32. to Protect her

1.5K 106 15
                                    

SETIBANYA mereka di asrama, James langsung membawa Clara ke kamarnya. Sementara Leo segera mempersiapkan peralatannya untuk mengobati mata Clara.

Clara yang sekarang telah duduk di kasurnya, menjadi was-was sendiri. Ia takut bahwa pengobatan ini nantinya akan terasa sangat sakit. Clara takut jika ia tidak bisa menahan rasa sakitnya.

"Yang mulia," panggil Clara, kepada James yang kini tengah duduk di sampingnya.

"Iya, kenapa? Apa kamu membutuhkan sesuatu?" balas James yang nampak antusias.

Clara menggeleng pelan. "Tidak, hanya saja ... aku sedikit takut. Apa pengobatan ini nantinya akan sangat sakit?"

Wajar jika Clara berpikiran seperti itu. Pasalnya, saat di dunianya dulu, Clara melihat bahwa orang-orang yang melakukan operasi itu memakai bius hingga tidak merasakan rasa sakit. Sementara sekarang--di dimensi ini, apakah obat bius itu sudah ditemukan? Soalnya jika tidak ... tentunya Clara tidak bisa membayangkan sesakit apa yang ia rasakan nanti ketika Leo memasangkan kembali matanya.

James yang melihat kekhawatiran Clara, kini mengusap pucuk rambut gadis tersebut dengan lembut. "Kamu tidak usah khawatir, Clara. Pengobatan ini tidak akan membuatmu merasakan rasa sakit. Jika itu terjadi, aku akan membunuh Leo."

Ucapan James tersebut sukses membuat Clara tersentak. "Membunuh apanya?! Kenapa Yang mulia bisa mengatakan hal tersebut dengan semudah itu?" pekiknya kemudian. Bagaimana James bisa dengan mudah membunuh orang hanya karna orang tersebut melukai Clara, dan itupun secara tidak sengaja?

James yang melihat respon Clara yang terlihat marah, kini hanya bisa terkekeh kecil. "Aku hanya tidak suka melihat ada orang yang menyakitimu, Clara. Bahkan, atas kejadian yang menimpamu sekarang, aku merasa sangat bersalah. Kamu bisa menghukumku sesukamu karena aku tidak berhasil menjagamu dari si brengsek Felix," jelas James panjang lebar.

Namun dengan cepat Clara menggelengkan kepalanya. "Tidak! Yang Mulia tidak boleh berbicara seperti itu. Lagian ini semua bukan salah Yang Mulia. Kenapa juga aku harus menghukum Yang Mulia atas kecelakaan yang menimpaku sekarang, sementara Yang Mulia sendiri tidak memiliki hubungan apa-apa terhadap kejadian ini?"

James tersenyum tipis. Sebenarnya ia sedih ketika melihat mata cantik Clara yang kini masih tertutup oleh kain. Tangannya kini menyibakkan beberapa helai yang menutupi wajah gadis itu, dan membelai pipi Clara dengan lembut. "Tentu saja ada hubungannya, Clara. Kamu adalah calon istriku--orang satu-satunya yang kucintai. Jadi keselamatanmu adalah tanggung jawabku," bisik James, tepat di telinga Clara.

***

"Sekarang, walaupun tidak semuanya, kita berhasil menumpas sebagian besar anggota black fairy," ujar Mrs. Pollent, membuka topik pembicaraan.

Kini dirinya tengah duduk menghadap sebuah meja bundar, dengan Mrs. Pollent, Reyna, dan juga Selena yang juga ikut duduk mengelilingi meja tersebut. Sementara Leo mencoba untuk mengobati Clara, mereka disini memutuskan untuk mendiskusikan masalah black fairy, karena sekarang adalah kesempatan yang tepat untuk mereka memberantas kelompok black fairy karena melemahnya Felix di sana. Selain itu, Mrs. Pollent juga memamerkan buku temuannya yang ia ambil di meja Felix, saat lelaki itu tengah sibuk melawan James dan Eyden waktu itu.

Mrs. Pollent berkata bahwa, buku tersebut berisi informasi mengenai kelompok Black fairy itu sendiri. Dan tentunya, informasi-informasi tersebut akan sangat berguna di sini.

"Walaupun kita sudah hampir berhasil, kita tidak boleh lengah. Bisa saja Felix merencanakan sesuatu yang besar di luar sana," ujar Eyden yang disambut dengan. anggukan setuju dari yang lainnya.

"Eyden benar. Aku rasa Felix tidak akan diam saja. Ia pasti akan menggunakan segala cara untuk kembali menyerang asrama ini," timpal Selena kemudian.

"Lalu kenapa kita tidak mencoba membuka buku itu saja? Siapa tau disana kita mendapatkan sedikit clue untuk mengalahkan Felix," usul Reyna, seraya mengangkat dagunya ke arah sebuah buku bersampul silver yang terletak di atas meja--tepat di hadapannya.

"Kita tidak bisa membukanya sekarang," balas Mrs. Pollent, mengundang raut wajah bingung dari semua orang.

"Kenapa?" tanya Reyna.

Mrs. Pollent nampak menghela nafas pelan. Kemudian tangannya bergerak untuk membuka buku tersebut hingga kini terlihatlah lembaran-lembaran kosong yang nampak tidak diisi oleh setitik tinta sekalipun.

"Kita tidak bisa membaca isinya, hanya Clara yang bisa," jelas Mrs. Pollent kemudian.

"Jadi itu berarti kita harus menunggu Clara sembuh terlebih dahulu, baru kita bisa mengetahui isi dari buku ini?"

Mrs. Pollent mengangguk, membenarkan pertanyaan dari Selena. "Mulai dari sekarang kita harus memprioritaskan keselamatan Clara, karena dia itu kunci untuk kita agar bisa melenyapkan Felix. Saya yakin, setelah kejadian kemarin, Felix pasti sudah membuat rencana baru untuk mencelakai Clara. Karena ia tau, hanya Clara lah yang bisa melihat kelemahannya," ujar Mrs. Pollent.

"Apa kita perlu mengajarkan Clara sihir, agar dia jadi bisa menjaga dirinya sendiri?" usul Reyna, namun Mrs. Pollent menggeleng.

"Jika kita mengajarkannya sihir, maka keistimewaan Clara untuk melihat kelemahan Felix akan lenyap karena tertutupi oleh energi dari sihir itu sendiri," balas Mrs. Pollent.

"Aku yang akan menjaga Clara," ujar Eyden tiba-tiba, membuat semua orang mengalihkan perhatian mereka kepadanya.

"Tidak perlu, Eyden. Sudah ada Pangeran James yang menjaga Clara. Kamu lupa?" sahut Selena, disambut dengan delikan malas dari Eyden.

Eyden bangkit dari duduknya dan melangkah pergi sebelum berkata, "Aku tidak peduli. Jika dia ingin menjaga Clara, maka itu terserah dia. Tugasku disini hanyalah melindungi Clara dengan seluruh jiwaku. Bahkan aku siap untuk menyerahkan nyawaku hanya demi untuk melindunginya." Setelah mengatakan hal tersebut, Eyden melenggang pergi dari sana, yang akhirnya menyisakan keheningan di ruangan tersebut.

___________________________________

I Am a Hero [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang