3 bulan kemudian...
"Mau berangkat ke kampus sekarang?" tanya Sehan yang keluar dari dalam kamar menggunakan kemeja putih beserta dasi dan jas nya.
"Iya, Aca pikir Sehan udah berangkat ke kantor,"
"Saya nganterin kamu dulu, setelah itu baru saya ke kantor," ujar Sehan, Aca tersenyum kemudian mengangguk untuk membalasnya.
Satu hal yang kalian harus tahu, Sehan sudah tidak lagi mengajar di kampus Aca sejak dua bulan yang lalu. Kini Sehan sudah kembali pada pekerjaan tetapnya yaitu sebagai seorang CEO di kantor pusat, sebelumnya Sehan memang sudah menjabat menjadi CEO di perusahaan tersebut sebelum berpindah haluan menjadi Dosen. Namun, saat itu perusahaan tersebut masih menjadi hak milik dari sang Ayah.
Seiring berjalannya waktu, kesuksesan Sehan sebagai pemimpin pun telah berhasil menarik banyak perhatian publik. Ia (Sehan) kini telah resmi menjadi pemilik sah dari kantor tersebut sebagai penerus sang Ayah, bahkan ia mengelola banyak kantor cabang di berbagai Daerah Ibu Kota, dan telah membuka cabang lain ke beberapa negara, salah satunya yaitu China.
Bukan hal asing jika Sehan akan jauh lebih banyak menghabiskan waktu dengan bisnis nya dibandingkan dengan waktunya di rumah.
Dan yang lebih beratnya lagi, disaat Sehan harus terbang ke beberapa negara dalam jangka menginap beberapa hari untuk sekedar kunjungan ke beberapa perusahaan cabang yang ia kelola, dan saat itu pula ia harus rela meninggalkan Aca yang sedang hamil muda.
Berat bukan? Hubungan jarak jauh memang tidak mudah, selain dibutuhkan rasa kepercayaan, komunikasi yang lancar serta mengurangi rasa keegoisan masing-masing pun menjadi poin penting dalam suatu hubungan jarak jauh.
"Sehan udah bawa bekal yang tadi Aca buatin?" tanya Aca sambil meletakkan tas jinjingnya di kursi mobil milik Sehan.
"Udah, nih!" balas Sehan sambil mengayunkan kotak makannya.
"Ya udah, ayo berangkat!" ujar Aca.
Sehan menggeleng kecil, "Sabuk pengamannya dipakai dulu, Ca,"
"Oh iya, Hehe.."
----------------
Tidak memakan waktu lama, kini keduanya pun sudah berada di area parkir kampus yang bisa dibilang cukup ramai.
Aca hendak melepas sabuk pengamannya, namun gerakannya kalah cepat dengan Sehan.
"Kamu jangan kecapekan di kampus ya, Sayang,"
Aca tertegun, "S-sa-sayang?"
"Maaf saya nggak bisa bersikap romantis kayak anak mahasiswa seusia kamu, saya agak canggung sebenarnya, Hehe.." ujar Sehan diiringi kekehan kecil sambil menggaruk tengkuknya.
"Emm.." Aca mengulum bibirnya.
Sehan mengulurkan tangannya, dan mendaratkan telapak tangan besarnya di perut Aca. Perlahan-lahan ia mengusap perut Aca yang kini sudah tampak membesar di usianya yang sudah menginjak tiga bulan.
Sehan membungkuk ke arah perut Aca, "Jaga Bunda buat Papah disaat Papah nggak ada di samping kalian ya Sayang, sehat selalu ya di dalam sana," ujar Sehan kemudian mengecup perut buncit Aca dengan kecupan hangat.
Aca menunduk melihat suaminya yang mengecup perutnya cukup lama, tangannya pun terulur untuk menyentuh pucuk kepala Sehan.
Sehan mendongak menatap wajah Aca, "Jaga baby kita ya. Jangan lupa makan siang, susu bumil yang saya bikinin juga jangan lupa di minum. Saya udah telepon supir kantor buat jemput kamu nanti sore," ujar Sehan pada Aca.
Aca mengangguk.
"Sehan juga jangan lupa makan siang di kantor, telepon Aca kalo Sehan udah nggak sibuk, Aca bakal nunggu Sehan sampai Sehan pulang ke rumah,"Sehan mengangguk sambil tersenyum kecil. "Mau saya gendong sampai ke dalam kelas?" goda Sehan dengan menaik-turunkan alisnya.
---o0o---
Dihapus untuk kepentingan penerbitan
---o0o---
KAMU SEDANG MEMBACA
HE IS MY HUSBAND || HIMH ✔ [Sudah Terbit!]
Fiksi Penggemar[Buku tersedia di shopee Momentous WordLab dan shopee Buku Beken.] Bagaimana bisa 'perjodohan' dan 'pemaksaan' yang memiliki arti kata berbeda akan terlihat sama jika diambil dari sudut pandang Aca? Dia adalah seorang mahasiswi jurusan sastra bahas...