One.

5.3K 320 27
                                    

"Bagaimana Jimin, Bi?" Pria muda itu berujar sesaat setelah sambungan teleponnya tersambung.

"Jimin masih mengurung diri di kamar nya, Joonie. Ia tak ingin ada orang yang memasuki kamarnya, bibi agak kesulitan menyuruhnya makan."

Namjoon, seorang kakak yang sangat menyayangi adik nya itu, menghela napas dalam. Ia sedikit kelabakan menghadapi Jimin yang sangat keras kepala saat sedang merajuk seperti itu.

"Bibi, aku titip Jimin ya. Jangan sampai Jimin melewatkan makan nya. Nanti aku akan berusaha menghubungi nya lagi." Namjoon akhirnya menyerahkan adik manja nya itu pada Bibi Hwasa—pegawai di rumah nya—yang sudah ia anggap sebagai bibi nya sendiri.

"Jangan khawatir, Joon. Aku akan pastikan Jimin baik-baik saja. Jaga dirimu baik-baik di Seoul. Itu kan tempat baru bagimu."

Ya, Namjoon baru saja menginjakkan kaki nya di Seoul tempat kelahirannya. Tempat yang menjadi saksi terpisahnya ia dengan orang-orang yang sangat ia cintai. Namjoon memutuskan untuk kembali, ia bertekad untuk mengembalikan semuanya meski ia tak yakin dengan hasilnya nanti.

"Tetap laporkan segala hal tentang Jimin pada ku ya, Bi. Bibi tahu kan, aku sangat berterimakasih padamu? Aku berhutang banyak pada Bibi."

Bibi Hwasa, orang yang tak ada hubungan darah sedikitpun dengan nya juga Jimin, malah seolah mengisi peran Ibu yang Namjoon dan Jimin tak pernah rasakan. Namjoon merasa sangat bersyukur ada Bibi Hwasa yang menemaninya juga Jimin sejak dulu. Sosok ibu yang mereka miliki, tak pernah memberikan afeksi apapun pada mereka, kendati pun raganya berada disisi mereka.

"Ck! Apa-apaan kau ini. aku menyayangimu juga Jimin. Tak perlu merasa terbebani dengan itu."

"Terimakasih, Bi."

Lagi-lagi Namjoon menghela napas dalam sesaat setelah sambungan telepon nya dengan Bibi Hwasa terputus. Ia sudah mengambil keputusan yang besar di hidupnya, meninggalkan Australia untuk mencari keberadaan adiknya yang lain di Korea. Ya, Namjoon mempunyai adik selain Jimin nya. Adik manis yang sudah terpisah dengannya belasan tahun lalu. Namjoon bertekad untuk menembus kesahalahannya yang tak bisa melakukan apapun dulu.

Hanya satu hal yang membuatnya berat meningglkan Negara Kangguru itu, Jimin. Ingatan pemuda itu melayang pada Jimin-nya yang ia tinggalkan di rumah besar sang Ibu bersama orang lain—Bibi Hwasa. Jimin menentang keras kepindahan Namjoon ke Korea, ia bahkan mengamuk saat tahu Namjoon akan meninggalkannya di Australia.

"Hyung sudah tak sayang padaku lagi!" teriak Jimin saat Namjoon menjelaskan perihal rencananya untuk pindah ke Korea.

"Hyung tidak, Jimin-ah. Ini hanya sementara sampai kau menyelesaikan studi SMP mu. Tunggu satu tahun lagi ya?" Jimin itu baru menginjak kelas 3 SMP, masih ada satu tahun lagi untuknya menyelesaikan jenjang SMP nya. Namjoon tak ingin mengambil resiko Jimin kesulitan mengahapi ujian nya nanti, karena sistem pendidikan di Korea yang berbeda dengan Australia.

"Aku ingin ikut Hyung," Jimin berujar lirih dengan mata dan hidung yang sudah memerah. Ia terus saja membayangkan bagaimana dirinya tanpa Namjoon disisinya. Tak ada lagi yang akan mendengarkan ceritanya sepulang sekolah, tak akan ada lagi yang akan membantunya mengerjakan tugas sekolah yang selalu ia bilang sulit itu, tak akan ada lagi yang akan mengajaknya jalan-jalan di akhir pekan. Jimin belum siap kehilangan semua moment itu. maka dari itu, ia masih tak ingin melepaskan kakak tersayangnya itu.

"Hyung akan sering menghubungimu. Kau bisa telepon hyung kapanpun. Hyung berjanji tak akan mengebaikanmu." Namjoon berujar lembut seraya berusaha memutar badan Jimin yang sedang memunggungi nya.

"A-aku tidak mau ditinggal hanya dengan Ibu, hyung," Jimin berujar lirih tapi masih bisa di tangkap Namjoon. Namjoon sebenarnya tak tega meninggalkan Jimin, tapi ia harus. Selain karena studi Jimin yang tanggung jika di tinggalkan, Namjoon pun memiliki alasan lain tak membawa Jimin bersamanya saat ini. Namjoon harus mencari adik nya yang lain di Korea yang tak Jimin ketahui. Sampai saat ini, Jimin masih belum tahu jika ia memiliki Kakak yang lain. Yang ia tahu, Namjoon adalah satu-satu nya kakak yang ia miliki.

Seakan mendapatkan ide untuk alasannya ikut dengan sang Kakak, mata Jimin berbinar, "Aku bisa bahasa Korea Hyung, aku juga bisa menulis Hangul. Aku akan belajar dengan keras disana. Asal aku ikut denganmu.."

"Tidak, Jimin. Hyung memikirkan sekolahmu. Kau akan kesulitan dengan perbedaan sistem ujian di Korea nanti," Namjoon berujar lembut tapi tegas tak menginginkan bantahan.

Jimin yang merasa tak ada kesempatan lagi untuknya membujuk sang Hyung, berteriak marah, "Hyung hanya tak ingin membawaku! Hyung sudah tak sayang lagi padaku!" Jimin berlalu sembari menghentakkan kakinya menuju kamar dan membanting pintunya dengan keras.

Hhhh, ini salahku yang terlalu memanjakannya.

Pada akhirnya ia tetap meninggalkan Jimin yang ia titipkan pada Bibi Hwasa. Namjoon tahu Jimin akan sangat marah padanya, tapi ia rasa ini keputusan paling tepat untuk saat ini. ia berjanji akan memperbaiki segalanya dengan cepat hingga waktunya tiba nanti, ia akan berkumpul dengan adik-adiknya. Jangan bertanya tentang Ibunya, ia bahkan tak akan peduli dengan keberadaan anaknya sendiri.

***

Namjoon sudah mempersiapkan segalanya saat akan pergi ke Korea. Berbekal lulusan terbaik di universitas ternama di Australia, ia kini telah diterima di sebuah perusahaan besar.

Ini hari pertamanya bekerja dan hal mengejutkan terjadi, ia bertemu teman lama nya dulu, Hoseok. Si ceria yang pernah mengikuti pertukaran pelajar selama satu tahun di Negara Kangguru. Hoseok satu-satu nya teman Korea yang ia miliki berhubung Namjoon pindah ke Australia saat masih berumur 8 tahun.

"Aku masih tak menyangka akan bertemu denganmu disini," Hoseok masih tersenyum bahagia mengetahui fakta ia dan namjoon bekerja di tempat yang sama.

"Bagaimana kabar Jimin? Apa dia mengamuk saat kau akan pindah kesini?" Hoseok kenal dekat dengan Jimin karena dari dulu memang Jimin sangat menempel bak perangko pada namjoon. Tak heran jika yang pertama ia asumsikan adalah amukan Jimin tentang kepindahan Namjoon ini.

"Ya, dia sangat marah saat aku tahu aku tak bisa mengajaknya. Tapi aku harus. Aku ingin fokus mencari adikku yang lain disini.."

"Ah, ya. Adik yang terpisah denganmu itu ya? Siapa namanya yaa.. Jungkook? Apa kau sudah tahu akan mencari nya kemana?" Hoseok memang sudah tahu bahwa Jimin bukanlah satu-satu nya adik yang Namjoon miliki, ia sudah terlampau tahu seberapa tersiksanya Namjoon kehilangan adik nya yang lain. Belum lagi sosok ibu yang bahkan tak pernah berniat mencarinya, dan malah membiarkan segalanya seperti tak terjadi apa-apa.

"Ya, Jungkook. Kim Jungkook. Aku hanya tahu ia tak pernah meninggalkan Seoul. Makanya aku tak ragu pindah kesini."

"Bagaimana kau akan mencarinya?" Hoseok yakin Namjoon tak tahu menahu soal jalanan di Seoul, ini masih terlalu dini baginya untuk mencari keberadaan orang yang bahkan tak pernah ia temui belasan tahun lamanya.

"Nan molla. Aku akan coba-coba mencarinya di rumah kami yang dulu."

"Kau tahu kan, aku akan bersedia membantumu kapanpun kau butuh. Jangan sungkan meminta bantuanku Namjoon-ah."

Namjoon bersyukur takdir mempertemukannya dengan Hoseok. Setidaknya, namjoon tak merasa sendirian di kota sebesar ini.

Jungkook, tunggu hyung.

Hyung janji akan menemukanmu

***

Hello! Aku datang dengan genre baruuu.
Enjoy the story and don't forget to click on the star below ❤

Find YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang