ALONA 18

152 11 0
                                    

     Vote dulu sebelum membaca🐿



      matahari telah memancarkan sinarnya sedar tadi. Namun sang pemilik kamar yang di dominasi dengan warna abu-abu itu enggan untuk membuka matanya, dia masih setia memejamkan matanya di tempat tidur, Padahal jam sudah menunjukan pukul 10 pagi. Tak lama iya mengeryit ketika merasakan sinar matahari menerpa wajahnya. Masih merasa enggan untuk membuka mata, dia malah membalikan tubuhnya menghadap lain agar terhindar dari sinar matahari yang menerpa wajahnya. Tak berlangsung lama, kini dia merasakan tepukan di pipinya. Perlahan-lahan dia membuka mata nya yang masih sedikit terpejam. Thirta mengucek mata nya berkali-kali sampai kini pandanganya jelas melihat mama nya sedang menatap nya sambil tersenyum.

     Thirta mengusap wajah nya kasar agar kesadaranya kembali normal.

     "Mandi dulu trus sarapan." Dewi mengusap kepala Thirta pelan, lalu melangkah keluar kamar.

     Ketika mama nya keluar Thirta kembali memejamkan matanya. Tak berselang lama teriakan yaring mama nya dari luar berhasil membuatnya membuka mata dengan sempurna. Dengan langkah berat Thirta berjalan menuju kamar mandi. Tak butuh waktu lama dia sudah rapi dengan kaos oblong putih dengan celana pendek. Thirta menghampiri meja makan yang sudah tersaji dengan nasi goreng udang dan segelas air putih. Sambil memasuka beberapa suap ke mulutnya, padangan Thirta tertuju ke ruang keluarga. Di sana ada papa nya yang tengah menonton berita di temani dengan segelas kopi. Dewi datang dengan nampan berisi berbagai macam kue, dia meletakanya di meja, lalu duduk di samping Ardian, papa Thirta. Tangan Ardian terangkat mengelus kepala Dewi sambil tersenyum lebar.

     Thirta merasakan hati nya menghangat, tanpa sadar dia sudah terseyum lebar. Walaupun sekarang mereka hidup dengan sederhana, tapi semuanya tetap sama. Mama tidak pergi meninggalkan papa saat papa bangkut, dan papa tetap menyempatkan waktu untuk keluarga di saat dia harus berkerja keras memulainya dari bawah lagi. Setidaknya keluarganya tidak hancur, dan dia bersyukur atas itu semua.

🌸🌸🌸🌸
 


       Alona memandang lurus ke depan, hamparan rumput dan pepohonan yang hijau. Samar-samar dia dapat melihat ada dua anak yang tengah bermain di tengah rerumputan, anak laki-laki itu terlihat ogah ketika bocah perempuan menyodorkan nya boneka barbie, tapi laki-laki itu tetap menerimanya. Anak perempuan itu terus saja menggerak-gerakan barbienya dan mengeluarkan suara yang berbeda di setiap barbie. Anak laki-laki di depanya hanya menatap nya bingung, sesekali dia melontarkan pertanyaan yang konyol membuat si prempuan itu menatapnya jengkel.  Alona tersentak dari lamunanya ketika mendengar suara bik Ayum memanggilnya. Pandanganya kembali lurus melihat rerumputan di depan lalu dia mulai beranjak untuk kembali ke dalam rumah.

     
      Alona duduk di meja makan setelah melihat bik Ayum berjalan ke arah nya dengan secangkir coklat panas.

     "Moggok neng." Bik Ayum meletakan nya di depan Alona.

      "Makasi bik." Alona meraih cangkir itu lalu menghirup baunya setelah nya baru dia meminumnya.

     "Tadi bapak telpon, katanya besok mau ngajak neng Lona sama ibu dinner di luar," Bik Ayum tersenyum ketika melihat wajah Alona yang merekah.

     "Kenapa ngabarinya ke bibi bukan ke Lona sendiri?" Kalau ada sesuatu papa nya pasi akan menghubungi dia terlebih dahulu, apalagi ini ngajak makan di luar, pasti dia akan menelpon sekedar menanyakan ada waktu, atau dia pingin makan di mana.

     "Kata bapak neng Lona nggak angkat panggilan terus, jadi telponya ke bibi." Alona menepuk dahi nya, lupa jika ponselnya dia tinggalkan di dalam kamar. Alona beranjak dari duduknya, berjalan tergesa menuju kamarnya. Dia menarik knop pintu tertapi tidak dapat terbuka, dia mencobanya sekali lagi tetap tidak terbuka. Alona menghela napas sabar, pintu nya ini emang sudah lama sering macet seperti ini, kadang susah sekali di buka.

ALONA (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang