"Bagaimana sekolahmu?" Pria paruh baya membuka obrolan klasiknya dengan sang anak. Menanyakan perihal sekolahnya yang ujung-ujungnya memaksanya untuk meneruskan perusahaannya.
"Baik, Yah." Jungkook, pemuda itu menjawab pertanyaan ayahnya tanpa minat. Ia tahu apa yang selanjutnya akan ayahnya katakan.
"Kau harus belajar dengan baik. Kau tahu kan ayah menggantungkan nasib perusahaan yang ayah bangun sedari dulu padamu?"
Tuhkan. Ingin rasanya Jungkook memutar bola matanya, tapi urung ia lakukan karena tak ingin membuat percakapannya lebih panjang lagi. Jungkook sudah muak dengan apa yang ayahnya katakan. Ia tak ingin menjadi penerusnya. Ia ingin menjadi pelukis tapi ayahnya tak pernah mengindahkan keinginannya.
"Kau harus berhenti bermain-main, Jungkook. Kau sudah tingkat akhir. Ayah ingin nanti kau mengambil jurusan Management Business agar kau bisa mulai mempelajari perusahaan Ayah."
Jungkook tak dapat membantah ataupun mengutarakan isi hatinya, Hansung sudah terlalu jauh baginya. Ia bahkan tak pernah mendapatkan hak nya sebagai anak untuk merasa di sayangi. Selama ini Jungkook tumbuh tanpa seorang Ibu, ia tak tahu apa Ibunya masih hidup atau sudah mati. Ayahnya tak pernah membahasnya dan Jungkook terlalu takut untuk bertanya. Ia hidup dengan berbagai pertanyaan setiap harinya. Pernah ia bertanya pada Bibi Kina yang sudah mengasuhnya sejak kecil, tapi bibi pun tak mau membuka suaranya.
Apa aku tak berhak tau keberadaan ibuku sendiri?
"Besok ayah akan pergi ke Daegu. Perhatikan sekolahmu, ayah akan mempercayakanmu pada Sejin."
"Tak perlu, Yah. Biarkan Paman Sejin bersamamu. Aku bisa mengurus diriku sendiri." Jungkook tak ingin diikuti Sejin seperti dulu saat ia ketahuan membolos demi menghadiri pameran lukis milik pelukis favorite nya. Hansung tak segan-segan memerintah Sejin untuk mengikuti Jungkook sebulan penuh sebagai bentuk hukumannya.
"Tidak. Sejin akan mengantar dan menjemputmu dan memenuhi semua kebutuhanmu. Jangan membantah Jungkook, ayah tak suka bantahan."
Selalu seperti itu, Hansung yang kukuh pada pendiriannya dan Jungkook yang tak pernah bisa membangkang meski hati tak ayal terkekang.
***
Rutinitasnya setiap hari selalu membosankan. Sekolah-tempat les-rumah, begitu setiap hari. Oh, jangan lupakan peran paman Sejin yang setiap hari melaporkan kegiatan Jungkook pada ayahnya itu.
Hari ini pun masih tetap sama, Jungkook akan pergi ke sekolah diantar Sejin dan ketika bel pulang berbunyi, Sejin sudah siap di depan gerbang sekolahnya, menyebalkan.
"Heh, kenapa wajahmu di tekuk begitu? Ada apa lagi?" seseorang merangkul pundak Jungkook seraya berjalan di sampingnya.
Jungkook tak menghiraukan teman terlalu aktif nya itu dan terus berjalan menyusuri lorong kelasnya.
"Aaah, aku tahu. Paman Sejin berubah menjadi bodyguard mu lagi ya?" Jungkook memutar bola matanya, ingin rasanya ia memukul kepala temannya ini, tapi Jungkook tak ingin menyia-nyiakan tenaganya.
"Berisik, sana pergi!" Jungkook menghentakkan tangan Taehyung yang bertengger manis di bahunya.
Tapi bukannya marah, Taehyung malah merangkulnya kembali dan mempereratnya seolah Jungkook akan kabur jika tak ia kalengi.
"Aiy, Imma! Kau pasti akan senang setelah mendengar informasi dariku ini." Taehyung memukul pelan pantat Jungkook yang di hadiahi pelototannya.
"Aku tak tertarik." Jungkook kesal karena koridor sekolahnya yang panjang dan letak kelasnya yang mendadak seperti di ujung dunia.
"Oh kau tak tertarik pada Van Dante, yasudah." Kalmat terkahir Taehyung rupanya membuahkan hasil, langkang Jungkook seketika terhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find You
FanfictionNamjoon memutuskan untuk menginjakkan lagi kaki nya di Korea demi menemukan adiknya yang sudah terpisah dengannya belasan tahun lalu. Berbekal memori masa kecil, akankah ia berhasil?