Begitu banyak hal yang ingin Jungkook ketahui dalam hidupnya. Dimanakah sang Ibu? Apa yang terjadi dengan rumahtangga orangtuanya? Apakah sang ibu masih hidup ataukah sudah tiada? Apakah mereka bercerai lalu Jungkook ditinggalkan? Atau apa? bagaimana?
Benar. Jungkook benar-benar tak tahu apa-apa. Ia tak berani bertanya apapun pada sang ayah karena memang Hansung tak pernah memberi celah bagi Jungkook untuk mengetahui apapun. Jungkook hanyalah anak yang di besarkan oleh seorang ayah yang dingin dan kaku. Pernah beberapa kali ia bertanya tentang sang ibu, dan hanya raut tak mengenakan dari sang ayah yang ia dapatkan. Jika sudah begitu, lalu apa yang bisa Jungkook harapkan? Ia sudah berpikir mungkin dirinya tak akan tahu apa-apa selamanya.
Dan rasanya, Jungkook sudah terlalu lelah untuk mencari tahu bahkan sebelum melakukan apapun.
Ia lelah dengan segala pikiran yang berkecamuk di benaknya tanpa pernah mendapat jawaban bahkan petunjuk. Jika memang sang ayah menghendaki Jungkook untuk tak tahu apapun, maka keinginannya sudah berhasil terpenuhi, terbukti dengan Jungkook yang masih saja tidak tahu apapun hingga saat ini.
"Jungkook, apa kau mempunyai seorang Kakak?"
Ingaannya terlempar pada pertanyaan Namjoon siang itu. Baru kali ini ada yang menanyainya tentang sesosok kakak yang tak pernah Jungkook miliki. Ia sedikit heran mengapa Namjoon tiba-tiba bertanya seperti itu. Padahal selama ini tak pernah ada yang menanyakan perihal itu, mengingat Jungkook terlihat dingin dan tidak tersentuh, lebih banyak yang menebak ia seorang anak tunggal. Dan bukankah memang begitu?
Sesaat sebelum Jungkook menjawab pertanyaan Namjoon, pemuda berlesung pipit itu sudah menyambutnya dengan kekehan, "Ah maafkan aku, mungkin aku terlihat sok akrab dengan teman adikku. Lupakan saja pertanyaanku."
Mengingat itu, Jungkook tersenyum pahit.
Aku berharap memiliki seorang kakak. Seorang yang bisa kusandari bahu nya ketika hari yang kulalui terlalu buruk. Seorang yang bisa ku ajak bicara ketika kemelut pikiranku tak bisa kuurai. Seorang yang akan mengusak rambutku ketika aku melakukan sesuatu yang membanggakan. Tapi sayangnya, itu mungkin tak pernah terjadi. Namjoon Hyung, Ayah bilang aku harapan satu-satu nya. Berarti aku hanya sendiri kan?
***
Hari itu, matahari enggan memunculkan dirinya menyebabkan cuaca sedikit mendung dengan awan begumpal di hamparan langit biru itu. Jungkook dan Taehyung sudah memiki rencana pergi ke pinggiran kota untuk melukis di bukit tertinggi disana. Taehyung yang tahu tempatnya. Setelah melihat betapa indahnya menyaksikan sang matahari tenggelam disisi Bumi, ia langsung teringat sahabatnya dan berjanji akan membawa Jungkook beserta kanvas kesayangannya. Taehyung terlalu yakin dengan alam yang begitu indah ditambah tangan magis Jungkook, ia akan melihat lukisan yang tak kalah indahnya sebagai hadiah.
Tapi semua bayangan menyenangkan itu harus lenyap kala seorang laki-laki berperawakan jangkung dan berisi menghampiri sang sahabat. "Aku akan pulang malam, beritahu ayah." Sebelum Sejin mengeluarkan suaranya, Jungkook menyela terlebih dahulu. Ia tak ingin rencananya kali ini gagal. Semua peralatan melukisnya sudah menunggu.
"Kau ada jadwal bertemu dengan Presdir. Kau hanya perlu datang dan mendengarkan guru mu di kantor, Jungkook-ah. Ayolah jangan membuatku mencari alasan lagi di depan ayahmu."
Akhirnya tak ada yang bisa ia lakukan selain menurut jika tak ingin berhadapan dengan ayahnya yang murka. Jungkook sedang tidak ingin mencari masalah. Tak sampai 30 menit, mobil yang dikemudikan Sejin sampai di kantor Hansung. Jungkook sudah hapal kemana ia harus pergi, pertama-tama ia harus keruangan ayahnya setidaknya untuk melapor bahwa dirinya hadir, lalu setelah itu Guru Lee akan mengajarkannya tentang seluk beluk perusahaan, di ruangan khusus yang telah disiapkan ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find You
FanfictionNamjoon memutuskan untuk menginjakkan lagi kaki nya di Korea demi menemukan adiknya yang sudah terpisah dengannya belasan tahun lalu. Berbekal memori masa kecil, akankah ia berhasil?