Part.48

5.7K 167 6
                                    

"Kamu dan Marchel berbeda ayah nak." Gracia terdiam,menatap ayahnya memberi tuntutan penjelasan.

Rivano tertunduk. "Papa hanya seorang ayah pengganti untuk Marchel, itupun kita lakukan dengan terpaksa. Karena sebuah surat wasiat yang Ayah Marchel berikan. Suami mamamu yang sebelumnya adalah kakak papa, Alvaro Jansen." Gracia hanya terdiam, gadis itu kini mengerti apa maksud Margaretha.

"Maafkan papa grace, kamu ada karena hal yang dianggap kesalahan bagi Margaretha. Saat itu, mamamu tengah mabuk, dan tidak sadar melakukan itu."

Tes

Tes

Tes

Perlahan air matanya jatuh, mengalir membentuk sebuah aliran sungai. Meski wajahnya masih datar, namun matanya sudah tak setajam biasanya. Kini mata indah itu terlihat kosong dan sendu. "Maafin papa yang tidak pernah peduli dengan kamu. Papa terpaksa melakukan itu, papa tidak mau Margaretha semakin menyakiti kamu, hanya karena papa peduli dengan kamu."

"Papa sama mamamu sudah cerai beberapa tahun lalu, dan papa sudah menikah dengan mama Sarah saat usiamu sepuluh tahun nak. Mama Sarah mempunyai anak dari papa, dan papa sebagai laki-laki juga harus bertanggung jawab." Gracia masih terdiam.

"Saat kematian Kakak papa, Margaretha sangat-sangat terpukul. Ia tidak mau menjalani amanah suaminya untuk menikah dengan papa, tapi kita harus melakukan itu. Walau bagaimanapun, meski terpaksa kita harus menjalani sebuah hal yang sudah menyangkut amanah,untuk menghormati yang sudah tiada."

"Akhirnya kita menikah, dan Margaretha masih bersikukuh untuk papa menjauh darinya. Tadinya kita akan bercerai, tapi ternyata kamu hadir. Dan kami membatalkan perceraian itu," Rivano menatap putrinya dengan pandangan bersalah. "Bukan. Bukan kami, tapi papa yang memaksa Margaretha mengundurkan waktu perceraian kami waktu itu. Karena papa tidak akan pernah membiarkan putri papa terlahir tanpa orang tua yang utuh."

"Margaretha membenci papa sejak itu, ia tidak menyukai papa yang memaksa dia untuk tidak menggugurkan kandungannya. Dan," Rivano menjeda ucapannya lagi. "Adik kamu yang terlahir dari perut mamamu itu bukan anak papa."

"Margaretha tau bahwa kematian Marchel atau putri bungsunya itu bukan kamu penyebabnya. Ia hanya mengkambing hitamkan, agar ia punya alasan membenci kamu. Maafin papa nak. Maaf." Rivano memeluk putrinya dengan banyak sesal.

"Cia diusir sama mama." Gumam Gracia yang membuat Rivano, kontan melepaskan dekapannya dan menatap Gracia terkejut.

"Di-usir?" Rivano bangkit dengan wajah yang merah padam, ia megepalkan jari-jarinya. Ia tak terima putrinya di usir begitu saja oleh wanita itu, ini tak sesuai perjanjiannya dulu.

"Cia gak masalah kok pergi dari rumah itu, toh Cia bisa tinggal di apartemen. Lebih baik begitu dari pada harus pidah ke Jerman." Rivano menatap putrinya tak mengerti.

"Pindah ke Jerman?" Ini bukan Rivano yang bertanya, melainkan Sarah. "Bagus dong, Jerman kan kehidupannya lebih baik dari pada indonesia, pendidikannya juga disana terjamin. Saya aja ingin sekali menguliahkan anak saya ke Jerman." Ucap Sarah dengan senyum.

Gracia menatap tajam Sarah, gadis itu sangat muak dengan tingkah laku wanita yang saat ini berstatus istri ayahnya itu.

"Tidak bisa begitu Sarah. Kalaupun Gracia mau, aku tidak akan pernah memberinya ijin." Rivano menatap Sarah dengan tatapan menegur. "Sebenarnya apa yang terjadi nak?"

Gracia menghela nafas, ia malas untuk menjelaskan sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi. "Rumit." Hanya satu kata yang keluar dari mulut Gracia, namun Rivano mengerti.

"Masalah Dika?" Gracia menggeleng. "Apa kasusnya sama dengan itu?" Gracia mengangguk.

"Hampir." Gracia menatap ayahnya. "Aku kesini cuma mau papa jelasin apa yang kalian sembunyikan selama ini. Karena sudah, jadi aku pergi." Gracia akan bangkit dari duduknya, tetapi Rivano menahan pundaknya.

POSSESSIVE COUPLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang