Anggun duduk di dalam kelasnya sambil bertopang dagu dan memikirkan sesuatu. Anggun pun sama sekali tidak memperhatikan dosen yang mengajar. Kata-kata Ari terngiang-ngiang terus di telinganya...
" Apa loe belum siap jadi seorang ibu? Apa jangan-jangan Bagas juga belum siap menjadi seorang ayah? Kalau loe berdua belum siap menjadi orang tua, ya nggak apa-apa. Tapi semalam loe berdua ML pakai alat kontrasepsi nggak? "
Anggun menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Kemudian Anggun mencoret-coret di lembaran terakhir buku tulisnya. Bagas yang melihatnya langsung berbicara sendiri di dalam hati...
" Apa yang sedang dipikirkannya? Mengapa Anggun begitu cemas dan gelisah? "
Saat jam pelajaran berakhir, Bagas langsung mengajak Anggun keluar kelas dan menyepi di belakang gedung kampus. Bagas pun langsung berkata...
" Anggun kenapa sih, dari tadi Bagas perhatikan Anggun sama sekali tidak konsentrasi belajar? Apa ada sesuatu yang mengganggu dipikirannya Anggun? Ayo donk cerita sama Bagas.
" Bagas, Bagas mau nggak punya Bagas junior dan Anggun junior? "
" Bagas junior dan Anggun junior? "
" I...ya? "
Ucap Anggun ragu-ragu. Bagas langsung tersenyum dan memeluk tubuh Anggun. Tidak lama kemudian Bagas melepaskan pelukannya, memegang kedua pundak Anggun dan berkata...
" Jadi ini yang mengganggu pikiran Anggun? "
" Iya. Jadi gimana, Bagas mau nggak punya Bagas junior dan Anggun junior? "
" Ya maulah, masa nggak. "
" Kapan? "
" Maksudnya? "
" Kapan Bagas siap menjadi orang tua buat anak-anak kita nanti? "
" Kapan aja boleh. "
" Benarkah? "
" Iya. "
" Meskipun kita berdua belum lulus kuliah dan belum kerja? "
" Iya. "
" Kalau punya anaknya beberapa bulan lagi gimana? "
" Ya nggak apa-apa juga, sayang. "
" Bagas kok yakin banget jawabnya. Jadi orang tua itu kan nggak gampang, susah, apalagi kita berdua masih kuliah. "
" Ya gampang lah. "
" Dimana letak gampangnya? "
" Bagas kan tinggal telepon papi aja. "
" Kok gitu? Mau ngapain telepon papi? "
" Ya apalagi kalau minta bantuan sama papi. Minta asisten rumah tangga dan minta baby sitter juga. "
" Bagas kok gitu, itu sama aja bo'ong. Yang harus mengurus rumah tangga kita dan anak-anak kita berdua kan, ya kita sendiri. "
" Iya sih sayang, tapi nggak apa-apa juga jika ada orang lain yang membantu kita. Nggak mungkinlah kita bawa anak-anak kita ke kampus. Bisa protes semua teman-teman kita di kelas dan semua dosen yang mengajar di dalam ruang kelas kita. Kalau anak-anak kita di tinggal di rumah, harus ada orang lain yang jagain mereka di rumah. Iyakan? "
" Iya sih, tapi apa papi mau bantuin kita nanti? "
" Ya pastilah. "
" Bagas kok yakin banget sih, pasti Bagas mau ngancam-ngancam papi lagi kan? "
" Sedikit. Tapi papi mau lah bantuin kita berdua, apalagi anak-anak kita nanti akan menjadi cucu-cucu kesayangan papi. Papi kan nggak akan punya cucu lagi selain dari Bagas. Bagas kan anak tunggal. Iyakan? "
" Iya. "
" Jadi nggak ada lagi kan yang mengganggu pikiran Anggun? "
" Nggak ada. "
" Tapi ngomong-ngomong, Anggun mau nggak punya Bagas junior dan Anggun junior? "
" Mau. "
" Siap nggak jadi orang tua? "
" Insya allah siap. "
" Meskipun kita berdua belum lulus kuliah dan belum kerja? "
" Iya. "
" Meskipun mungkin beberapa bulan lagi akan ada Anggun junior dan Bagas junior di dalam perut Anggun ini? "
Ucap Bagas sambil mengusap-usap perut Anggun. Anggun yang tersipu malu mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata...
" Iya. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Istriku (1-15 End).
RomanceKisah cinta pertama seorang mahasiswi sederhana, pendiam dan pemalu yang jatuh cinta pada seorang mahasiswa yang populer, anak pengusaha dan tidak peduli pada orang lain.