eleven.

2.7K 274 46
                                    

Langit biru membentang menemani sunyi dua pemuda yang di pisahkan takdir. Saling tak mengenal tapi ternyata memiliki ikatan yang tak main-main, hubungan darah. Dua pemuda yang tak mengenal dunia yang kejam, karena selalu dilindungi oleh orang-orang tercintanya. Dua pemuda yang sama-sama tak mengerti tentang kekacauan yang melibatkan mereka, terlalu bersih dan polos hingga tak memahami bahwa banyak hati yang saling tarik menarik merebutkan mereka namun enggan memersatukan. Malangnya.

Jimin melirik kakak kelasnya sekali lagi—setelah selama sepuluh menit ini ia habiskan untuk sesekali melihat hal-hal di sekitarnya dan akhirnya pandangannya bertumpu pada Jungkook. Yang ditatap sebenarnya tahu ia sedang di perhatikan, tapi justru ia ingin tahu sampai sejauh mana Jimin akan memandanginya tanpa mengucap sepatah kata pun.

"Sejak kapan kau di riksak mereka?" Akhirnya Jungkook memecah sunyi itu. Ia cukup yakin bahwa Sungwon dan teman-temannya itu melakukan itu lebih dari satu kali pada Jimin.

"Apa saat kau pingsan dulu, itu juga perbuatan mereka?" Jungkook bertanya lagi kala jimin tak juga membuka suara. Sedangkan Jimin sedang memikirkan jawaban yang paling pas karena ia tak mau masalah ini terus memanjang. Ia sudah lelah, sungguh.

Aku hanya murid baru, mengapa bebanku sudah seperti murid tingkat akhir yang akan menghadapi ujian. Huft!

Jimin masih diam, terlihat sedang berpikir keras. Jungkook mempunyai kesempatan untuk memerhatikan Jimin dari tempatnya, ia masih mengingat-ingat bentuk mata yang Jimin miliki, benar-benar familiar. Tapi siapa?

Ayah? Bentuk mata dan cara Jimin memandang sesuatu persis seperti Ayah.

"Mana mungkin!"

"Huh?" Jimin otomatis menolehkan kepalanya saat suara jungkook memecah sepi.

"A-ah, tidak—tidak aku hanya sedang memikirkan sesuatu, bukan tentangmu!" bohong nya. Jungkook sedang berusaha mengelak pikiran gila yang sedang menari-nari di benaknya.

"Lalu bagaimana? Pertanyaanku belum ada yang ka jawab, jimin-ah!"

"Hyung.. sudahlah, aku tak ingin memperpanjangnya lagi~" ujar Jimin dengan ayunan nada nya, tanda ia sedang merajuk. Ya, Jimin sudah cukup berani untuk merajuk pada Jungkook, ia juga sudah menanggalkan panggilan formalnya pada Jungkook dan lebih laluasa dalam bersikap. Jungkook pun sudah jauh lebih cair. Lagipula, siapa yang akan kuat dengan Jimin yang punya banyak cara meluluhkan semua orang dengan tingkah manisnya itu kan?

"Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja Jimin-ah. Apa perlu aku tanya langsung pada Sungwon?" Jungkook mulai melancarkan aksinya, ia tahu Jimin tak akan mau membuka suara jika tak ia ancam. Diam-diam Jungkook menyunggingkan senyumnya saat Jimin memajukan bibirnya tanda kesal dengan pernyataan Jungkook.

Jungkook sedikit salut dengan sikap Jimin yang ingin menyelesaikan masalahnya tanpa keterlibatan oranglain. Tapi kali ini ia rasa Sungwon sudah keterlaluan karena fisik Jimin sampai terluka. Entah sejak kapan, tapi Jungkook merasa nyaman saat dekat dengan Jimin. Ia ingin melindunginya, Jungkook bahkan menganggap Jimin seperti adiknya.

Jimin mengela napas kasar, ia tak punya pilihan selain menceritakan semuanya pada Jungkook. Di tengah ceritanya, ponsel Jungkook berbunyi—panggilan dari sahabatnya.

"KEMANA SAJA SIH KAU INI, JUNGKOOK?!" Jungkook langsung menjauhkan ponsel dari telinganya setelah suara sang sahabat menggelegar di telinganya. Belum sempat jungkook membuka suara, suara bernada tinggi itu sudah kembali menyapa—"Ya! Aku sudah hampir kering menunggumu di gerbang bodoh!"

"Aku di gerbang belakang bersama Jimin. Kemarilah." Jungkook menjawab dengan nada datar. Bukan tidak menrasa bersalah karena membuat Taehyung menunggunya, tapi ia juga malas menjelaskan lewat telepon. Saat pulang tadi, Jungkook memang menyuruh Taehyung untuk menunggunya di gerbang depan selagi ia mengembalikan buku yang dititipkan Guru Nam di perpustakaan dekat gerbang belakang.

Find YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang