Part 14

6.6K 264 1
                                    

Anggun duduk di dalam kelasnya  sambil bertopang dagu dan memikirkan sesuatu. Anggun pun sama sekali tidak memperhatikan dosen yang mengajar. Kata-kata Ari terngiang-ngiang terus di telinganya...

" Apa loe belum siap jadi seorang ibu? Apa jangan-jangan Bagas juga belum siap menjadi seorang ayah? Kalau loe berdua belum siap menjadi orang tua, ya nggak apa-apa. Tapi semalam loe berdua ML pakai alat kontrasepsi nggak? "

Anggun menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Kemudian Anggun mencoret-coret di lembaran terakhir buku tulisnya. Bagas yang melihatnya langsung berbicara sendiri di dalam hati...

" Apa yang sedang dipikirkannya? Mengapa Anggun begitu cemas dan gelisah? "

Saat jam pelajaran berakhir, Bagas langsung mengajak Anggun keluar kelas dan menyepi di belakang gedung kampus. Bagas pun langsung berkata...

" Anggun kenapa sih, dari tadi Bagas perhatikan Anggun sama sekali tidak konsentrasi belajar? Apa ada sesuatu yang mengganggu dipikirannya Anggun? Ayo donk cerita sama Bagas.

" Bagas, Bagas mau nggak punya Bagas junior dan Anggun junior? "

" Bagas junior dan Anggun junior? "

" I...ya? "

Ucap Anggun ragu-ragu. Bagas langsung tersenyum dan memeluk tubuh Anggun. Tidak lama kemudian Bagas melepaskan pelukannya, memegang kedua pundak Anggun dan berkata...

" Jadi ini yang mengganggu pikiran Anggun? "

" Iya. Jadi gimana, Bagas mau nggak punya Bagas junior dan Anggun junior? "

" Ya maulah, masa nggak. "

" Kapan? "

" Maksudnya? "

" Kapan Bagas siap menjadi orang tua buat anak-anak kita nanti? "

" Kapan aja boleh. "

" Benarkah? "

" Iya. "

" Meskipun kita berdua belum lulus kuliah dan belum kerja? "

" Iya. "

" Kalau punya anaknya beberapa bulan lagi gimana? "

" Ya nggak apa-apa juga, sayang. "

" Bagas kok yakin banget jawabnya. Jadi orang tua itu kan nggak gampang, susah, apalagi kita berdua masih kuliah. "

" Ya gampang lah. "

" Dimana letak gampangnya? "

" Bagas kan tinggal telepon papi aja. "

" Kok gitu? Mau ngapain telepon papi? "

" Ya apalagi kalau minta bantuan sama papi. Minta asisten rumah tangga dan minta baby sitter juga. "

" Bagas kok gitu, itu sama aja bo'ong. Yang harus mengurus rumah tangga kita dan anak-anak kita berdua kan, ya kita sendiri. "

" Iya sih sayang, tapi nggak apa-apa juga jika ada orang lain yang membantu kita. Nggak mungkinlah kita bawa anak-anak kita ke kampus. Bisa protes semua teman-teman kita di kelas dan semua dosen yang mengajar di dalam ruang kelas kita. Kalau anak-anak kita di tinggal di rumah, harus ada orang lain yang jagain mereka di rumah. Iyakan? "

" Iya sih, tapi apa papi mau bantuin kita nanti? "

" Ya pastilah. "

" Bagas kok yakin banget sih, pasti Bagas mau ngancam-ngancam papi lagi kan? "

" Sedikit. Tapi papi mau lah bantuin kita berdua, apalagi anak-anak kita nanti akan menjadi cucu-cucu kesayangan papi. Papi kan nggak akan punya cucu lagi selain dari Bagas. Bagas kan anak tunggal. Iyakan? "

" Iya. "

" Jadi nggak ada lagi kan yang mengganggu pikiran Anggun? "

" Nggak ada. "

" Tapi ngomong-ngomong, Anggun mau nggak punya Bagas junior dan Anggun junior? "

" Mau. "

" Siap nggak jadi orang tua? "

" Insya allah siap. "

" Meskipun kita berdua belum lulus kuliah dan belum kerja? "

" Iya. "

" Meskipun mungkin beberapa bulan lagi akan ada Anggun junior dan Bagas junior di dalam perut Anggun ini? "

Ucap Bagas sambil mengusap-usap perut Anggun. Anggun yang tersipu malu mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata...

" Iya. "

Dia Istriku (1-15 End).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang