Sudah dua bulan berlalu sejak Namjoon menginjakkan kaki nya di Seoul. Tak ada yang berubah, ia belum juga menemukan jejak adik tengahnya. Jungkook masih sangat jauh untuk Namjoon raih. Bukannya tak berusaha, Namjoon sudah mendatangi tempat-tempat yang mungkin akan memberinya petunjuk. Ia sudah ke rumahnya dulu, lalu ia pun berusaha mengingat-ingat kerabat orangtuanya di Seoul, tapi nihil. Namjoon tak menemukan apapun jika hanya berbekal memori masa kecilnya. Dan lagi, ia cukup sibuk bekerja sebagai pegawai baru, banyak waktunya yang tersita dengan pekerjaannya ini. namjoon menyadari satu hal, ternyata tak mudah hidup di tempat lahirnya ini, persaingan dimana-mana yang kadang terlau mencekiknya.
Sudah dua bulan pula Namjoon berusaha terus menghubungi Jimin si adik keras kepalanya itu. Jimin masih tak ingin berbicara padanya. Namjoon selama ini hanya bebicara pada Hwasa untuk mengetahui kabar Jimin. Dan malam ini ia sedang mencoba menghubungi Jimin lagi.
Entah sudah panggilan keberapa, Jimin masih saja tidak mengangkatnya. Akhirnya Namjoon mencoba menelepon Hwasa untuk mencari tahu kabar adiknya itu.
"Ha-halo bi?" jantung Namjoon mendadak berdetak dua kali lebih cepat. Hwasa meneriakkan nama jimin sesaat setelah sambungan telepon mereka terhubung.
"A-ada apa Bi? Jimin kenapa?" ia tak ingin berpikir buruk, tak ada apa-apa .
"Ji-min.. Joonie sebentar ya. Nanti bibi hubungi lagi—"
"Tidak, Bi. Katakan ada apa dengan Jimin? Kenapa Jimin?"Terdengar suara berisik di sambungan teleponnya, sepertinya Bibi Hwasa sedang menggenggam ponsel nya sambil melakukan hal yang entah apa di sebrang sana. Namjoon semakin panik dengan suara-suara aneh disana.
"Bi! Bibi Hwasa! Kau mendengarku?"
Namjoon berdecak kesal melihat sambungan teleponnya terputus. Sungguh, ia tidak bisa tenang. Ada apa dengan Jimin? Kenapa Bibi Hwasa terdengar panik?
Ahh! Sial!
Namjoon masih tak bisa memejamkan matanya, padahal ini sudah tengah malam. Ia belum bisa tenang jika belum mendengar kabar dari bibi Hwasa. Sudah tiga jam berlalu dan entah sudah keberapa puluh kalinya Namjoon menghubungi Bibi Hwasa. Tak terpikirkan sedikitpun untuknya menghubungi sang Ibu. Ia bahkan bisa menebak jika Ibunya pun tak tahu apa yang terjadi pada Jimin nya.
Percobaan terakhir. Jika telepon ini tak diangkat lagi, ia bersumpah akan langsung memesan tiket pesawat untuk menyusul jimin ke Negara Kangguru itu.
"Joonie, Jimin masuk rumah sakit." Pertahanan Namjoon lepas kendali, lututnya lemas.
"A-apa yang terjadi, Bi? Dua hari kemarin Jimin masih baik-baik saja kan?"
Terdengar helaan napas panjang di sebrang sana, kini suara bibi Hwasa terdengar kembali, "Sebenarnya sudah seminggu ini Jimin tidak baik-baik saja Namjoon-ah. Jimin sering bermain basket sampai larut malam lalu diteruskan dengan berenang, dan ketika bibi menyuruhnya makan ia mengaku sudah makan, padahal bibi tahu Jimin belum memasukan apapun ke dalam perutnya. Maafkan bibi belum bisa menjaga Jimin dengan baik, Joonie,"
"Tidak, bi. Bibi sudah melakukan yang terbaik, aku yang bersalah disini, seharusnya aku tak meninggalkan Jimin disana. Lalu bagaimana keadaannya sekarang bi?"
"Jimin masih di dalam ruang perawatan, belum sadarkan diri. Jimin membutuhkanmu Namjoon-ah. Setiap malam bibi mendengar isakan di kamarnya, dan paginya Jimin akan keluar denga mata sembabnya."
Namjoon semakin merasa bersalah, ia seharusnya membawa Jimin bersamanya. Toh, ada atau tidakpun Jimin tak merubah fakta bahwa ia belum memiliki petunjuk apapun mengenai Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find You
FanfictionNamjoon memutuskan untuk menginjakkan lagi kaki nya di Korea demi menemukan adiknya yang sudah terpisah dengannya belasan tahun lalu. Berbekal memori masa kecil, akankah ia berhasil?