WANITA UNTUK MAS RAMA

4.9K 259 4
                                    

Tingkah bocah kembar salih menggemaskan ini, selalu saja membuatku tertegun. Baru lima menit di kamar, tapi barang-barangku sudah berhamburan. Belum lagi remah-remah wafer roll yang berceceran. Dari pada pusing, aku memilih keluar.

Dapur menjadi tempat pelarian paling tepat. Pasti ada sesuatu yang bisa kulakukan di sana. Terlihat Mami dan Mbok Jum yang sedang sibuk memasak. Mbak Nina, Mas Bima, dan Mas Rama juga tampak bercengkerama di meja makan.

Menyadari kehadiranku, Mbak Nina hanya melirik sebentar. Seringai tipis tersungging dari bibir mungilnya yang sepintas mirip bibir boneka Susan. Pastilah peristiwa Senin lalu menyakiti hatinya. Dibentak suami dalam kondisi hamil, pernah dicerai, bisa dibayangkan beratnya beban perasaan yang ia rasakan. Agh, bayang-bayang rasa bersalah kembali mampir dalam pikiran.

Aku mulai membantu Mami menggoreng tempe dan ayam, sambil mendengarkan obrolan mereka tentunya.

"Jadi, gimana tawaran Mbak tadi?" Mbak Nina melontarkan pertanyaan. Yang jelas bukan padaku tanya itu ditujukan.

"Yang mana, Mbak?" jawab Mas Rama. Suaranya mendorongku untuk menoleh ke belakang. Kulirik luka akibat aksi cium aspal. Sudah membaik, alhamdulillah.

"Yang tadi lah. Cepet banget lupanya?"

"Oh, emang dia bakalan mau sama gue?" Mas Rama terkekeh.

"Palingan baru liat lu juga udah pingsan, Ma. Hahaha. Tampang lu serem sih!" Mas Bima menimpali sambil tertawa terpingkal-pingkal.

"Rama ... wanita mana sih yang bakalan nolak cowok kayak elu? Udah gagah, cakep, anak jenderal, dokter pula." Mbak Nina seolah ingin meyakinkan.

Pasti bicara soal calon istri.

"Ya buktinya, ampe sekarang masih jomblo aja gue. Belom ada yang mau. Haha."

"Emang lu udah ditolak cewek berapa kali?" tanya Mas Bima yang masih tertawa.

"Belom juga maju, eh, si cewek udah berpaling duluan. Haha. Nasib!" tukas Mas Rama.

"Penampilan elu tuh kudu diperbaiki! Jenggotan, kumisan, rambut gondrong awut-awutan. Gue aja risih liatnya. Dengerin Mbak nih, ya, sepupu Mbak Nina ini cantik, pinter masak, calon desainer, udah gitu dari keluarga terpandang. Soal kemandirian finansial, lu nggak usah kuatir deh."

"Dia nggak nrima gue apa adanya dong, kalau gue harus ngubah penampilan?"

"Kan emang aslinya elu tuh nggak kayak gini, Ma? Ketularan ama siapa sih penampilan kayak gitu?" Tampaknya, Mbak Nina mulai jengkel.

"Pokoknya gini, deh. Kita atur jadwal buat kalian ketemuan," lanjutnya.

"Yakin, dia bakalan mau sama gue? Gue masih ogah kalau musti ngubah penampilan. Ya kalau mau, trima gue apa adanya dong. Ya nggak, Mas? Hahaha."

Mbak Nina mendengkus kesal. "Sekarang gue tanya ama lu, tipe cewek kayak gimana sih yang lu cari? Ntar Mbak cariin deh. Banyak stok di Bogor."

"Yang kayak gimana, ya? Yang ... siap diajak keluar masuk hutan, naik gunung, nyebrangi sungai yang arusnya deras. Hahaha!"

"Ya kalau cuma gitu doang sih bisa diatur. Cici orangnya penurut, kok."

"Sudah lah Ma, biar Rama cari sendiri. Lagian, Rama kayaknya bukan tipenya Cici deh."

"Ya, apa salahnya dicoba, kan? Kalau misal Rama mau, pekan depan kita ajak Cici maen ke sini. Biar kenalan sama Mami," cetus Mbak Nina.

Aku melirik Mami. Mami tampak cuek. Beliau sibuk mengaduk-aduk sup di dalam panci.

"Tolong ambilin bawang goreng, sayang?" Mami menunjuk sebuah toples yang ada di atas rak di depanku.

Aku segera mengambilnya. Setelah tutupnya kubuka, kusodorkan pada Mami dan beliau menjumputnya.

Meniti Surga Bersamamu (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang