Amy masih mematut dirinya di depan cermin ketika panggilan video call dari Amanda masuk. Dia segera menerimanya. Senyum cantiknya terulas begitu wajah Amanda terlihat di layar Ponselnya.
" Hai, cantik sekali kamu. Siap berangkat?" Sapa Amanda dengan senyum ceria.
" Ya, sure. Aku sebentar lagi berangkat. Siapa yang akan menjemputku di Bandara?" Tanya Amy sambil sebelah tangannya sibuk memasukkan alat alat make up ke dalam tasnya.
" Nanti aku akan meminta salah satu teman Ben untuk menjemputmu, sayang." Jawab Amanda dengan wajah menengok ke kiri dan ke kanan. Sepertinya dia sedang mencari orang untuk dimintai bantuan menjemput Amy.
" Hallo..Amanda.."
" Yes, nanti ada...Eric, ya..ya..Eric yang akan menjemputmu." Ucapnya kemudian.
Dia kembali dengan senyum yang terkembang. Amy mengangguk.
" Seperti apa orangnya?"
" Tinggi, berambut brunette, mata coklat..ouh no, ha..zel..I think..." Jawab Amanda dengan nada tidak yakin. Amy menggeleng sambil berdecak.
" Amanda berikan saja fotoku agar dia yang mengenaliku, okay. Aku pergi sekarang. Bye, see you there." Ujar Amy lalu dengan cepat menutup panggil video call dari Amanda.
" Kalau terus meladeninya aku bisa tidak jadi pergi." Gerutunya kesal.
Amy berjalan tergesa menuju mobil yang menjemputnya. Sopir membantunya memasukkan dua koper besar yang dibawanya.
Kemudian mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju bandara. Diperjalanan ponselnya berbunyi.
Amy melihat dan menatapi ponselnya dan mendapati Claire yang ternyata menghubunginya.
" Yes, Claire." Sapanya begitu tersambung.
" Hei, sudah berangkat?" Suara Claire terdengar riang. Dia sepertinya sangat senang melihat sahabatnya itu pergi berlibur.
" Ya, aku menuju bandara."
" Take care, Am."
" Okay, Thanks Claire."
Amy tersenyum dan menutup panggilan dari Claire. Bandara sudah di depan mata, dia bersiap untuk turun.
Penerbangan yang memakan waktu tiga setengah jam, tidak membuat Amy kehilangan semangatnya.
Dia dengan langkah ringan menuruni tangga pesawat. Berjalan keluar bandara dengan tas tersampir di pundak dan menarik dua koper besar.
" Amy Clint?" Sapa seorang Pria tinggi bertopi.
Amy menatap Pria itu. Mencoba melihat dengan jelas warna matanya, karena dia tidak dapat melihat warna rambutnya yang tertutup topi.
" Aku Eric. Eric Deckker."
Pria itu seperti menangkap keraguan di wajah Amy. Dia memperkenalkan namanya sambil membuka topinya. Rambut brunettenya terlihat jelas.
Pria itu mengasurkan tangannya yang disambut Amy dengan baik. Mereka berjabat tangan akrab.
" Hanya ini yang dibawa?" Tanyanya sambil mengambil alih dua koper besar itu. Amy mengangguk dengan senyum terukir manis di bibirnya.
" Itu pun aku rasa terlalu banyak."
Pria itu menatap Amy. Dia berjalan di depan untuk menunjukan mobilnya. Amy sedikit kaget melihat mobil Jeep Trackhawk yang tinggi terparkir disana.
Amy yang bertubuh mungil sedikit kesulitan untuk menaikinya. Eric tersenyum menatapnya.
" Biar aku bantu." Eric mengangkat tubuh mungil Amy untuk membantunya naik.
" Wuiih.." Amy terpekik kaget. Eric hanya tertawa pelan.
Pria itu kemudian duduk dibelakang kemudi dengan santai. Dia memasang seatbeltnya dan membantu memasangkan milik Amy.
Gadis itu sampai harus tahan napas atas perlakuannya itu, Dex saja tidak pernah melakukannya.
Mobil melaju sedikit cepat. Musik keras terdengar dari audio yang terpasang di dalam mobil. Amy sedikit tidak nyaman.
Dia bingung dengan lagu yang diputar Pria itu. Dia biasa mendengarkan lagu slow yang mendayu atau lagu romantis yang teramat disukai Dex. Amy menatap Pria di sebelahnya yang berdendang mengikuti lagu tersebut.
" Bisa tolong dikecilkan, aku kurang suka musik jenis ini." Ujar Amy sedikit berteriak. Eric hanya tersenyum. Amy mendelik kesal.
" Tolong..bisa tidak, jangan terlalu cepat bawa mobilnya. Aku sedikit ngeri."
Amy menatap lagi Pria disebelahnya yang kembali menanggapinya dengan senyum. Amy jadi kesal. Dia pasti akan membicarakan hal ini pada Amanda.
" Aku seharusnya tadi naik taksi saja." Gerutunya. Eric tertawa pelan mendengar gerutuan Amy.
Untunglah tak lama mobil memasuki kawasan yang sangat asri dengan pepohonan yang rimbun.
Ada taman bunga di tengahnya disepanjang jalan yang dilalui. Amy sedikit bernapas lega. Berarti akan segera sampai.
Mobil berhenti tepat di depan sebuah Villa yang sangat besar. Lapangan golf mengelilingi Villa itu. Ada juga danau untuk memancing ikan. Sedikit jauh memang dari Villa.
Eric turun lebih dulu. Kemudian membukakan pintu untuk Amy. Gadis itu bergeming.
Dia sedikit bingung untuk turun. Mobil itu tinggi dan di bawah sana batu kerikil menunggunya.
Sementara dia memakai sepatu heels yang lumayan tinggi. Dia menatap Eric yang kini sedang menempatkan dua kopernya di teras Villa.
" Ayo turun." Ajak Eric. Amy menarik napas gusar. Eric mengerti, dia menghampiri Amy.
" Butuh bantuan?" Tanyanya dengan senyum. Amy hanya diam.
Dia memberanikan diri untuk mencoba turun. Tapi tangan Eric keburu mengangkatnya dan menurunkannya di jalan berbatu.
Amy yang belum siap hampir saja terjatuh. Eric berusaha menahannya, tapi agak terbawa. Tubuh Amy membentur mobil dengan tangan Eric yang menahannya dibelakang punggungnya.
Namun tubuh Eric yang terlalu condong ke depan membuat bibirnya mendarat mulus di bibir mungil milik Amy.
" Wuiih, begitu ucapan terima kasih ala Amy Clint untuk orang yang telah menjemputnya ya."
" Ouh No." Jerit Amy.
Matanya nanar menatap Amanda yang muncul tiba tiba dihadapannya. Dia bergegas menghampiri Amanda dan menariknya memasuki Villa, meninggalkan Eric yang terkekeh senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Lover ( Completed )
General FictionAmy Clint adalah seorang dokter specialist anak yang selalu sibuk. Dia selalu melupakan akhir pekan dan liburannya. Kekasihnya Dex Camaroen, seorang CEO perusahan besar. Dia lebih sibuk dari Amy. Mereka jarang bertemu atau menghabiskan waktu berdua...