"Jadi pemuda tadi benar-benar Jungkook adikku?"
Ruangan itu mendadak lebih dingin dari biasanya. Hansung sudah sepenuhnya melepaskan bekas yang tadi dipegangnya begitupun dengan Namjoon yang tak melepaskan pandangannya dari sang ayah. Hansung merutuki kedatangan Namjoon yang bertepatan dengan Jungkook. Ia sudah berusaha agar Jungkook tak pernah bertemu dengan Namjoon, tapi apa boleh buat. Semuanya berjalan diluar kendalinya. Lalu yang ingin ia lakukan hanyalah memertahankan Jungkook disisinya. Ia tak ingin kehilangan calon penerusnya, meskipun sebenarnya Namjoon lebih cocok untuk menjadi penerusnya mengingat Namjoon sudah terjun ke dunia yang Hansung geluti sejak lama.
"Melihat reaksimu yang seperti ini, aku yakin tak salah mengenali Jungkook sebagai adikku." Namjoon lagi-lagi memancing Hansung agar bersuara. Hansung masih berusaha agar tak terkecoh dengan trik sulungnya itu.
Sudut bibir Namjoon tertarik, ia merasa situasi ini lucu. Takdir akhirnya memihaknya. Jungkook sudah ada di depan matanya bahkan sebelum ia mengelilingi kota ini untuk mencarinya. "Kau tahu, Jungkook sudah mengenalku dan sebaliknya. Aku rasa semuanya akan lebih mudah."
Kedua mata Hansung membesar. Jungkook sudah mengenal Namjoon? Bagaimana bisa?
"Jungkook tak akan bisa pergi bersamamu. Ia bahkan baru mengenalmu beberapa bulan, bukan? Aku yang membesarkannya selama ini, semua tak semudah itu Namjoon-ah."
"Lihat saja nanti. Aku akan membuat Jungkook lepas darimu. Permisi."
"Bukankah kau terlalu egois?" langkah Namjoon terhenti ketika ia hendak membuka pintu ruangan. Masih menunggu sang ayah melanjutkan kalimatnya dengan tenang tanpa berbalik. Ia takut perasaannya akan terbebani melihat sang ayah kembali. Bagaimanapun, Namjoon menyadari bahwa sang ayah adalah korban dari keserakahan ibunya.
"Kau terlalu egois jika kau ingin mengambil Jungkook juga. Ayah hanya sendiri, Namjoon-ah. Ayah tak memiliki siapapun untuk menemani ayah dan tentunya meneruskan perusahaan ini."
Tanpa sadar tangan Namjoon mengepal. Apa ayahnya mempertahankan Jungkook hanya untuk jadi penerusnya? Namjoon merasa ini salah. Jungkook terlalu kecil untuk menanggung beban menjadi penerus Hansung.
"Apa ayah mempertahankan Jungkook hanya demi perusahaan ini? Apa ayah sudah memastikan bahwa Jungkook tak keberatan dengan itu? Apa selama ini ayah benar-benar memikirkan keinginannya?"
"Kau tak tahu apapun, Namjoon. Jangan bertingkah seolah kau mengenal Jungkook lebih dari ayah. Jungkook sudah bersama ayah belasan tahun, mana mungkin ayah tak mengenalnya."
Namjoon tersenyum meremehkan, "Kalau begitu, bagaimana dengan bertanya langsung pada Jungkook dengan siapa ia ingin tinggal?"
"Kau tak akan mendapatkan apapun. Jungkook tak akan pergi dengan siapapun."
***
"Hyuuung.." Pemuda bermata sipit itu terbangun di tengah malam karena kehausan, sedang ia melhat Namjoon Hyung nya yang sedang duduk dengan tenang mengahadap ke jendela dengan segelas kopi di tangannya.
"Eh, kau terbangun? Ini masih malam, kau bisa tidur lagi."
"Hyungie mengapa belum tidur? Sesuatu terjadi?" Jimin ikut duduk di sebelah hyungnya dengan membawa cangkir berisi air putih yang tadi dibawanya.
"Tidak ada, hyung hanya belum mengantuk."
Bohong. Jimin tahu Hyungnya tengah berbohong, terlihat jelas dari wajahnya yang terlihat penuh beban. Apa yang sedang hyung pikirkan?
"Hyungie.. temani aku di kamar, aku tidak bisa tidur lagi," lirih Jimin dengan sedikit menarik lengan Namjoon yang kosong. Ia terlalu tahu, jika Hyungnya dibiarkan begini, mungkin Namjoon tidak akan menyentuh kasur semalaman sedangkan esoknya ia harus kembali bekerja. Jimin tak ingin itu terjadi.
"Kau ini.. sudah besar masih saja merajuk begitu. Apa teman-temanmu tahu kau begitu manja, hm?" Namjoon tak kuasa menahan kegemasan, ia mencubit hidung bayi nya itu "Ah, hyung hentikan.."
Keduanya berjalan kearah kamar Jimin lalu berbaring di kasurnya yang tak begitu besar tapi cukup untuk diisi mereka berdua. Namjoon yang masih menunggu kantuknya datang, tiba-tiba kembali teringat dengan pertemuannya dengan ayahnya juga Jungkook. Lalu pandangannya jatuh pada adiknya yang sedang sibuk menaikkan selimutnya. Bagaimana jika nanti Jimin tahu kalau ayahnya masih hidup? Bagaimana jika nanti Jimin tahu bahwa ia punya kakak selain dirinya, terlebih itu Jungkook? Apa Jimin akan senang atau justru kecewa karena ia dibiarkan tak tahu apa-apa hingga kini? Berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya membuat Namjoon ingin membenturkan kepalanya kemana saja hingga ia tak perlu memikirkan hal rumit ini.
Ia butuh pengalihan. Nertanya lagi-lagi tertumpu pada malaikat disampingnya, adik yang selama ini ia jaga dengan seluruh jiwanya. Namjoon tak sanggup membayangkan bagaimana jika Jimin kecewa padanya. Dipeluknya si bungsu yang sudah menutup matanya itu dengan erat, sambil mengelus pucuk kepalanya dengan lembut. "Apa hyung masih tidak bisa tidur?" Namjoon terkejut karena Jimin membuka matanya tiba-tiba.
"Hm," Namjoon berdehem mengiyakan. "Bagaimana jika kau menceritakan harimu? Biar hyung cepat mengantuk." Jimin mengannguk dengan antusias. Ia memiringakn tubuhnya agar bisa melihat ekspresi Namjoon lebih jelas. "Sebenarnya hari ini tidak ada yang berbeda. Aku belajar seperti biasa tanpa mengahadapi kesulitan berarti, lalu aku makan di kantin bersama Mingyu, Taehyung hyung dan Jungkook hyung. Ah iya, tadi siang aku diajak Taehyung hyung untuk pergi ke bukit melihat sunset juga sambil menemani Jungkook hyung melukis, tapi karena aku ada jadwal club akhirnya aku tidak bisa ikut." Pernyataan terakhir Jimin mampu menarik atensi Namjoon yang sebenarnya tak benar-benar menyimak ceritanya.
"Jungkook melukis?"
"Lukisan Jungkook hyung bagus sekali loh, aku pernah melihatnya. Kata Taehyung hyung, cita-cita Jungkook hyung ingin menjadi pelukis tapi ayahnya sepertinya tidak menyukai itu. Sayang sekali.. Padahal lukisannya keren sekali."
"Benarkah?" ujar Namjoon yang mendapat anggukan dari Jimin. Lagi-lagi ingatan pria berlesung pipi itu terlepar saat sang ayah mengatakan bahwa Jungkook akan menjadi penerus perusahaan ayahnya itu.
Apa itu yang kau mau Jungkook? Atau justru selama ini kau tersiksa dengan kemauan ayah?
"Hyung, kau melamun lagi."
"Ah, iya maaf. Hyung sudah mengantuk, terimakasih ceritanya. Ayo kita tidur." Namjoon lalu menaikkan kembali selimut yang entah kapan berpindah ke kakinya seraya mengusak rambut adik bungsunya lembut.
Jungkook, hyung harap selama ini kau bahagia bersama ayah. Setidaknya jangan hukum hyung dengan rasa bersalah karena dulu hyung terlalu lemah dan kecil. Jika memang kau tidak bahagia, tunggu.. Tunggu sebentar lagi sampai hyung menjemputmu.
***
Hai!
Gak selama yang dibayangkan kan? hehe. Aku lumayan ngebut untuk ngerjain part yang ini. Maaf kalau pendek yaaa but I hope you enjoy the story. Luv!
KAMU SEDANG MEMBACA
Find You
FanfictionNamjoon memutuskan untuk menginjakkan lagi kaki nya di Korea demi menemukan adiknya yang sudah terpisah dengannya belasan tahun lalu. Berbekal memori masa kecil, akankah ia berhasil?