CLARA bergumam. Sekilas ia melirik ke arah James lalu kembali menatap Mrs. Pollent. "Lalu ... apa yang harus aku lakukan?"
"Kamu memiliki peran yang sangat penting dalam misi ini, Clara. Saat James menyerang Felix nanti, kamu akan membantu James untuk menemukan titik lemah Felix. Dan itulah keistimewaan pertamamu." Jawaban dari Mrs. Pollent sukses membuat Clara tertegun. Ia membalas tatapan James dengan mimik wajah khawatir.
"Bagaimana aku bisa melakukannya?" tanya Clara, kembali menoleh ke arah Mrs. Pollent.
"Kamu memiliki kemampuan untuk bisa melihat kelemahan Felix, Clara. Saat Felix tersudutkan, akan ada sebuah titik putih di tubuhnya dan itu hanya bisa dilihat oleh kamu," jelas Mrs. Pollent. "Dan pada saat itu, kekompakanmu bersama James pasti akan bisa melenyapkan Felix. Karena, Felix tidak bisa dibunuh oleh siapapun, selain dari orang yang memiliki keturunan sedarah dengannya. Dan orang itu adalah James," lanjutnya kemudian.
Mendengarnya membuat Clara mengingat kembali silsilah keluarga tuan Jack. Di mana, jika dilihat dari sana, James tentunya memiliki hubungan sedarah dengan Felix--yang tidak lain adalah pamannya sendiri. Tetapi masalahnya, apakah James memiliki kekuatan yang cukup untuk melenyapkan Felix? Sedangkan setahu Clara, James tidak pernah belajar sihir di asrama ini.
"Yang mulia ... memangnya bisa mengendalikan sihir?" tanya Clara sedikit ragu karna takut James tersinggung dengan ucapannya.
James tersenyum kecil. "Tidak. Tetapi aku memiliki kekuatan."
"Kekuatan?" ulang Clara.
"Dengar, Clara." Ucapan Mrs. Pollent membuat perhatian Clara kembali teralihkan kepadanya. "Asal kamu tau saja, James itu dikenal sebagai pemain pedang terhebat di negeri ini. Bahkan dulu ia pernah mengalahkan lima ekor singa sekaligus. Dan kamu tau? Saat usianya baru sepuluh tahun, James pernah merobohkan sebuah pohon besar dengan tangan kosongnya," jelas Mrs. Pollent panjang lebar.
Sementara James yang mendengarnya hanya bisa terkekeh kecil seraya menggaruk tengkuknya--merasa malu. "Anda terlalu berlebihan," ujarnya kemudian.
Berbeda halnya dengan Clara yang bisa menampilkan raut wajah kagumnya. Pantas saja tubuh James terlihat sangat atletis seperti ini. Ternyata kekuatannya tidak diragukan lagi. James memang pantas menjadi raja di negeri ini.
"Yang mulia sehebat itu?" tanya Clara, masih menampilkan raut wajah kagumnya.
"Kamu terkesan?" balas James balik tanya. Ia sedikit gemas ketika melihat ekspresi Clara yang menampilkan sirat takjub di kedua mata indahnya.
"Tentu saja! Yang mulia memang pantas menjadi raja," jawab Clara bersemangat.
James mengulum senyum karnanya. Jika sekarang mereka hanya berdua, mungkin James sudah memojokkan Clara saking gemasnya. Tetapi tentu saja James tidak akan melakukan hal tersebut di depan Mrs. Pollent seperti ini.
"Baiklah, sepertinya diskusinya cukup sampai di sini saja. Untuk langkah selanjutnya, saya akan terlebih dahulu memikirkannya dengan lebih matang," ujar Mrs. Pollent, membuat Clara dan James bangkit dari duduknya.
Setelah mendapat ijin untuk keluar dari sama, Clara dan James akhirnya pergi dari ruangan tersebut. Dan bersamaan dengan itu, Lily muncul dan langsung memeluk kaki jenjang Clara.
"Kak Clara!" pekik Lily girang. Sedangkan James yang melihatnya hanya bisa menghela nafas pelan.
Clara tersentak kaget ketika tersadar kakinya telah dipeluk, kemudian ia tersenyum lebar ketika melihat keberadaan gadis kecil ini. Selanjutnya, Clara mengubah posisinya menjadi jongkok seraya menyatarakan tingginya dengan Lily.
"Kak Clara sama James habis ngapain hayo ...? Kok keluar dari dalam berduaan gini? Habis ngapain hayo?" cerocos Lily dengan mimik wajah lucu.
"Ngapain apanya? Kamu masih kecil diajarin siapa sampai bisa berpikir seperti itu?" sahut James yang masih berdiri di posisinya.
Lily mengerlingkan matanya dengan lucu. "Ih, Lily gak nanya sama James, ya! Lily nanya nya sama Kak Clara!" jutek Lily.
Clara yang melihatnya hanya bisa tersenyum gemas. Ia mencubit pelan pipi Lily dan menjawab, "Kakak sama Yang Mulia baru aja ngobrol sama Mrs. Pollent."
"Oh ... tapi kok kak Clara masih manggil James pake sebutan Yang Mulia, sih?"
Kening Clara mengernyit. Ia sekilas melirik ke arah James kemudian kembali bertatapan dengan Lily. "Emang harusnya apa?" tanya Clara.
"Sayang," bisik Lily, memiringkan tangannya di depan mulut agar James tidak mendengar ucapannya, walaupun sebenarnya hal tersebut hanya sia-sia saja.
Pipi Clara memerah karnanya. Ia buru-buru memalingkan wajahnya ke arah lain. Sedangkan James yang melihat respon Clara, hanya bisa tersenyum jail. Tangannya ia simpan di pucuk rambut Clara kemudian mengusapnya dengan pelan.
"Nanti, Lily. Kalo Kakak sama kak Clara udah sah hubungannya, baru bisa panggil satu sama lain pake sebutan itu," ujar James, membuat Clara refleks menoleh ke arahnya.
"M--maksudnya?" tanya Clara mendadak gagap.
James menyungging senyum. Ia membungkukkan sedikit badannya agar bisa melihat Clara dari jarak dekat. "Kamu mau saya sah-in hubungannya? Mau kapan di sah-innya?"
Clara merasakan pipinya memanas. Ia menepis tangan James di kepalanya dan segera mengubah posisinya menjadi berdiri--sehingga bisa berhadapan dengan James secara langsung. "Y--yang mulia ngomong apa, sih! Gak jelas!" tukas Clara gelagapan.
"Iya, ih! James ngomong apa, Lily gak ngerti!" sahut Lily ikut-ikutan.
James semakin mengulum senyum. Ia menarik pinggang Clara hingga gadis itu semakin dekat dengannya. Kemudian James menoleh ke arah Lily dan berkata, "Ini urusan orang dewasa. Kamu yang masih bocil tidak akan mengerti, Lily."
____________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
I Am a Hero [END]
FantasíaFantasy--Romance --------------------------------- Percaya atau tidak percaya ... Dunia memang dipenuhi dengan berbagai misteri. Masih ada banyak sekali rahasia yang belum terungkap. Dan hal itu, sangat dipercayai oleh sesosok gadis lugu bernama Cla...