four.

2.4K 228 7
                                    

"Jimin ada di ruangan berapa bi?" Namjoon baru saja tiba di rumah sakit tempat Jimin di rawat.

Ya, Namjoon kembali untuk membawa Jimin nya. Meski dengan perijinan yang alot dengan Park Sajangnim, tetapi Namjoon merasa lega karena ia bisa pergi dengan cara baik-baik. Namjoon itu pintar untuk memikat hati oranglain, Park Sajangnim saja langsung terpikat pada kharisma yang menguar dari dirinya padahal ia hanya pegawai baru di perusahaannya.

Namjoon segera mencari nomor kamar yang bibi Hwasa sebutkan di telepon tadi. Jimin yang sedang terlelap dengan infus di tangannya menjadi pemandangan pertama yang Namjoon lihat setelah ia membuka pintu kamar rawat adiknya itu. Namjoon mendekati ranjang pesakitan itu pelan. Dilihatnya dengan seksama wajah pucat juga tirus jimin. Hati Namjoon berdesir kala ia ingat jimin anak yang kuat, ia bahkan jarang sakit dan tak pernah sekurus ini. Namjoon semakin merasa bodoh karena ia pikir dengan meninggalkan jimin, ia bisa lebih leluasa untuk mencari jungkook, nyatanya ia hanya melakukan banyak kesalahan dengan keputusannya itu.

Bibi Hwasa mendekat pada Namjoon yang masih memandangi jimin lekat, "Jimin sudah lebih baik, jangan khawatir. Ia sudah tak begitu sulit makan. Dokter juga sudah memberinya vitamin." Bibi Hwasa tahu betapa menyesalnya Namjoon, maka dari itu ia berusaha menenangkan majikannya itu.

"Apa Ibu sudah menjenguk jimin bi?"

"Sudah, tapi saat itu jimin sedang tidur dan ibumu pergi lagi setelah itu."

Namjoon menghela napas dalam ia sudah menduga ibu nya tak akan menunggui jimin. "Bi, jika aku membawa jimin, apa bibi akan ikut pulang ke korea?" Hwasa sudah tinggal di Australia sejak muda, dan Namjoon tak pernah melihat Hwasa pulang ke Korea, entah mengapa.

"Apa jimin akan tinggal bersamamu? Lalu bagaimana dengan ibumu?" bukan menjawab pertanyaan namjoon, ia malah lebih tertarik pada keputusan yang akan diambil namjoon.

"Ya, jimin akan kubawa bersamaku. Aku tak tahu mengenai ibu. Mungkin ibu akan tetap disini. Aku juga tak begitu peduli."

"Jangan begitu, namjoon-ah. Bagaimanapun nyonya Hyena adalah ibumu. Kau harus meminta ijin nya jika ingin membawa jimin bersamamu. Dan untuk pertanyaanmu sebelumnya, aku tidak akan meninggalkan kota ini, aku tak berniat untuk pulang lagi ke korea namjoon-ah."

Sesaat namjoon lihat sekelebat kilatan sendu di mata bibi hwasa tapi tak lama bibi hwasa kembali memberikan senyum lembutnya.

"Apa bibi tak berniat pergi bersamaku juga jimin? Aku rasa jimin akan berat berpisah denganmu karena kau yang mengurus jimin dari bayi."

"Aku juga akan sangat kehilangan si manis jimin. Tapi tak apa, aku bisa menghubungi kalian setiap hari bukan? Aku ingin kau yang menemani jimin, namjoon-ah. Ia sangat membutuhkanmu."

"Iya bi, aku tahu."

"Yasudah, bibi akan pulang ke rumah sebentar, kau jaga jimin ya?"

Namjoon mengangguk, "Beristirahatlah bi. Aku akan jaga jimin sampai besok. Bibi tidak perlu kembali ke rumah sakit malam nanti."

Hwasa mengangguk menyetujui saran Namjoon. Ia ingin memberikan waktu pada namjoon untuk menyelesaikan urusannya dengam jimin.

Setelah satu jam berlalu, namjoon sudah segar dengan pakaian santainya setelah membersihkan diri di ruang rawat jimin. Ia sedikit terkejut melihat jimin yang sudah membuka matanya dan sedang memandang jendela di sebelah kirinya. Namjoon lalu menghampiri ranjang jimin dan duduk disisi kirinya.

Jimin tak bergerak, ia tak ingin melihat kakaknya itu. Sebenarnya jimin sangat rindu pada namjoon, ia ingin memeluk kakak tersayangnya itu. Tapi Jimin ingat ia sedang marah, jadi sekuat tenaga ia menahannya.

Find YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang