahan sakit sedari tadi.

     "Cowo." Alona memutar matanya jengah. Jawaban semua cowo itu sama saja. Emang menyelesaikan masalah harus baku hantam dulu? Kenapa tidak di omongin baik-baik kan lebih adem liatnya.

     "Ish jangan di pengang-pengang lukanya itu tangan lo kotor bekas jatoh." Lagi-lagi tangan Thirta tertahan di udara karena ucapan Alona

    "Gue obatin di rumah," Alona bangkit dari duduknya. "Kalo lo pulang dalam keadaan kaya gini nyokap lo pasti marah, keadaan tante Dewi juga lagi gak sehat sekarang."

     "Motor lo gimana?" Alona menunjuk motor yang masih tergeletak di aspal.

     Thirta bangkit dari duduknya, berjalan mendekat ke arah motor kesayanganya. Ia menghela napas gusar, jika mamanya tau motornya seperti ini pasti dia akan marah dan berujung tidak ingin membiayainya masuk bengkel. Di pikiran Thirta kini hanya satu, semoga saja uang tabunganya cukup untuk membiayai kerusakan motornya. Kalau tidak, ya terpaksa ia harus menggunakan bus kembali.

     🌸🌸🌸🌸


     "Tahan. lo cowo bukan sih, pas gini aja ngeluh." Alona mengambil kapas baru, menuangkannya obat merah lalu mengolesinya di sudut bibir Thirta. Sambil sesekali kembali ngedumel. Thirta hanya diam memperhatikan Alona. Ini pertama kalinya dia mendengar Alona sebawel ini, sepengetahuannya Alona itu gadis yang teramat kalem. Tapi ini jauh dari kata kalem. Gadis itu terus saja mengatainya.

     Alona menghentikan pergerakan tanganya yang masih mengobati luka di wajah Thirta. Tiba-tiba ia menjadi gugup sendiri. Ia menatap mata Thirta yang juga sedang menatapnya. Dua-duanya sama-sama diam.
    
   Di dalam benaknya Alona baru menyadari satu hal, sejak kapan ia dan Thirta jadi sedekat ini? Bukankah untuk bertegur sapa saja tidak pernah? Lalu, sekarang mengapa ia berbicara begitu banyak tanpa ada rasa canggung seperti biasanya.

     "Wah ngapain lo berdua tatap-tatapan kaya di film india aja, slow mantion." Kayla berjalan menuruni anak tangga, mendekat ke arah Alona.

Alona yang terkejut karena celetukan Kayla yang tiba-tiba langsung melepaskan tanganya yang semula berapa di wajah Thirta.

     "Gue lagi obatin lukanya dia, jadi wajar lah gue liat mukanya." Ucap Alona sedikit gugup. Dia membereskan kapas yang di atas meja, meletakannya di dalam pelastik kecil.

    "Muka lo kenapa bonyok Thir?" Kayla mengalihkan pandanganya ke arah muka Thirta yang penuh dengan luka, yang telah di obati Alona tadi.

     "Bukan urusan lo" jawabnya dingin.

     "Gue juga bodo amat ye sama luka lo, yang tadi cuman buat basa basi doangan."  Telanjur di buat kesal dengan jawaban Thirta, Kayla kembali naiki tangga menuju kamar Alona. Meninggalkan Alona dan Thirta berdua kembali.

     "Besok pagi plesternya di ganti." ujar Alona setelah selesai manaruh plester di pipinya karena hanya area itu yang lumayan parah.

     "hm."
    
     Alona sedikit kesal dengan jawaban Thirta, bukannya bilang terimakasi kek. Dia hanya tersenyum ke arah Thirta. Lalu beranjak dari tempatnya berniat menaruh kembali kota p3k di lemari. Dari awal Thirta terus saja memperhatikan gerak-gerik Alona. Sedikit penyesalan tumbuh di hatinya ketika dia dulu tanpa sadar telah membenci gadis baik seperti dirinya. Apakah sekarang dia bisa menganggap Alona sebagai teman?


🌸🌸🌸🌸



Maaf lama up tugas lagi banyak.
Next secepatnya.


Comment for next chap ya.
🙏❤
    

    

    

ALONA (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang