Bertutur Tani dengan Praktisi Kumba #2

2 0 0
                                    

50 hari dengan dominan berbicara bahasa Indonesia. Melupakan bahasa keseharian dan beberapa pisuhan Jawa yang kental, melekat dalam kondisi sehari-hari. Kata dan diksi baru di tengah masyarakat yang berbahasa Melayu. Satu kata yang dipahami adalah "Auklah" sebuah kata yang bermakna "Iya" dalam bahasa Indonesia. Kata untuk memulai melukis canda bersama masyarakat Desa Kumba di sebuah Kecamatan Jagoi Babang.

Mayoritas adalah petani. Satu pekerjaan mulia untuk memenuhi kebutuhan primer manusia, bertani jagung, sawi kampung, terong asam, sawah. Berkebun sawit dan getah yang harganya turun, juga sahang atau lada. Nampaknya akan banyak pertanyaan yang dilontarkan masyarakat pada kami. Seorang predikat mahasiswa dengan cluster agro karena beberapa fakultas kami berhubungan dan memang terkait dengan agro, makanya disatukan dengan nama agro.

Kabar baik bahwa prediksi kami betul terjadi dan kabar buruk bahwa pertanyaan masyarakat jauh melebihi ekspektasi kami. Beberapa pemuda lulusan SMK Pertanian dan Perkebunan menambah pertanyaan yang cukup memotivasi untuk belajar lagi, lagi, dan lagi. Membuka catatan kuliah, mencari artikel dan jurnal untuk menjawab secarap prediksi dengan asumsi asumsi ilmiah. Kami belum mempraktekannya, maka dari itu harus ada alasan kuat dan percontohan untuk meyakinkan masyarakat.

Pertanyaan tentang penyakit yang menyerang terong asam yang menyerang akar tanaman dan bersifat masif dengan jangka waktu yang sangat singkat, hanya butuh beberapa hari untuk menghanguskan hamparan terong asam di lereng dengan lahan lebih dari satu hektar. Pertanyaan mengenai kesuburan tanah dan tanya dengan awalan mengapa untuk media tanam yang cocok bagi tanaman sayur berupa sawi kampung dan terong asam. Sebuah ilmu baru yang dipelajari secara otodidak dan diskusi bersama. Menarik.

Berjalannya waktu, adaptasi bisa berjalan dengan cepat. Pertanyaan pertanyaan setelahnya bisa kami jawab rentang satu dua hari karena kami berdalih harus mencari studi ilmiah terlebih dahulu untuk membuat warga lebih percaya dengan bukti nyata ditempat lain. Karena itu, semuanya belajar menjadi tukang dalih yang ahli. Beruntung, Desa Kumba susah mencari sinyal, dan menjadi alasan kuat untuk kami sedikit bernafas menjawab setiap praktisi pertanian dan perkebunan yang termarjinalkan dengan nama petani yang sebenarnya hebat dan pintar.

Ditulis setelah pulang KKN dari Desa Kumba, Jagoi Babang, Bengkayang, Kalimantan Barat - Juli sampai Agustus 2019

Narasi Puisi Tingkah LakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang