Kecopetan Gelang 2

5 0 0
                                    

"Hallo adik manis mau ke mana sich malam-malam begini?" tanya seorang pemuda dengan tampang kriminal menyapa kami dengan cengirannya yang menyeramkan.

Kami pun tidak menghiraukan sapaan lelaki itu, yang kami inginkan cuma satu bisa terhindar dari dua lelaki menakutkan itu.

Kak Aina pun semakin melajukan kendaraannya, kini lebih cepat dari sebelumnya. Sementara aku terus tetap berdo'a semoga bisa terhindar dari dua lelaki itu. Keringat pun semakin bercucuran dikeningku, jantung yang sudah maraton sedari tadi.

Namun anehnya lagi-lagi kendaraan itu tetap bisa mengimbangi laju kendaraan kami, sampai kini kembali berpapasan dengan kendaraan yang sudah hampir membuat jantungku copot.

"Hai mbak kok sombong banget sich!" seru lelaki yang duduk di belakang yang tampangnya agak sedikit culun namun sorot matanya juga tak kalah tajam dari lelaki yang duduk di depannya.

Ya Allah...kenapa malam ini menjadi malam yang menakutkan hanya karena ingin menemani Kak Aina cari makan, tolong kami ya Allah jangan sampai kenapa-kenapa...do'aku dalam hati dengan perasaan berkecamuk campur aduk tidak karuan. Antara perasaan menyesal, takut, sedih, marah dan panik.

Kalau tau seperti ini, aku tidak ingin menemani Kak Aina cari makan, lebih baik aku di kost saja makan indomie kesukaanku yang lumayan masih banyak stok persediaan. Tapi mau bagaimana lagi nasib siapa yang tau, niatku cuma ingin menolong sekaligus tidak munafik lah pastinya anak kost mana sich yang tidak suka ditraktir makan, ya aku pasti tidak bisa menolak, kalaunya aku menolak itu sama saja namanya menolak rezeki. Yang kulakukan saat ini cuma bisa berdo'a meminta pertolongan dariNya. Walaupun ada sedikit rasa sesal dihati, tapi disatu sisi yang lain aku tetap senang bisa menemani Kak Aina yang sudah ku anggap seperti Kakak sendiri.

Tiba-tiba ditengah lamunan ketakutanku lelaki di depan motor itu menarik sesuatu secara paksa dilengannya Kak Aina, sampai kendaraan yang kami tumpangi hampir jatuh karena Kak Aina mau merebut kembali sesuatu itu. Tapi hasilnya nihil, lelaki itu tenaganya tentu lebih kuat.

Aku baru sadar lelaki itu mengambil secara paksa gelang emas yang ada dilengannya Kak Aina.

"Kita kejar lelaki itu!!!" teriak Kak Aina emosi seraya semakin mempercepat laju kendaraan. Sementara motor lelaki itu sudah lebih dulu kabur secepat kilat.

Kini kendaraan yang kami tumpangi semakin melaju di tengah jalan raya yang mengundang perhatian orang-orang sekitar. Hampir saja Kak Aina menabrak Kakek tua yang lagi menyebrang jalan kaki. Tapi pencuri tetaplah pencuri selalu berhasil menghilangkan jejaknya.

Namun Kak Aina tetap kekeh mengejar pencuri itu sampai dapat, yang kurasa tidak mungkin karena motor lelaki itu saja lenyap hilang bagai ditelan bumi.

"Udah Kak Aina kayaknya udah cukup Kak, pencuri itu udah kabur. Kalau terus-terusan ngebut kayak gini Maya malah jadi takut kenapa-kenapa," ucapku lirih.

Bodohnya aku disaat seperti ini malah takut ngebut dan memikirkan yang macam-macam. Ya kurasa wajar aku masih muda, pastinya tidak mau mati muda dan belum merasakan jadi ibu dan masih banyak impian yang belum aku capai.

Tapi aku tak kuasa untuk menghalangi kemauannya Kak Aina yang terus mengejar lelaki itu bahkan kini tanpa arah yang jelas, aku mengerti sepertinya Kak Aina sudah hampir putus asa. Berusaha mengejar sesuatu mengharapkan ada keajaiban walaupun itu terasa tidak mungkin, tapi tidak ada yang tidak mungkin kalau Tuhan menghendaki.

Sampai suatu ketika Kak Aina kelelahan dan menepi di pinggir jalan yang masih terbilang ramai, kulihat punggung Kak Aina bergetar hebat terisak menangis sambil menutupinya dengan kedua tangannya.

Aku pun mengusap punggung Kak Aina dari belakang, sedikit memberikan kekuatan semoga Kak Aina sabar atas cobaan ini.

"Yang sabar ya Kak, semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kejadian ini," ucapku bijak.

"Iya Maya memang Kakak yang salah, belum melepas gelang emas itu. Padahal rencananya mau Kakak lepas takut kenapa-kenapa, tapi ternyata malah terlambat," Kak Aina kembali terisak.

"Iya Kak, semua orang pasti pernah khilaf, tapi dari kekhilafan itu kita belajar untuk memperbaiki diri dan menjadikan pelajaran untuk lebih baik lagi," ucapku yang entah kenapa mengalir begitu saja dimulutku.

"Iya makasih May nasehatnya, maaf jadi melibatkanmu dalam kejadian ini?" ucap Kak Aina merasa tidak enak hati.

"Gak apa-apa Kak, Maya senang bisa nemenin Kakak." Jawabku tulus walaupun sempat rada menyesal karena tadi saking takutnya, tapi sebenarnya aku ikhlas menemani Kak Aina.

"Hmm maaf ya May kayaknya malam ini kita gak jadi makannya. Kakak jadi hilang nafsu makan, tapi lain kali aja" ucap Kak Aina masih terasa sedih dari raut mukanya.

"Iya Kak gak apa-apa, Maya ngerti kok, sebaiknya juga kita langsung pulang ke kost. Ini udah jam sepuluh lewat," ucapku seraya melirik arlojiku yang melingkar dipergelangan tanganku.

Kak Aina pun kembali memboncengku dengan hati-hati dan tentunya dengan perasaan hancur cambur aduk. Di sepanjang jalan menuju pulang kami habiskan dengan kebisuan karena sibuk dengan pikiran masing-masing.






Sungguh miris sekali, ini dijadikan pelajaran buat kita semua. Agar tidak memakai perhiasan yang berlebihan disaat jalan-jalan, karena apa pun keadaannya, kejahatan itu selalu ada. Apalagi di tempat umum dan kerumunan orang. Sebaiknya jangan memakai perhiasan yang bisa mengundang orang yang ingin berniat jahat. Karena sekali terjadi hal yang tidak diinginkan, maka nasi sudah jadi bubur hanya penyesalan yang dirasakan.

Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari cerita ini, nantikan cerita selanjutnya di part berikutnya, tetap semangat...!!!😊💪💪

Suka Duka Di KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang