*C E R B U N G* *MENENTANG_TAKDIR* *PART_17*

14.1K 103 3
                                    

Wahai Muhammad…
Jika kebatilan menyerangmu, kejahatan menentangmu, Fashbir Shabran Jamiilaa !!
Jika hartamu sedikit, dan kesedihan pun menimpamu, Fashbir Shabran Jamiilaa !!
Jika para sahabatmu terbunuh dalam peperangan, dan para pengikutmu berkurang, Fashbir Shabran Jamiilaa !!
Jika semakin banyak orang yang memusuhimu padahal kamu menyeru kebaikan dan para pembangkang mengelilingimu, Fashbir Shabran Jamiilaa !!
Jika mereka menjebakmu dan mengamcammu, Fashbir Shabran Jamiilaa !!
Jika anakmu, istrimu dan kerabatmu meninggal dunia, Fashbir Shabran Jamiilaa !!
((DR.Aid Al-Qarni))

@@@****@@@***@@@

***

“Maafkan saya pak Amran, jika saya datang terlambat dan fitnah tentang pak Amran sudah tersebar dimana-mana,”

Seorang OB di kampus Arman bernama  Syafri tiba-tiba datang ke rumah kami siang itu. Dua hari menjelang persidangan kedua. Aku, Fadil, Amran dan juga kedua orang tuaku sempat dibuat bingung dengan kata-katanya. Kami saling berpandangan tak mengerti.

“Maaf, saya tidak mengerti dengan kata-kata pak Syafri, bisakah dijelaskan lebih detail?” Pinta Amran.

Laki-laki itu menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Tergambar seraut penyesalan di wajah pria berusia 45 tahun itu.

“Mungkin saya adalah saksi satu-satunya, yang melihat bagaimana bu Zainab ... berbuat hal yang memalukan ... pada pak Amran,” sahutnya terbata. Ia tak berani mengangkat kepalanya.

Kami semua terperanjat.

“Maksud bapak?” Amran seolah tak sabar.

“Waktu itu ... saya hendak mengantar minuman ke ruangan bapak, lalu ... ketika saya sampai di ambang pintu, saya mengurungkan niat saya masuk, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, kalau ... kalau bu Zainab, memeluk bapak dari belakang. Saya juga melihat dan mendengar semua yang ia katakan, dan bagaimana usaha bapak melepaskan diri darinya. Tapi saya yang bodoh ini ... pergi begitu saja karena merasa itu bukan urusan saya. Tapi ternyata ... semua jadi seperti ini, pak Amran di fitnah oleh bu Zainab,”

Ada rasa lega tak terhingga di dada kami mendengar penuturan pak Syafri. Mungkin ini jalan yang Allah berikan buat kami, jalan yang tidak pernah kami sangka selama ini.

“Kenapa bapak baru datang sekarang? Kenapa tidak dari awal sejak suami saya di hakimi oleh pihak kampus?” Tanyaku menyesali.

“Maaf, maaf sekali Bu. Setelah melihat kejadian itu saya mendapat telepon dari istri saya di kampung kalau anak saya sakit, jadi saya buru-buru pulang. Hingga tadi pagi saya ke kampus dan mendengar cerita itu, saya langsung kemari. Saya sungguh menyesal pak Amran. Maafkan saya, maafkan saya!” Pria itu semakin menundukkan kepala sebagi tanda penyesalan yang mendalam.

Amran tersenyum, menarik napas lega. “Alhamdulillaah, mungkin ini jalan yang di bukakan Allah untuk kita,” ucapnya. “Terima kasih atas kejujurannya pak, saya sangat bersyukur sekali. Dua hari lagi saya akan menjalani persidangan, maukah bapak menjadi saksi untuk saya?”

“Tentu, tentu pak Amran. Pasti saya mau. Kalau saya tidak melakukan ini tentu saya akan di liputi rasa bersalah seumur hidup.” Pungkasnya.

“MaasyaaAllah walhamdulillaah,” ucapan syukur bergema di setiap sudut ruangan. Ada tangis haru yang menetes di sudut mata Amran. Ia memelukku. Tak terbayangkan betapa besarnya ras syukur yang kami miliki saat ini. Ketika ujian dihadapi dengan kesabaran dan lapang dada, serta doa yang ak pernah putus, maka yakinlah bahwa pintu keluar itu amatlah dekat.  

                ***

Amran langsung melakukan sujud syukur saat hakim memutuskan kalau dia tidak bersalah. Sebab dari pihak Zainab hanya mendatangkan saksi yang mereka sendiri tidak yakin dengan kesaksian mereka sendiri. Dan Allah telah menunjukkan ke-MAha Adilan-Nya dengan menghadirkan pak Syafri.

Menentang_TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang