Assalamualaykum, Rumy apdet.
Jangan lupa vote dan komen♡
.-Semesta, kami bahagia.-
***
Dear, Semesta yang baik hati...
Kurang dari satu hari lagi saya akan melepas masa lajang dengan seorang laki-laki yang selama ini saya sayangi. Terima kasih, Semesta, karena sudah menjaga manusia baik itu dan sudah mengizinkan saya untuk seutuhnya menjadi wanitanya. Meskipun banyak halangan dan rintangan yang menghadang, saya amat bersyukur atas akhir yang baru menjadi awal ini.
Semesta, saya tahu kalau saya amat banyak salahnya terhadapmu, sering memprotesmu, acapkali mengutukmu, apalagi, ya, keburukan-keburukan saya? Tetapi, Tuhan masih baik pada saya, tetap membiarkan Biru untuk mencintai saya. Lagi-lagi, terima kasih, Semesta. Terima kasih, Tuhanku.
Semesta, saya mau curhat dulu. Boleh jadi ini adalah curahan hati saya yang terakhir saat menjadi lajang, hihi, saya malu menuliskannya. Iya, ‘kan? karena besok saya sudah bergelar menjadi istri seseorang, duh, saya ini betul-betul malu. Sepertinya pipi saya bersemu merah, Semesta.
Aduh, saya deg-degan. Bagaimana kalau Biru salah sebut nama, ya? ah, kenapa saya jadi berpikir yang bukan-bukan? Semesta, kamu yakin sama dia, ‘kan? dia akan benar pada prosesi akad nanti. Aaaaaa, Semestaaaaaa, saya benar-benar keringat dingin saat menulis ini. Ini adalah tulisan berperasaan yang amat membuat saya getar-getar. Aaaaa, saya mau teriak!
Saya tidak jadi curhat, justru saya malu-malu, hihi. Semesta, maaf, ya, karena saya terlalu lebay, habisnya saya deg-degannya betulan. Saya mau curhat ini, serius, ya?
Sudah seminggu saya dipingit, tidak boleh keluar rumah, tidak boleh berjumpa Biru, tidak boleh menghubunginy, pokoknya serba tidak boleh! Saya sedikit kesal, saya ‘kan rindu. Aduh, berkata rindu justru saya bertambah malu. Aaaa, Semesta, saya aduh, aaaaa. Saya tidak jelas sekali, ya?
Pokoknya seperti itu. Semesta, terima kasih karena sudah memberi izin pada hubungan kami. Saya mencintainya.
Lanaria Jingga
Satu hari sebelum prosesi sakral itu terjadi.
Lana menutup buku usangnya dengan senyum yang merona. Tubuhnya bergetar, jantungnya deg-degan, hatinya kembang-kempis, rasa-rasanya tetap tidak menyangka dia ada di posisi ini. Ia memandang seantero kamar tidurnya, kamar yang sudah dua puluh satu tahun menemaninya. Kamar yang menjadi saksi tangis dan tawanya, perjuangannya, semua yang ada di dirinya tertumpahkan di dalam kamar ini.
Tentang ayahnya, ibunya, usahanya, semuanya. Dan besok, kamar ini akan dihuni oleh dua orang. Ia dan suaminya, Jingga bersama dengan Birunya. Memikirkannya saja jantung Lana sudah jumpalitan tidak karuan. Malam ini, malam terakhir ia tidur sendiri. Aduh, betapa jantungnya terasa ingin copot.
“Sayang.” Lina memanggil anaknya dengan mata yang berkaca-kaca. Lana menoleh kepada wanita hebatnya itu.
Lina berjalan memasuki kamar anaknya, lalu duduk di sisi ranjang yang sudah dihias menjadi ranjang pengantin. Di sekeliling kamarpun sudah dihiasi dengan bunga-bunga dan pernak-pernik pengantin lainnya. Pencapaian terindah dari menunggu sebuah kepastian adalah dengan seutas ikatan pernikahan.
Lina menatap putrinya itu dengan air mata yang perlahan luruh. Ingatan membawanya kepada memori saat sang anak baru lahir, betapa bahagianya dia kala itu. Melihat bayi yang hidup di kandungannya kian hari semakin bertumbuh dan berkembang dengan baik, menjadi gadis kecil yang ceria dan penuh tawa. Gadis kecil berkepang dua yang selalu minta di gendong punggung dengan ayahnya.
Lalu, umur lima tahun itu datang. Betapa kehilangannya Lina akan kepergian suami yang ia cintai secara tiba-tiba. Betapa terpuruknya batin seorang Ibu saat melihat anaknya tidak mau makan, tidak mau minum, mengurung diri, selalu memanggil nama ayahnya, selalu bermimpi buruk dan menangis setiap malam. Gadis kecil yang penuh ceria miliknya sudah berubah menjadi anak kecil yang terpukul dan dilingkupi kegundahan.
Anaknya menjadi gadis yang pemurung, tertutup, sukar digapai, tidak suka berbicara, lebih sering mengurung diri di kamar. Meskipun Lina sudah berkali-kali mengajaknya tertawa, berbincang, tetapi hanya ditanggapi sekenanya oleh Lana.
Lalu, dalam dua belas tahun ia hidup bersama anaknya yang dingin dan ketus. Lina sangat khawatir dengan masa depan anaknya dengan sikap yang seperti itu. Anaknya sama sekali tidak pernah membawa seorang teman ke rumah, menceritakan tentang sekolahnya, mengakui apa yang dirasakannya.
Sampai akhirnya, datanglah laki-laki yang bernama Albiru Bagaskara ke hidup mereka. Laki-laki yang begitu berarti bagi anaknya. Pada saat Bagas berubah, Lina sempat takut anaknya kembali menjadi pribadi yang antisosial. Namun, untungnya semua tak berlangsung lama. Dan besok, laki-laki itulah yang akan mengucapkan ijab kabul untuk menghalalkan gadis kecil yang ceria miliknya.
“Ibu mau tidur sama calon pengantin,” pinta Lina, ia tersenyum dengan tulus.
Lana menunduk, mukanya sudah bersemu merah. “Ah, Ibu, Jingga malu!” serunya tertahan.
“Anak ibu yang cantik jelita ternyata besok sudah menjadi istri orang. Umur dua puluh dua tahun, sama seperti ibu dulu. Kamu menikah dengan orang yang kamu pilih dan dia memilihmu serta Allah yang Maha Kuasa merestui kalian saling memilih.” Mata Lina sudah mengeluarkan cairan bening yang tak bisa lagi ditahan. Melihat ibunya menangis, Lana pun ikut menjatuhkan air matanya.
Lana mengangkat tangannya untuk menghapus air mata sang ibu. Ia tidak pernah membayangkan hari-hari ini akan tiba di hidupnya. Ia berpikir ia akan terus hidup bersama sang ibu dan saling memeluk.
“Ibu, terima kasih untuk segala-galanya.”
“Terima kasih karena sudah menjadi gadis yang amat luar biasa untuk Ibu, Jingga. Ibu bangga dan bahagia dikaruniakan anak yang seluar biasa kamu. Sebenarnya ibu ingin menyampaikan pesan-pesan pernikahan untuk kamu, tetapi rasanya kata-kata itu tidak keluar. Ibu akan selalu mendoakan tentang kebahagiaan kamu dalam berumah tangga.”
“Ibu peluk saja Jingga, semua nasihat dari Ibu akan Jingga rasakan.”
Lina mengangguk atas perkataan anaknya, lalu langsung meraup tubuh Lana ke dalam pelukannya. Mereka tidur bersama hari ini, di kamar pengantin yang indah. Saling meluapkan rasa kasih sayang dari Ibu dan anak, begitupun sebaliknya. Saling mendengarkan detak jantung yang bergantian bergetar, mengingat selama ini mereka hidup berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU (COMPLETED)
Romansa(TAMAT) (CERITA INI DIBUAT UNTUK DIBACA, BUKAN UNTUK DIPLAGIAT!) . Cerita seorang gadis yang bernama Lanaria Jingga, pendiam, berkacamata, mungil dan tidak ekspresif. Dipertemukan dengan seorang lelaki yang bernama Albiru Bagaskara yang memiliki sik...