Selesai berbelanja Souvenir mereka memutuskan untuk makan siang. Eric tahu Amy pasti merasa kelelahan. Jadi dia memutuskan makan dulu baru kembali ke Villa, yang pasti untuk Souvenir sudah aman. Barang itu sudah dikirim langsung ke Villa.
" Kita makan siang dimana?" Tanya Amy yang terlihat kadang masih canggung untuk mengajak Eric berbicara. Eric tersenyum menatap gadis itu.
" Bagaimana kalau di Cafetaria dekat danau?" Eric memberikan usul. Amy menatapnya ragu.
" Memang ada Cafetaria di situ?" Tanyanya kemudian.
" Hei, sudah berapa lama kau tidak pulang sampai tidak tahu ada Cafetaria di sana?" Eric balik bertanya. Amy meringis. Dia tertawa sumbang.
" Entahlah...dua atau tiga tahun, atau mungkin lebih. Aku lupa." Jawabnya jujur. Eric menatapnya tak percaya.
" Oh my God, Am. Kau terlalu sibuk atau nemang tidak ingin pulang?"
Amy kembali tertawa untuk menutupi rasa haru yang muncul tiba tiba.
" I don't know. Mungkin keduanya."
Amy tertunduk. Eric yang sedang mengemudi tertarik untuk menatapnya. Wajah cantik itu terlihat murung. Eric jadi merasa menyesal bertanya.
" Atau kau terlalu sibuk dengan kekasihmu."
Eric mencoba menggodanya. Amy tersenyum kecut.
" Kekasih... Aku seperti tidak mempunyai kekasih. Dia terlalu sibuk dengan dunianya. Kami jarang bertemu."
Wajah Amy terlihat lebih murung. Bahkan aura marah dan kecewa tergambar disana. Amy berusaha menutupinya dengan tawanya. Terdengar sangat sumbang.
Eric menyadari itu. Ada keinginan di hati Eric untuk menghadirkan lagi wajah ceria dengan mata berbinar seperti tadi.
" Ayo turun, kita sudah sampai." Ucap Eric dengan nada suara lembut.
Eric membuka seatbelt Amy. Gadis itu masih saja terpana dengan perhatian kecil yang diberikan Eric. Pria itu turun terlebih dulu kemudian membukakan pintu untuk Amy.
Dengan sigap dia menurunkan Amy. Kali ini Amy seolah menikmatinya. Dia tersenyum malu dengan pipi merona. Eric kembali terpesona dengan perubahan wajah itu, yang dilihatnya begitu cantik.
Tanpa ragu Eric menggenggam tangan halus Amy. Dia membawa gadis itu memasuki Cafetaria. Orang orang di Cafetaria itu seperti mengenal Eric dengan baik. Mereka menyapa dengan ramah.
Eric mengajak Amy duduk di kursi yang menghadap ke danau. Amy tidak langsung duduk. Dia mengamati indahnya pemandangan disekitar danau itu. Matanya berbinar indah. Eric tak berkedip menatapnya.
" Boleh aku permisi sebentar, aku ingin mengambil gambar di jembatan itu. Pesankan makanan yang menurutmu paling enak tapi tolong tidak pedas."
Eric belum sempat menjawab ketika Amy membawa langkahnya menuju jembatan kayu yang mengarah ke danau. Senyum manis terukir di wajah cantik Amy.
Gadis itu mengambil gambar dirinya dengan berlatar pemandangan danau. Tapi langkahnya terlalu mundur, sehingga dia tak menyadari bahwa posisinya kini telah berada di ujung jembatan.
Dia terpekik ketika tak ada yang dapat dipijaknya lagi. Tapi terlambat. Tubuh mungil itu terjun bebas ke dalam danau tanpa bisa dicegah.
Amy gelagapan. Tangannya melambai meminta pertolongan, jantungnya berdebar kencang. Dia ketakutan.
Eric yang mendengar suara orang tercebur langsung berlari. Dia sudah punya firasat bahwa itu Amy.
Dengan tanpa berpikir lagi dia menceburkan dirinya ke danau. Diraihnya tubuh yang ketakutan itu.
" It's Okay. I got you, Am." Ucapnya di telinga Amy.
Gadis itu menatap Eric. Tubuhnya bergetar hebat. Matanya merebakkan air mata.
Eric segera membawa tubuh yang berada dalam pelukannya itu ke tepi danau. Orang orang datang membantunya.
" Hilda..August..tolong ambilkan handuk dan teh hangat." Teriak Eric.
Dia menurunkan tubuh yang kini menggigil itu perlahan. Amy menatap Eric yang juga menatapnya. Air mata meluncur deras.
" Kamu baik baik saja, Am?" Tanya Eric hati hati.
" Aku takut. Aku tidak bisa berenang. Aku..aku... "
Eric memeluk tubuh itu tanpa ragu. Amy tidak menolaknya. Gadis itu merasakan kenyamanan.
" Tuan, ini handuknya."
Eric melepaskan pelukannya. Dia menerima handuk dari Hilda dan segera melilitkan handuk itu diseputar tubuh Amy.
" August cepat teh hangatnya."
Seorang pria sedikit berlari menghampiri. Dia menyerahkan segelas teh hangat. Eric meminumkan teh hangat itu kepada Amy. Gadis itu menurutinya.
Amy menatap lekat Eric. Entahlah setan apa yang membuat gadis itu memajukan dirinya. Dia berjinjit tanpa ragu. Lalu dia menyatukan bibir mungilnya dengan bibir milik Eric.
Pria itu kaget menerima serangan dadakan tapi tak urung juga untuk mengikutinya. Dia melumat bibir mungil yang barusan mendaratkan ciuman dibibirnya.
Mereka saling berpagut tanpa peduli suasana disekitarnya. Banyak mata yang menatapnya.
Bahkan sebagian sambil berdecak atau tersenyum geli. Sampai kemudian mereka menyadarinya dan saling menarik diri.
Amy tertunduk dengan wajah memerah. Sementara Eric menatap sekeliling dengan tatapan dingin.
" Ayo kita ganti dulu pakaian, baru kita makan." Ajak Eric sambil menarik lembut tangan Amy. Gadis itu mengikutinya dengan wajah tertunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Lover ( Completed )
General FictionAmy Clint adalah seorang dokter specialist anak yang selalu sibuk. Dia selalu melupakan akhir pekan dan liburannya. Kekasihnya Dex Camaroen, seorang CEO perusahan besar. Dia lebih sibuk dari Amy. Mereka jarang bertemu atau menghabiskan waktu berdua...