Malam yang Sendu

4.5K 248 1
                                    

Napasku terengah-engah. Jantungku ngap ngap. Aku tengah berada di tempat persembunyian. Bukan tempat yang sempurna untuk bersembunyi memang, hanya sebuah gazebo dengan dinding kayu setinggi paha. Suasana kampus yang sepi sungguh menguntungkan. Membuatku leluasa untuk melakukan pengintipan.

Kuintip laki-laki cungkring berkacamata itu melalui lubang ukiran kayu. Dia tampak celingukan mencari sesuatu. Mataku terus mengikuti ke mana pun dia pergi. Antara takut dan penasaran, entah mana yang benar kurasakan saat ini.

Beberapa detik berlalu, kulihat dia berjalan menuju ... fakultasku? Ya, dia berjalan ke arah fakultasku! Allahul musta'aan .... Dia benar-benar memburuku? Atau .... Jean?

Jean? Gugup, kucari hape dalam saku tas bagian depan. Mencari nomor Jean yang biasa kuhubungi rasanya seperti mencari bulir padi dalam sekarung beras. Subhanallah. Oke, ketemu!

"Assalamu'alaikum, Sa?" Terdengar suara Jean dari seberang sana.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah," sahutku dengan suara lirih.

"Kenapa lu?"

"Kamu di mana?"

"Di rumah. Kenapa sih pake bisik-bisik gitu?"

"Laki-laki kemarin ada di kampus, Jean."

"What? Ngapain dia?"

"Kayaknya nyariin kita. Dia lagi jalan ke fakultas kita."

"Gila ya tu orang? Lu di mana?"

"Lagi di gazebo deket rektorat. Sembunyi."

"Ya Allah, Sa."

"Udah, ya, mumpung orangnya udah nggak kliatan. Assalamu'alaikum."

"I ... ya ya ya. Wa'alaikumsalam."

Pelan-pelan dengan punggung yang membungkuk, kakiku menuruni anak tangga gazebo. Ketika baru memijak rumput, hape yang masih kugenggam tiba-tiba bergetar, menampilkan sebuah deretan nomor asing.

Ragu-ragu, aku menjawab panggilan itu.

"Halo? Saudari Khansa?" Terdengar suara seorang wanita.

"Iya?" jawabku penuh kewaspadaan.

"Ini dari Kemahasiswaan universitas."

"Iya?"

"Kok Khansa belum ambil undangan?"

"M ... maaf, Bu. Undangan apa ya, Bu?"

"Belum dapat pemberitahuan dari fakultas?"

"Pemberitahuan apa, Bu?"

"Khansa jadi juara dua mawapres. Surat pemberitahuannya sudah diberikan ke fakultas sejak Senin kemarin. Acara penyerahan hadiahnya Senin depan."

"Alhamdulillah ...." Mataku berbinar seketika. Ini sungguh kejutan!

"Insya Allah besok ya, Bu, saya ambil undangannya?" Tidak mungkin hari ini sementara aku sedang diburu oleh laki-laki itu.

"Oke. Ibu tunggu, ya?"

"Iya, Bu. Terimakasih, Bu."

Aku kembali duduk. Aku bahkan hampir melupakan pemilihan mahasiswa berprestasi bulan lalu itu.

Dalam perasaan yang sulit kudeskripsikan, aku membuka ruang percakapan dengan Mas Rama.

'online'. Dia sedang online!

Tidak, tidak. Mas Rama pasti punya urusan yang lebih penting dari sekedar menjemputku pulang. Aku juga masih ada urusan lain, mencari kos-kosan. Aku belum bisa pulang sekarang.

Meniti Surga Bersamamu (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang