20. About the Prince

1.9K 154 21
                                    

SIANG ini Clara merasa bahwa rasa pusingnya sudah mereda. Gadis ini mulai beraktivitas lagi seperti biasanya. Dan sekarang, Clara sedang duduk bersama Reyna dan juga Lea di taman asrama. Ketiga gadis ini terlihat sibuk merangkai bunga di keranjang. Lebih tepatnya, hanya Reyna dan Lea saja, sementara Clara lebih memilih untuk memperhatikan.

"Pangeran James sepertinya memang menyukaimu, Clara," celetuk Lea tiba-tiba, disambut dengan anggukan dari Reyna.

Clara bergumam. "Aku tau," jawabnya.

Sontak Lea dan Reyna terjengkit kaget. "Kamu tau?" sahut Reyna cepat. Sementara Clara mengangguk mengiyakan.

"Dia pernah bilang kepadaku bahwa dia menyukaiku," jawab Clara jujur. Hal tersebut membuatnya menjadi teringat setiap hal manis yang diberikan James kepadanya. Sebenarnya, hal itu tidak baik untuk kesehatan jantung Clara karena James selalu melakukannya tanpa asa-asa. Lelaki itu seperti memang ingin memperlihatkan ketertarikannya kepada Clara secara langsung.

"Aku tidak percaya si pangeran batu itu akhirnya luluh olehmu," ujar Reyna, membuat Lea menyikut lengannya karena ucapan Reyna yang terlalu frontal.

"Biarkan saja, Lea. Biarkan Clara tau bahwa sebelum ia datang ke sini, betapa dinginnya pangeran yang bernama James itu," sambung Reyna lagi.

"Dingin?" ulang Clara, tidak mengerti.

Reyna dan Lea mengangguk secara bersamaan. "Sebelum pangeran James bertemu denganmu, kau tau masyarakat memanggilnya dengan sebutan apa?" ujar Reyna, disambut dengan gelengan pelan dari Clara.

"Pangeran dari kutub es," jawab Reyna dan Lea. Keduanya lalu tertawa keras. "Kau tau, dia itu saking dinginnya, masyarakat jadi khawatir bahwa dia tidak akan pernah menikah."

"Kenapa?" tanya Clara lagi.

"Dia itu selain irit bicara, pangeran James juga sulit berekspresi. Setiap orang yang berkomunikasi dengannya pasti akan sangat sulit untuk menebak ekspresinya. Dia selalu memasang mimik wajah datar," jelas Lea, membuat Reyna ikut mengangguk karenanya.

Mendengar hal tersebut membuat Clara termenung. Hal-hal tentang James yang dijelaskan oleh Reyna dan Lea sangat berbanding terbalik dengan James yang Clara kenal. Lelaki itu sangat sering sekali tersenyum kepadanya. Belum juga melontarkan gombalan-gombalan yang selalu saja sukses membuat degup jantung Clara berdetak lebih cepat.

"Apa Yang Mulia mempunyai kembaran?"

Pertanyaan polos dari Clara berhasil membuat Reyna dan Lea tertawa lagi. "Saudara dari Pangeran James hanyalah Princess Victoria dan Lily saja. Selain itu tidak ada," jawab Reyna.

"Tetapi ... apa yang kalian katakan tentang Yang Mulia itu tidak sama dengan Yang Mulia yang aku kenal. Dia ... sangat banyak berbicara, murah senyum, dan sering sekali menampilkan ekspresi-ekspresi yang lain," balas Clara.

Reyna menghela nafas. Tangannya yang awalnya memegang rangkaian bunga, kini beralih untuk menepuk bahu Clara. "Itulah besarnya efek cinta. Dia seperti itu karena dia bersama dengan orang yang dicintainya," jelasnya.

Clara hanya bisa tersipu. Gadis ini memalingkan wajahnya ke arah lain dan tidak sengaja melihat kedatangan Victoria yang tengah berjalan ke arahnya.

"Aku mencarimu kemana-mana, ternyata kamu di sini, Clara," ujarnya setelah tiba tepat di hadapan Clara.

"Kamu mencariku?" Victoria mengangguk.

"Bibi Pollent ingin berbicara sesuatu hal denganmu," jawab Victoria kemudian.

Namun sebelum itu, Clara lebih dulu menampilkan raut wajah heran ketika ia mendengar Victoria memanggil Mrs. Pollent dengan sebutan 'Bibi'. Ah, tetapi yang terpenting sekarang adalah Clara harus menemui Mrs. Pollent terlebih dahulu. Siapa tau ada sesuatu hal penting yang ingin disampaikan.

Lantas, Clara bangkit dari duduknya sebelum menoleh ke arah Reyna dan Lea. "Aku pergi dulu ya," ujar Clara, disambut dengan anggukan kepala dari Reyna dan Lea. Setelah itu, Clara pun melangkah untuk pergi bersama Victoria dengan tujuan menemui wanita berumur tiga puluh tahunan itu.

Yah, setelah dilihat-lihat ternyata Mrs. Pollent tidak setua yang Clara pikirkan. Wanita itu terlihat lebih tua karena pakaiannya yang terbilang sangat simpel dan kuno. Bahkan wajahnya saja sangat natural, tidak dipolesi oleh bedak atau apapun. Tetapi Clara akui, di usia seperti itu, Mrs. Pollent masih terlihat cantik.

Setelah berjalan cukup lama untuk menyusuri lorong asrama, akhirnya Clara dan Victoria tiba di depan pintu sebuah ruangan. Victoria lalu mendorong pintu tersebut dan membuat keduanya langsung masuk ke dalam sana.

Saat masuk, pandangan Clara refleks tertuju ke arah James yang tengah duduk berhadapan dengan Mrs. Pollent. Ia tidak menyangka bahwa lelaki ini juga akan berada di sini. Itu berarti ... apa yang dipikirkan Clara--bahwa yang akan dibicarakan oleh Mrs. Pollent adalah hal yang penting--itu benar?

"Aku keluar saja ya. Sepertinya kalian membutuhkan waktu bersama," ujar Victoria, kembali melangkah pergi dan menutup pintu tersebut.

Saat dipersilahkan untuk duduk, Clara dengan canggung mendudukkan tubuhnya di kursi tepat di samping James. Kini, keadaan di ruangan tersebut sangat senyap. Clara menjadi sedikit tidak nyaman.

"Baiklah, Clara. Karena sekarang kamu sudah ada di sini, kita langsung saja ke topik pembicaraannya," ujar Mrs. Pollent, membuka suara. Sementara James dan Clara mulai dengan seksama mendengarkan.

"Clara, kamu tau kan bahwa black fairy sering menyerang asrama ini?" Clara mengangguk mengiyakan. "Nah, kejadian itu akan terus berlanjut jika Felix terus berada di genggaman kita. Dan untuk menghentikan perseteruan ini kita mempunyai dua opsi. Yang pertama, kita mengembalikan Felix kepada black fairy. Dan yang kedua, kita membunuh Felix sekaligus memusnahkan kelompok black fairy," lanjut Mrs. Pollent.

"Aku sudah sering membahas masalah ini dengan Pangeran James, dan kami sudah sepakat untuk menyelesaikannya dengan menggunakan opsi yang kedua. Karena ... untuk memakai opsi yang pertama, tentunya itu hanyalah suatu pemikiran yang bodoh, karena bagaimana pun juga black fairy tidak akan pernah berhenti untuk berusaha mengambil alih negeri ini."

Clara hanya mendengarkannya dengan seksama. Walaupun tadi ia sempat tersentak kecil ketika tangan James tiba-tiba menggenggam tangannya.

"Jadi ... kita akan membunuh Felix?" tanya Clara kemudian.

Mrs. Pollent mengangguk. "Tidak ada cara lain. Jalan satu-satunya hanyalah itu. Dan dengan melakukan tugas ini, kami membutuhkan bantuanmu."

Kening Clara mengernyit. "Bantuanku?"

"Iya. Karena sudah dari sejak dulu kami mencoba membunuh Felix, tetapi hasilnya selalu nihil. Dia selalu berhasil menghindari kematian nya. Oleh karena itulah, sampai sekarang, Felix hanya bisa kami tahan saja," balas Mrs. Pollent menjelaskan

Clara bergumam. Sekilas ia melirik ke arah James lalu kembali menatap Mrs. Pollent. "Lalu ... apa yang harus aku lakukan?"

"Kamu memiliki peran yang sangat penting dalam misi ini, Clara. Saat James menyerang Felix nanti, kamu akan membantu James untuk menemukan titik lemah Felix. Dan itulah keistimewaan pertamamu." Jawaban dari Mrs. Pollent sukses membuat Clara tertegun. Ia membalas tatapan James dengan mimik wajah khawatir.

Apakah Clara akan bisa menyelesaikan misi ini?

______________________________

I Am a Hero [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang