The Lawyer

2.9K 235 30
                                    

Amy memilih kembali ke Villa bersama Ben dan Amanda. Eric tidak mencegahnya. Dia cukup mengerti dengan keadaannya saat ini, setelah insiden ciuman di pinggir danau tadi.

Eric yakin Amy merasa malu. Jadi dia memilih tidak mengatakan apa pun, ketika gadis itu berlalu mendahului Ben dan Amanda dengan wajah datar.

Eric membawa langkahnya menuju ruangannya dan mendudukkan dirinya di kursi besar miliknya.

Bibirnya menyunggingkan senyum. Mata hazelnya berbinar. Ada debaran yang terasa begitu nikmat setiap kali mengingat ciuman tadi. Debaran yang dia baru rasakan saat ini.

Matanya kian beriak bahagia dan senyumnya kian melebar begitu nada ponselnya berbunyi.

Dia mendapat kiriman gambar dari salah satu karyawannya. Dia tertawa pelan, sambil matanya terus menatap layar ponselnya.

" Kenapa aku merasa begitu bahagia?" Gumamnya. Dia menguar rambut brunettenya. Kemudian dia melangkahkan kakinya keluar ruangan.

Sementara itu sesampainya di Villa Amy langsung membawa langkahnya memasuki kamarnya.

Amanda mengikutinya, dia tahu sahabatnya itu butuh teman untuk bicara saat ini. Amy duduk di atas tempat tidur dengan muka lelah.

" Aku malu sekali." Desis Amy dengan wajah ditutup kedua tangannya.

Amanda menghampirinya dan duduk disebelahnya. Dia merengkuh pundak sahabatnya itu.

" Tidak Am, aku mengerti keadaanmu. Eric Pria yang sangat baik. Dia tidak akan menilai jelek dirimu." Amanda mencoba menenangkannya. Amy menggeleng lemah.

" Tapi aku yang menciumnya terlebih dulu, Amanda." Ucapnya pelan. Amanda mengulas senyum. Dia menatap sahabatnya itu.

" Bahkan aku belum pernah melakukan itu kepada Dex sekali pun." Lanjut Amy sambil mendengus.

Perasaannya saat ini campur aduk. Antara malu, kesal tapi ada getaran bahagia yang menyusup nakal.

Amy menggelengkan kepalanya lagi. Amanda memandangnya dengan senyum.

" Aku rasa Eric menikmatinya." Ucapnya ringan.

" Bagaimana jika kekasihnya tahu dan marah?"

Tiba tiba pikiran itu masuk, Amy menatap Amanda cemas. Sahabatnya itu tersenyum.

" Tidak...tidak..Dia tidak punya kekasih sayangku." Ucap Amanda tenang.

Amy diam tertunduk. Pikirannya berkecambuk, ada rasa lain yang hadir ketika dia kembali memutar rekaman ciuman itu.

Debaran halus terasa nyaman melingkupi dadanya. Amy meringis merasakan nikmatnya.

" Sebenarnya siapa dia?" Ucapnya tiba tiba.

" Dia?" Amanda bertanya dengan kening berkerut.

" Eric." Jawab Amy singkat.

" Oh...Dia seorang pengacara. Corporate lawyer."

Amanda beralih duduk di sofa. Dia menatap Amy dengan senyum. Tangannya meraih botol air menirel yang ada di atas meja, kemudian meminum cairan bening itu.

" Lalu Cafetaria itu?" Tanya Amy sambil bangkit dari tempat tidur. Dia membawa dirinya menuju ke balkon. Amanda mengikutinya.

" Ya, dan juga pemilik beberapa Cafetaria. Pemilik beberapa Villa."

" Termasuk Villa ini?"

Amy menatap Amanda sejurus. Tangannya meraih botol mineral ditangan Amanda lalu meneguk isinya. Kemudian dia mengembalikan botol itu ke tangan Amanda.

" Ya, kau sudah tahu ternyata."

Amanda tersenyum menggoda. Amy hanya memandanginya saja.

" Karyawannya yang memberitahukanku."

Amy memalingkan wajahnya ke sisi lain. Tapi matanya bertemu tatap dengan mata hazel di bawah sana yang baru turun dari mobilnya.

Wajahnya menghangat. Dia sedikit salah tingkah. Dia segera membawa langkahnya kembali masuk ke dalam kamar.

" Kau menanyakannya?"

Amanda mengekori Amy dan cukup sadar menangkap perubahan sahabatnya itu.

" Ya, hanya sekedar bertanya."

Dia kembali mendudukan dirinya diatas tempat tidur. Amanda hanya mengulas senyum tipis.

" Dimana kau bertemu Eric?" Tanya Amy kemudian

" Aku...tidak, Am. Dia teman sekamar Ben saat kuliah. Dia tinggal disini semenjak kuliah, Ayahnya pemilik rumah sakit terbesar di kota ini." Jawab Amanda tenang. Dia duduk disebelah Amy.

" Dr. Alan..Deckker?" 

Amy sedikit membulatkan matanya. Dia menatap Amanda tak percaya.

" Ya, hanya sejak kecil dia tidak tinggal di sini. Dia tinggal bersama ibunya." Ujar Amanda meyakinkan sahabatnya itu.

" Oh pantas."

" Jika benar dia seorang pengacara, kenapa Ben bilang dia selalu bebas?"

Amanda tertawa menatap Amy. Gadis itu menaikkan kedua alisnya.

" Dia sudah memiliki segalanya, Am. Untuk apa dia sibuk mengejar job."

" Hanya satu yang dia tidak punya, Am."

" Apa?" Tanya Amy cepat.

" Kekasih..dia tidak punya kekasih." Jawab Amanda, dia menatap Amy yang kini tertunduk.

" Bukankah dengan kekayaannya itu, akan mudah untuknya mendapatkan wanita?"

" Oh tidak Amy sayang. Eric pria yang tidak pernah ingin bermain main. Dia bukan pria yang mudah menjatuhkan pilihan. Banyak wanita yang menyukainya, tapi entahlah wanita seperti apa yang dia cari. Dia selalu menganggap semua wanita itu teman."

Amanda melirik jam tangannya, lalu seolah tersadar dia segera bangkit dari duduknya.

" Am, aku harus menemui Diego, instruktur dansa. Jangan lupa nanti sore kita harus latihan dansa, lalu dilanjut makan malam."

" Baiklah, sampai bertemu nanti sore."

Setelah Amanda pergi, Amy membawa langkahnya menuju balkon. Dia menatap ke arah dimana tadi dia bersitatap dengan mata hazel itu.

Tapi sedikit kecewa karena dia kini tidak lagi menemukannya disana. Dengan malas dia melangkah kembali masuk ke kamar. 

The Wedding Lover ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang