30. Blind

1.4K 121 7
                                    

KAKI James melangkah turun untuk bergerak menuruni tangga basement. Pencahayaan yang kian meredup, membuat James semakin memperhatikan langkahnya untuk lebih berhati-hati. Jauh di dalam hatinya, James merasa sangat khawatir dengan keberadaan Clara jika benar Felix mengurungnya di tempat yang seperti ini. James hanya berharap bahwa keadaan Clara selalu dalam keadaan yang baik-baik saja.

Selanjutnya, kening James mengernyit ketika ia melihat Leo--yang berjalan di posisi paling depan seketika menghentikan langkahnya. Karna tidak ingin menunggu lagi, James mempercepat langkahnya dan bertanya, "Ada apa? kenapa kamu berhenti?"

Sementara Leo terlihat masih terdiam di tempatnya. Ekspresi wajah dari lelaki ini tidak bisa dijelaskan. Lantas, karena tidak ingin semakin penasaran, James mengalihkan pandangannya ke arah objek yang membuat Leo sukses terdiam seperti itu.

Sedetik kemudian, mata James melebar. Detak jantungnya seketika berdegup kencang. Nafasnya tercekat ketika lelaki ini melihat pemandangan di depannya.

Tepat di pojok ruangan, berdirilah sesosok gadis dengan kedua tangan yang terikat dari ujung ke ujung. Mata gadis itu nampak ditutup oleh sehelai kain yang melilit kepalanya. Gadis itu ... gadis yang menjadi tujuan dirinya untuk datang ke tempat ini.

"CLARA!" seru James yang dengan cepat berlari mendekati sosok itu.

James buru-buru melepaskan tali yang membelenggu lengan Clara hingga membuat gadis ini berakhir dengan terjatuh ke pelukannya.

"Clara!" James mengubah posisinya menjadi setengah duduk seraya menyenderkan kepala gadis itu di dadanya. Tangannya dengan pelan menepuk-nepuk pipi Clara, berharap gadis itu meresponnya.

"Y--yang mulia?" cicit Clara, nyaris tidak terdengar.

James semakin antusias untuk memeluk tubuh ringan tersebut. "Clara, kamu terluka? Apa yang si brengsek Felix itu lakukan kepadamu? Kenapa kedua matamu ditutup dengan kain ini? " Saat James hendak membuka kain yang menutupi kedua mata Clara, tangan gadis itu seketika bergerak untuk menahannya.

"Jangan ... jangan lepas kain ini, Yang Mulia ..." lirihnya, membuat James sekarang yakin bahwa keadaannya memang tidak baik-baik saja.

Dengan menampilkan raut wajah bingung, James bertanya, "Kenapa?"

Detik selanjutnya James harus dikejutkan ketika Clara menerjangnya. Gadis itu memeluknya dengan sangat erat.

"Yang Mulia ... hiks ..."

James benar-benar kaget sekarang. Apalagi ketika Clara tiba-tiba menangis sesegukan seraya menenggelamkan kepalanya di dada bidang milik James.

"Kenapa? Apa yang terjadi?" tanya James resah.

"Mataku ..."

deg

James merasakan bahwa darahnya berdesir hebat. Mengingat bahwa ada sebuah kain yang menutupi kedua mata Clara, membuat James berpikiran macam-macam. Apalagi ketika tidak lama setelah itu, Clara kembali mengatakan sesuatu.

"Mataku, hiks ... Mereka mengambil kedua mataku, Yang Mulia ..."

Dan disaat itulah, James seakan tersambar sengatan petir di hatinya.

***

Hap!

Eyden yang baru loncat dari langit-langit gedung itu akhirnya memberanikan diri untuk menelusuri setiap ruangan dengan berjalan di atas lantai. Pasalnya, sejak tadi Eyden hanya memperhatikan keadaan di atas saja. Tetapi ia bukan tidak berani untuk turun, melainkan Eyden berpikir bahwa hal tersebut lebih baik untuk tidak memancing keributan.

Sekarang lelaki tampan itu berjalan seraya memperhatikan langkahnya. Tujuan Eyden saat ini adalah mencari tahu lebih dalam tentang tempat ini. Bisa jadi nantinya ia akan mendapatkan clue untuk mengetahui kelemahan dari kelompok black fairy itu sendiri.

Tetapi baru saja di beberapa langkah ia berjalan, Eyden mendengar jeritan kecil dari suara yang sangat ia kenal. Tentu saja karna tidak ingin menunggu lagi, Eyden langsung melesat pergi menghampiri sosok tersebut.

Hingga di penghujung lorong, Eyden melihat bahwa Mrs. Pollent tengah dipojokkan oleh Felix melalui sihirnya yang hampir saja menumbangkan wanita itu, tetapi Mrs. Pollent sendiri masih bersusah payah untuk menahannya.

Eyden yang melihat hal tersebut tentu saja tidak ingin tinggal diam. Eyden langsung mengeluarkan sihir petirnya yang ia gunakan untuk menyerang Felix. Namun, karena kehebatan Felix yang tidak bisa diragukan, saat ia melihat serangan dari arah lain--Felix bisa dengan mudah menghindar. Namun keuntungannya adalah hal tersebut membuat perhatian Felix kepada Mrs. Pollent terpecah hingga wanita ini bisa menetralkan terlebih dahulu energinya.

Sekarang, perhatian Felix lebih terfokus kepada Eyden. Karena Felix sendiri sudah menganggap bahwa Mrs. Pollent bukanlah ancaman lagi baginya karena kekuatan wanita tersebut sudah ia kuras habis sejak tadi.

"Eyden, dari sejak dulu kamu selalu ikut campur terhadap urusanku dengan Pollent," ujar Felix, menyungging senyum. Tetapi Eyden tidak menjawabnya.

Selanjutnya, Felix mengambil langkah untuk semakin dekat dengan Eyden, namun respon Eyden secara refleks balik menjauhinya.

"Aku tidak percaya kalian jauh-jauh datang kesini hanya untuk menyelamatkan gadis dari dimensi lain itu," sambung Felix, namun Eyden tetap masih dalam sikap siaga di posisinya.

"Padahal, kedatangannya ke negeri ini sama sekali tidak ada untungnya untuk kita. Ada atau tidaknya dia, aku akan tetap terus menyerang asrama. Karena kalian tidak akan pernah bisa untuk membunuhku."

Penjelasan Felix langsung dibantah oleh Eyden. "Sekarang bisa. Dan Clara lah yang menjadi jawabannya. Dia bisa melihat titik kelemahanmu," balas Eyden kemudian.

Namun tanpa disangka-sangka, Felix malah terkekeh kecil di tempatnya. Respon yang sangat tidak terpikirkan oleh Eyden sebelumnya.

"Tidak bisa. Aku ..." Felix menjeda kalimatnya seraya mengangkat salah satu tangannya yang terlibat tengah menggenggam sebuah kantong dari kain yang terlihat dihiasi oleh bercak-bercak merah di sekitarnya. "Aku telah mengambil kedua bola matanya, Eyden. Clara sekarang tidak bisa melihat lagi. Kalian ... sudah kalah."

deg

Eyden mematung di tempatnya ketika Felix mengatakan hal tersebut. Punggungnya terasa menegang. Matanya terus tertuju ke arah kantong yang masih dipegang oleh Felix sampai sekarang.

Kantong itu ...

Berisi kedua bola mata Clara?

Seketika Eyden mengepalkan kedua tangannya. Tatapan matanya kian menajam.

"Kamu ...

.

.

.

... memang Iblis, Felix," desisnya kemudian.

____________________________________

I Am a Hero [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang