*C E R B U N G* *MENENTANG_TAKDIR* *PART_5*

6.8K 83 0
                                    

Aku tahu tentang pernikahan impianmu dari Fadil beberapa hari yang lalu. Dan aku sengaja datang ke Jakarta hanya untuk mencari gaun ini. Pakailah disaat hari pernikahan kita, aku ingin melihatmu dengan gaun ini setelah ijab qabul di ucapkan.’

Kuhela napas dalam-dalam. Menyimpan kembali gaun itu  ke dalam kotak berwarna keemasan dan membiarkannya begitu saja di meja. Mencoba kembali fokus dengan tugas kuliahku. Tapi percuma, semua buyar. Akhirnya aku menutup laptop, lalu meraih ponselku. Karena aku mendengar ada notifikasi WA masuk.

Amran : [Jihan, abang harap kamu suka dengan hadiahnya. Oh ya, abang lupa bertanya, kamu mau mahar apa? Mumpung abang masih di jakarta, siapa tahu masih bisa abang penuhi malam ini. Takutnya kamu minta mahar yang susah di cari lagi]

Aku : [Jika aku meminta hafalanmu, tentu sangat mudah bagimu kan? Bagaimana kalau aku meminta...] aku menggantung kalimatku sambil berpikir.

Amran : [Apa Jihan?]

Aku : [Kembalikan kebahagiaanku]

Arman : [Apa maksudmu? Apa kamu tidak bahagia dengan rencana pernikahan kita?]

Aku : [Wanita mana yang tidak bahagia jika dapat bersanding dengan laki-laki seperti abang?]

Amran : [Jangan bercanda terus Jihan, abang serius. Kamu mau mahar apa? ]

Jihan : [Tanyakan pada Hakim, mahar apa yang dia berikan pada Madya, maka aku juga mau yang seperti itu]

Amran tak lagi membalas. Pesanku hanya dia baca. Aku menghela napas, kembali ada sesak di dalam dada.

‘Apa yang barusan kulakukan? Meminta sesuatu yang sama dengan Madya? Konyol sekali rasanya tindakanku. Ah tapi biar saja, aku juga tidak tahu apa yang diberikan Hakim pada Madya sebagai mahar. Soalnya waktu mereka ijab qabul, aku tak begitu mendengar dengan jelas. Dan aku pun tak mau tahu.’

Aku tersenyum. Pahit. Lalu merebahkan diri di ranjang. Menikmati masa-masa lajang yang sebentar lagi akan segera berakhir dan memulai hidup baru dengan laki-laki yang belum pernah kukenal sama sekali.

[Maaf jihan, abang tidak bisa memberikan mahar seperti yang di berikan Hakim untuk adikmu]

Akhirnya setelah 15 menit Arman membalas pesanku.

Aku : [Kenapa?]

Amran : [Kamu konyol sekali. Bagaimana mungkin aku harus ke Mesir dulu untuk mendapatkannya?]

Aku tertawa geli membayangkan ekspresi wajah Arman.

Amran : [ Jangan mempersulit Jihan]

Aku : [Ya sudahlah, aku juga nggak mau menyusahkan. Aku akan terima apa saja mahar pemberianmu]

Amran : [Alhamdulillaah...baiklah, terima kasih Jihan]

Semua bukan berarti aku sudah bisa menerimamu begitu saja Amran. Masih butuh waktu bagiku.

     ***

“Ka Jihaaan, aku hamiiiil!” Teriak Madya dari ujung telepon.

“Oh y? Alhamdulillaah, selamat kalau gitu dek,” sambutku. Meskipun di hati ada setitik rasa yang sulit kugambarkan.

“ Jaga kesehatan ya Madya, jangan kecapean. Suruah saja Hakim yang ngerjain semua pekerjaan,” selorohku disusul tawa renyah Madya.

“Pasti itu kaaaaak, ha...ha...ha..”

‘Madya, beruntungnya dirimu. Apalagi sudah ada benih milik Hakim di rahimmu. Hasil buah cinta kalian berdua. Entah aku harus bahagia atau sedih, karena lelaki itu telah menunjukkan kalau dia mencintaimu. Dan pastinya, karena kehadiranmu di sampingnya setiap saat, akan membuatnya lupa kalau seharusnya aku yang mendampinginya.’

Menentang_TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang