The Dinner

3.2K 236 0
                                    

Tergesa gesa Amy memasuki apartementnya. Janji dengan Dex untuk makan malam diluar hampir terlupa. Karena tadi ketika akan pulang, dia dipanggil suster jaga Emergency Room. Ada pasien yang butuh penanganannya dan dia tidak bisa membiarkannya begitu saja.

Lalu jika sudah asik berbincang dengan pasiennya, maka segalanya akan Amy lupakan. Termasuk janji dengan Dex. Beruntunglah Claire menghubunginya. Dia menanyakan dimana Amy akan makan malam.

Amy mematut diri sebentar di depan cermin. Dengan dress biru tua dan riasan seadanya dia merasa sudah cukup.

" Aduh, sedikit terlambat." Gerutunya.

Dia menatap jam tangannya sekilas lalu bergegas menuju ke tempat yang sudah dipesan Dex. Sesampai disana dia menemukan Dex sudah datang.

" Hei, kau sedikit terlambat."

Sambut Dex dengan senyum hambar. Wajahnya terlihat sedikit kesal. Amy tersenyum menanggapinya.

" Maaf, tadi ketika akan pulang. Ada pasien yang butuh penangananku." Jawabnya dengan nada menyesal.

Amy mengusap tangan Dex pelan. Dia terus tersenyum menatap wajah kekasihnya yang terlihat kesal. Dex akhirnya mengulas senyum.

" Sudah lama kita tidak makan malam ya?"

Dex membuka percakapan disela sela suapannya. Amy tersenyum sambil mengangguk.

" Kau selalu sibuk." Ucap Amy terus terang.

" Am, kau tahu siapa aku. Perusahaan itu prioritasku. Kau sudah tahu itu sejak awalkan."

Amy menatap Dex dan kemudian mengangguk.

" Ya, aku tahu. Untuk itu aku juga selalu mencari kesibukan." Ujarnya ringan.

" Ya, itu baguskan. Aku tahu kau akan jadi dokter yang hebat."

Amy menatap Dex datar. Dia tersenyum miring. Sebenarnya hatinya kesal. Bukan itu yang dia ingin dengar dari Dex.

" Bagaimana, kau jadi pulang?" Dex bertanya untuk mengalihkan masalah.

" Ya, aku harus pulang. Amanda sahabatku dari kecil. Dia pasti butuh aku disana." Jawab Amy dengan nada senang.

" Ya, sampaikan salamku untuk kedua mempelai dan juga untuk paman dan bibimu." Ucap Dex tenang.

Amy menatapnya seolah tak percaya.

" Kau tidak akan menemaniku?" Tanyanya kemudian.

" No. Sorry." Dex menggeleng tegas.

Amy menarik napas kesal. Dia menunduk. Yang dia pikirkan tadi adalah Dex akan menemaninya.

" Tapi aku ...eh, mereka akan senang jika kau ikut. Aku juga ingin sekali memperkenalkanmu kepada mereka." Ucapnya sambil menatap Dex, matanya memohon.

" Am, aku tidak bisa. Banyak meeting minggu depan dan itu sangat penting untuk karierku."

Dex terlihat bosan. Amy masih menatapnya penuh permohonan.

" Tapi aku pikir kau kan bisa menundanya, disana tempatnya bagus sekali. Udaranya segar. Amanda menyewa Villa yang sangat bagus dan mahal. Kita bisa sedikit melupakan kepenatan kita."

Amy masih membujuk kekasihnya itu. Senyum manis mengiringi ucapannya.

" Tidak, Am. Tidak. Aku tidak bisa ikut. Pergilah. Aku pasti akan menghubungimu nanti."

Dex menggeleng tegas. Amy tahu, kekasihnya itu keras kepala. Dia akhirnya menyerah.

" Baiklah." Ucapnya dengan kecewa.

" Bersenang senanglah nanti disana." Ucap Dex dengan senyum.

Amy diam menatapnya. Dex mengelus pipi gadis itu.

" Aku berharap bersamamu." Ucap Amy pelan.

" Am..."

Dex menatap tajam gadisnya. Amy menggedikkan bahunya.

" Sudahlah. Kalau begitu aku pulang. Besok aku harus ke rumah sakit pagi pagi sekali. Ada pasienku yang akan pergi berlibur tapi sebelumnya minta aku cek dulu kesehatannya. Dia akan pergi dengan penerbangan pagi."

Amy menyudahi makannya. Dia menatap Dex lalu berdiri dari duduknya. Pria itu tersenyum kemudian ikut berdiri.

" Okay, nanti aku hubungi, aku harus langsung bertemu Mr. Brown dan Mrs. Beck. Mereka sepertinya sudah menungguku."

Dex memeluk dan mencium singkat bibir Amy. Dia kemudian menunjukkan orang yang akan ditemuinya tadi dengan dagunya. Amy mengikuti arah tatapan kekasihnya itu, dia lalu tersenyum samar.

" Baiklah aku pulang. Thanks for dinner."

Amy melangkah pelan menjauhi Dex. Keluar dari restaurant itu dengan hati yang tidak karuan. Kesal, marah, kecewa, sedih dan entahlah apalagi.

Dua tahun menjalin hubungan dengan Dex tidak sedikit pun ada perubahan atau kemajuan. Pria itu selalu sibuk dengan dirinya sendiri.

Sebenarnya, benar kata Claire dan Fred. Dia seperti seseorang yang tidak punya kekasih. Amy menghembuskan napasnya kasar.

The Wedding Lover ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang